Cerita Inspirasi Muslim

Menanam Hikmah Dalam Diri Setiap Muslim

Andai Lebih Panjang Lagi

Hari itu ada seseorang yang meninggal dunia. Seperti biasanya, jika ada sahabat meninggal dunia, Rasulullah pasti menyempatkan diri mengantarkan jenazahnya sampai ke kuburan.

Tidak cukup sampai di situ, pada saat pulangnya, Rasulullah menyempatkan diri singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga yang ditinggalkan supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musbah itu. Begitupun terhadap keluarga sahabat yang satu ini.

Sesampai di rumah duka, Rasulullah bertanya kepada istri almarhum, “Tidakkah almarhum suamimu mengucapkan wasiat ataulah sesuatu sebelum ia wafat?”

Sang istri yang masih diliputi kesedihan hanya tertunduk. Isak tangis masih sesekali terdengar dari dirinya. “Aku mendengar ia mengatakan sesuatu di antara dengkur nafasnya yang tersengal. Ketika itu ia tengah menjelang ajal, ya Rasulullah.”

Baca selengkapnya »

Ikrimah Bin Abu Jahal

Abu Ishaw As-Ayabi'i meriwayatkan, ketika Rasulullah SAW berhasil menaklukkan kota Makkah, maka Ikrimah berkata: "Aku tidak akan tinggal di tempat ini!" Setelah berkata demikian, dia pun pergi berlayar dan memerintahkan supaya istrinya membantunya.

Akan tetapi isterinya berkata: "Hendak kemana kamu wahai pemimpin pemuda Quraisy?" Apakah kamu akan pergi kesuatu tempat yang tidak kamu ketahui?" Ikrimah pun melangkahkan kakinya tanpa sedikitpun memperhatikan perkataan istrinya.

Ketika Rasulullah SAW bersama para sahabat lainnya telah berhasil menaklukkan kota Makkah, maka kepada Rasulullah isteri Ikrimah berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Ikrimah telah melarikan diri ke negeri Yaman karena ia takut kalau-kalau kamu akan membunuhnya. Justru itu aku memohon kepadamu supaya engkau berkenan menjamin keselamatannya."

Rasulullah SAW menjawab: "Dia akan berada dalam keadaan aman!" Mendengar jawaban itu, istri Ikrimah memohon diri dan pergi untuk mencari suaminya.


Baca selengkapnya »

Hari Sabtunya Orang Yahudi

Dan tanyakanlah kepada Bani Israel tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.

Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab: "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa".

Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.

Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: "Jadilah kamu kera yang hina". Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu memberitahukan, bahwa sesungguhnya Dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang Yahudi) sampai hari kiamat orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang seburuk-buruknya.

Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (Al-A'Raaf: 63-68)

Baca selengkapnya »

Para Musuh Allah yang akan Tewas di Perang Badar

Kondisi Mekah makin hari makin tidak aman bagi perkembangan Islam, terutama bagi kaum muslim yang selalu mendapat teror dan siksaan dari kaum musyrikin Quraisy. Inilah yang menjadi alasan kuat Rasulullah saw untuk mengajak kaum muslimin hijrah ke Yastrib atau Medinah.

Di Medinah ini kaum muslimin membangun kekuatan untuk menghadapi serangan kaum Quraisy. Perkembangan kaum muslimin makin kuat, bahkan mereka berani mengadakan pemboikotan wilayah dan ekonomi. Akibatnya, kaum musyrikin Quraisy menantang untuk bertempur di Badar.

Ketika Rasulullah saw meninjau lokasi perang bersama para sahabat, beliau bersabda, "Lihatlah Mekah! Ia telah melemparkan kepada kalian potongan-potongan hatinya!". Rasulullah saw mengatakan itu kepada para sahabat sambil menunjuk tempat-tempat para pemimpin Quraisy akan terbunuh di peperangan Badar. Ternyata semua prediksi beliau terbukti ketika Perang Badar berakhir. Para pemimpin Quraisy tewas di tempat-tempat yang telah ditunjuk Rasulullah saw.

Berkaitan dengan peristiwa itu, Umar bin Khaththab bercerita, "Sebelum Perang Badar dimulai, Rasulullah berjalan di sekitar medan perang dan menunjuk ke beberapa tempat sambil berkata, Abu Jahal akan terbunuh di sini, Utbah di sini, Shayba di sini, Walid di sini, dan sebagainya. Demi Allah SWT, setelah perang selesai kami menemukan jenazah mereka persis di tempat yang beliau sebutkan tadi." (HR. Muslim)

Kematian Tragis Majikan Zalim

Bukhari dan Abu Daud menulis kisah Khabbab bin Arat r.a. Dia adalah salah seorang sahabat Nabi saw yang memeluk Islam pada awal penyebarannya. Dia juga seorang hamba sahaya dari seorang perempuan zalim bernama Ummu Anmar Al-Khuza'iyyah.

Khabab sering mengunjungi Rasulullah saw untuk menuntut ilmu agama. Akan tetapi, malang baginya, berbagai macam penderitaan dan siksaan ia terima dari majikannya setelah diketahui sering mengunjungi Rasulullah saw.

Khabab sering dijemur di atas pasir panas di bawah teriknya matahari dengan mengenakan pakaian besi. Bukan hanya itu, ia pernah diletakkan di tempat pemanggangan hingga punggungnya terbakar dan luka itu terus membekas di punggungnya.

Tidak tahan dengan siksaan keji itu, Khabbab r.a mengadu kepada Rasulullah saw dengan harapan beliau mau menolongnya. Khabab berkata kepada Rasulullah saw yang sedang berselimutkan kain beludru di bawah Kakbah, "Tidakkan Anda menolong kami dan berdoa untuk kami?"

Baca selengkapnya »

Kisah Umair bin Wahab

Perang Badar dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin. Rasa syukur pun selalu mereka panjatkan ke hadirat Allah SWT. Sebaliknya, kekalahan yang diterima kaum musyrikin Quraisy benar-benar membuat mereka makin geram.

Umair bin Wahab dan Shafwan bin Umayyah mengungkapkan kekesalan mereka atas kemenangan umat Islam. Umair berkata kepada Shafwan, "Ah, seandainya aku tidak sedang dililit utang dan keluargaku bisa kutinggalkan saat kesulitan sekarang, aku akan mencari Muhammad dan membunuhnya!"

Mendengar perkataan Umair tersebut, Shafwan menyambut ide Umair dan berkata, "Baiklah, jika kau berhasil membunuh Muhammad dan menyiksanya dengan keji, aku berjanji akan memberimu 100 ekor unta. Dengannya kamu bisa melunasi semua utang keluargamu, begitu pula keluargamu akan aku jadikan bagian dari keluargaku!"

Tawaran yang menggiurkan. Tanpa pikir panjang, Umair langsung menerima tawaran Shafwan dengan senang hati.

"Tapi ingat! Ini adalah rahasia kita berdua. Jangan sampai kauceritakan kepada yang lain!" pesan Shafwan kepada Umair.

Baca selengkapnya »

Pengakuan Abu Jahal

Dalam penyebaran risalah Islam, Rasulullah banyak sekali menemui kendala sehingga untuk menghindari sikap orang-orang Quraisy yang menentang risalah Islam, Rasulullah melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi. Hal itu dilakukan Rasulullah dikarenakan belum ada petunjuk dari Allah untuk melaksanakan dakwah secara terang-terangan.

Akan tetapi, ketika turun perintah untuk dakwah secara terang-terangan, Rasulullah saw langsung keluar dari kediamannya dan mendaki bukit Shafa. Di atas sana, beliau berseru dengan lantang memanggil penduduk Mekah, "Wahai kaum Quraisy!" Seruan itu memancing masyarakat Mekah untuk berduyun-duyun mendekati beliau.

Setelah masyarakat Mekah berkumpul di bukit Shafa, Rasulullah bersabda, "Percayakah kalian jika kukabarkan kepada kalian bahwa seekor unta akan ketuar dari kaki gunung ini?"

Mereka menjawab, "Kami tidak pernah menemukan kebohongan darimu sebelumnya."

Rasulullah melanjutkan, "Ketahuilah, sesungguhnya aku mengingatkan kalian akan adanya siksa yang sangat pedih!"

Baca selengkapnya »

Pengakuan Utbah bin Rabi'ah

Dakwah Rasulullah saw makin gencar sehingga para pemimpin Quraisy berencana mencegah penyebaran Islam lebih luas lagi dengan mengirimkan Utbah bin Rabi'ah kepada Rasulullah saw. Misi Utbah adalah membujuk Rasulullah agar berhenti berdakwah.

Rasulullah saw menyambut kedatangan Utbah dengan sangat baik. Utbah membuka percakapan dengan bertanya kepada Rasulullah saw., "Siapakah yang lebih baik, wahai Muhammad? Kau atau ayahmu?"

Rasulullah diam. Mungkin beliau merasa tidak perlu menjawab pertanyaan seperti itu.

Utbah tidak menyerah dan melanjutkan, "Putra saudaraku, engkau adalah bagian dari diri kami sebab kami tahu persis silsilah keluargamu. Akan tetapi, engkau membawa kepada kaummu sesuatu yang sangat besar dan mencerai-beraikan mereka. Oleh karena itu, aku datang kepadamu untuk menawarkan beberapa hal yang bisa kau pertimbangkan untuk kau terima. Jika kau melakukan semua itu untuk harta, kami bersedia mengumpulkan seluruh harta kami untuk diberikan kepadamu agar kamu menjadi orang terkaya di antara kami. Jika engkau menginginkan kedudukan, kami siap mengangkatmu menjadi penguasa kami, dan kami tidak akan memutuskan perkara sebelum kamu memutuskannya. Seandainya engkau ingin menjadi raja, kami akan menobatkanmu menjadi raja. Jika kamu melakukan hal itu karena keyakinanmu dan tidak mudah kau hilangkan dari dirimu, kami akan memanggil seorang tabib berapa pun biayanya untuk menghilangkan keyakinanmu itu sampai kau terbebas darinya."

Baca selengkapnya »

Pengakuan Abu Sufyan bin Harb kepada Sang Istri

Suatu hari Abu Sufyan bin Harb dan Hindun binti Utbah, istrinya, berjalan menuju tanah lapang. Anak Abu Sufyan yang masih bocah bernama Muawiyah berjalan di depan mereka sambil menunggang keledainya.

Tiba-tiba mereka mendengar kedatangan Rasulullah saw, kemudian Abu Sufyan segera menyuruh anaknya untuk turun dari keledai tunggangannya sambil berkata, "Turunlah, hai Muawiyah, supaya Muhammad bisa menaiki kendaraanmu!"

Kemudian Rasulullah saw menaiki keledai yang ditawarkan Abu Sufyan. Beliau pun berjalan di depan mereka.

Hanya selang beberapa waktu, Rasulullah saw menoleh ke belakang dan berkata kepada keluarga Abu Sufyan, "Wahai Abu Sufyan bin Harab dan Hindun binti 'Utbah! Demi Allah, kalian pasti akan mati dan akan dibangkitkan. Yang berbuat kebajikan pasti akan masuk surga dan yang berbuat keburukan pasti masuk neraka. Aku berkata kepada kalian dengan benar dan kalian adalah orang pertama yang aku beri peringatan!" Dibacakanlah Surat Fushshilat [41]: 1-11 kepada keduanya.

Baca selengkapnya »

Pengakuan Raja Heraclius

Pada masa Perjanjian Hudaibiyah atau gencatan senjata antara kaum muslimin dan musyrikin Quraisy, Rasulullah saw mengutus beberapa sahabat. Mereka dikirim kepada raja-raja bangsa Arab dan non-Arab untuk menyeru Al-Islam. Salah satu sahabat yang diutus adalah Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi. Ia ditugaskan untuk menyampaikan surat dakwah kepada Heraclius, Kaisar Romawi.

Dihyah pun diterima oleh Heraclius dengan sangat baik. Kemudian ia menyampaikan surat dakwah dari Rasulullah saw kepada sang Kaisar Romawi.

Setelah Heraclius membaca pesan Rasulullah saw, ia segera menyuruh pengawalnya untuk mencari orang-orang yang mengenal Muhammad. Saat itu Abu Sufyan berada di sana bersama serombongan kafilah dagang Quraisy.

Para pengawal kerajaan pun melaporkan keberadaan Abu Sufyan dan teman-temannya kepada sang kaisar. Kemudian dipanggillah Abu Sufyan yang masih membenci Islam bersama teman-temannya ke hadapan Kaisar Romawi tersebut.

Baca selengkapnya »

Kesaksian Nadhr bin Harits

Para petinggi Quraisy makin geram melihat segala upaya yang mereka lancarkan untuk membuat Muhammad bungkam dari dakwahnya tidak pernah berhasil. Hal inilah yang menimbulkan Abu Jahal mengusulkan untuk membunuh Muhammad agar mereka terbebas dari gangguannya. Menurutnya tanpa kehadiran Muhammad, Islam sangat mudah dibasmi hingga ke akar-akarnya.

Di luar dugaan, ternyata sebagian yang lain menentang pendapat ini. Hal ini disebabkan Muhammad masih mendapat dukungan dari Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Mereka adalah kabilah yang sangat berpengaruh di kota Mekah.

Membunuh Muhammad berarti menyulut api peperangan antara kabilah-kabilah Quraisy. Yang mereka takutkan lagi bahwa mereka tidak akan sanggup menghadapinya. Akhirnya, simpulan terakhir adalah lebih baik bersabar sambil terus membujuk Muhammad daripada terjadi pertumpahan darah.

Nadhr bin Harits adalah pendukung kelompok ini. Ia mengingatkan kaumnya bahwa Muhammad pernah menjadi orang yang paling mereka puji. Ia berkata, "Wahai kaum Quraisy, kalian berhadapan dengan masalah yang sulit untuk dicarikan jalan keluarnya. Muhammad pernah menjadi pemuda yang paling kalian sukai karena kejujuran dan integritasnya.

Baca selengkapnya »

Pengakuan Ubay bin Khallaf

Kekalahan kaum musyrikin Ouraisy menimbulkan dendam yang luar biasa di dada para musuh Islam. Apalagi melihat keluarganya, ayahnya, anak laki-lakinya bersimbah darah dibunuh oleh pasukan Islam. Kebencian yang makin membara dirasakan oleh Ubay bin Khallaf. Di depan Rasulullah saw. ia bersumpah, "Aku akan membunuhmu!"

Tidak ada rasa takut sedikit pun terlintas dalam diri Rasulullah saw. Beliau menjawab ancaman Ubay, "Akulah yang akan membunuhmu! Insya Allah!"

Tibalah waktunya saat peperangan kembali berkobar di Uhud sebagai ajang balas dendam kaum musyrikin Quraisy kepada kaum muslimin atas kekalahan mereka terdahulu.

Kesempatan ini digunakan Ubay bin Khallaf untuk memburu Rasulullah saw. Ketika dilihatnya Rasulullah saw berada di tengah-tengah peperangan, ia berseru, "Engkau, Rasulullah! Engkau tidak akan selamat meskipun berusaha menyelamatkan diri!"

Baca selengkapnya »

Dipercaya Menjadi Pemimpin Kafilah Dagang

Khadijah adalah seorang saudagar wanita yang kaya-raya di kota Mekah. Dia hendak mengirim kafilah dagangnya ke negeri Syam sehingga dia membutuhkan seseorang yang dapat dipercaya untuk membimbing dan mengawasi rombongan dagang tersebut.

Tersiarlah kabar bahwa di Mekah ada seorang pemuda yang terkenal akan kejujurannya. Keluhuran budi pekerti dan kepribadiannya terpelihara dengan baik, padahal kebanyakan pemuda saat itu senang berfoya-foya.

Namun, pemuda yang satu ini sama sekali tidak terpengaruh oleh kebiasaan jahiliah masyarakat kotanya karena perlindungan Allah SWT. Siapakah dia? Dialah Muhammad bin Abdillah keturunan Bani Hasyim yang terpandang.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kabar tentang kejujuran Muhammad sampai ke telinga Khadijah. Ia tahu Muhammad selalu menemani pamannya berdagang ke Syam.

Baca selengkapnya »

Kisah Abdullah bin Rawahah

Abdullah bin Rawahah memiliki nama lengkap Abdullah bin Rawahah bin Tsa'labah Al-Anshari Al-Khazraji. Ia termasuk orang Anshar yang mengikrarkan keislamannya pada Baiatul Aqobah kedua. Semasa hidupnya, ia menerima tanggung jawab dari Rasulullah saw untuk menghitung hasil pertanian kaum Yahudi di Khaibar.

Suatu hari ketika ia hendak melaksanakan tugasnya, orang-orang Yahudi mengumpulkan perhiasan istri-istrinya agar pemeriksaan yang dilakukan oleh Abdullah bin Rawahah tidak menghambat perdagangan mereka.

Apalagi pertikaian antara umat Yahudi dan umat Islam kerap terjadi. Mereka khawatir dendam tersebut masih ada sehingga Abdullah bin Rawahah tidak bersikap adil kepada mereka.

Diberikanlah seluruh perhiasan tersebut kepada Abdullah bin Rawahah seraya berkata, "Semua ini kami serahkan untukmu dan berikanlah kami keringanan dan permudahlah dalam menaksir!"

Baca selengkapnya »

Kisah Watshilah bin Asqa'

Hiruk-pikuk pedagang dan pembeli mewarnai pasar ternak kala itu. Watshilah bin Asqa' salah seorang sahabat Rasulullah - melihat dua orang yang saling menawar harga seekor unta. Harga pun disepakati. Sang pembeli membayar 300 dirham untuk unta yang ia beli.

Ketika sang pembeli menggiring untanya, Watshilah melihat ada yang tidak beres dengan kaki unta tersebut. Ia bergegas memanggil si pembeli seraya bertanya, "Apakah kau membeli unta itu untuk disembelih atau untuk dijadikan kendaraan?"

Si pembeli menjawab, "Unta ini untuk kendaraan."

Watshilah memberitahukan kondisi kaki unta yang cacat kepada si pembeli dengan berkata, "Lihatlah, di kakinya terdapat lubang karena cacat!"

Menyadari hal itu, si pembeli kembali menemui si penjual untuk menggugatnya. Akhirnya, si penjual mengembalikan 100 dirham sebagai kesepakatan harga unta yang baru.

Baca selengkapnya »

Kisah Penjual Susu

Di malam yang pekat dan angin dingin semilir menusuk, Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab sedang menelusuri kota Medinah melalui lorong demi lorong. Di saat seluruh penduduk kota terlelap, sang khalifah tetap terjaga mendatangi satu demi satu rumah untuk mengetahui kondisi rakyatnya.

Ia sadar bahwa kepemimpinannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, ia tidak ingin ada seorang pun dari rakyatnya yang terzalimi.

Malam makin larut hingga tibalah fajar menyingsing. Ketika hendak beranjak ke masjid, langkahnya tertahan di depan sebuah gubuk reot. Dari dalam gubuk itu terdengar percakapan lirih antara seorang ibu dan putrinya. Dari percakapan itu ternyata mereka adalah penjual susu kambing yang akan menjual hasil perahannya di pasar pagi itu.

"Nak, campurlah susu itu dengan air," pinta sang ibu kepada putrinya. Sang ibu berharap agar ia memperoleh keuntungan lebih banyak dari hasil penjualan susu oplosannya (campuran).

Baca selengkapnya »

Kisah Penjaga Kebun Buah-buahan

Alkisah ada seorang penjaga kebun buah-buahan bernama Mubarok. Dia adalah orang jujur dan amanah. Sudah bertahun-tahun ia bekerja di kebun tersebut.

Suatu hari majikannya, sang pemiliki kebun, datang mengunjungi kebunnya. Ia sedang mengalami masalah yang pelik dan sulit untuk dicarikan jalan keluarnya. Putrinya yang sudah beranjak dewasa tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan banyak pria yang ingin mempersuntingnya.

Yang menjadi permasalahan baginya adalah semua laki-laki yang ingin mempersunting putrinya adalah kerabat dan teman dekatnya. Ia harus memilih salah satu dari mereka, tetapi ia khawatir jika menyinggung bagi kerabat yang tidak terpilih.

Sambil beristirahat dan menenangkan pikiran, ia mencoba mencicipi hasil kebunnya. Dipanggillah Mubarok, penjaga kebun itu.

"Hai Mubarok, kemarilah! Tolong ambilkan saya buah yang manis!" perintahnya.

Baca selengkapnya »

Kisah Penggembala Domba

Amirul Mukminin Umar bin Khaththab r.a mendengar ada seorang penggembala cilik yang jujur. Beliau pun tertarik untuk membuktikan kejujuran anak itu.

Suatu hari Amirul Mukminin menjumpainya ketika penggembala tersebut sedang menggiring domba-dombanya. Umar segera menegurnya, "Hai anak kecil! Kamu menggembalakan dombamu dengan sangat baik. Aku ingin membeli sebagian dari domba-dombamu yang sehat ini dengan harga dua kali lipat!"

Sang anak tidak mengetahui bahwa yang menegurnya itu adalah Amirul Mukminin karena pakaiannya sangat sederhana dan merakyat. Ia menjawab, "Maaf, Tuan, domba-domba ini bukan milikku! Aku tidak bisa menjualnya!"

Ternyata anak itu tidak tergiur dengan tingginya harga yang Umar tawarkan. Umar kembali membujuk, "Ia tidak akan tahu jika beberapa dombanya aku beli karena domba-domba peliharaannya begitu banyak!"

Baca selengkapnya »

Kisah Saudagar Perhiasan

Seorang tabiin bernama Yunus bin Ubaid adalah pedagang yang jujur. Ketika hendak menunaikan shalat berjamaah di masjid, ia menitipkan tokonya kepada saudaranya. Kemudian datanglah seorang Badui hendak membeli perhiasan di toko tersebut.

Ia mencari sebuah permata seharga 400 dirham. Saudara Yunus menunjukkan batu permata yang harganya hanya 200 dirham. Orang Badui tersebut langsung membelinya dengan harga 400 dirham tanpa menawar lagi.

Di tengah jalan, dia berpapasan dengan Yunus bin Ubaid. Yunus mengetahui bahwa orang Badui tersebut baru mampir ke tokonya. Ia kemudian bertanya barang apa yang sudah ia beli dari tokonya. Orang Badui itu mengatakan bahwa ia telah membeli permata seharga 400 dirham sambil menunjukkan permata seharga 200 dirham tadi.

Mengetahui hal itu, Yunus berkata, "Maaf, harga sebenarnya cuma 200 dirham. Mari ke toko saya supaya saya dapat mengembalikan uang selebihnya kepada Anda."

Baca selengkapnya »

Kisah Pencuri Saleh

Seorang pemuda lugu menuntut ilmu kepada seorang guru fara'idh (ilmu hitung harta waris). Kehidupan ekonomi sang guru sangat pas-pasan. Dalam suatu kesempatan, sang guru berkata kepada murid-muridnya, "Kalian tidak boleh menjadi beban orang lain. Sesungguhnya orang alim yang menengadahkan tangannya kepada orang-orang yang berharta tidak ada kebaikan pada dirinya. Pergilah kalian semua dan bekerjalah seperti pekerjaan ayah kalian masing-masing. Bawalah selalu kejujuran dan ketakwaan kepada Allah dalam menjalankan pekerjaan tersebut!"

Pemuda itu tidak tahu tentang pekerjaan ayahnya yang telah meninggal. Ia pun segera pulang ke rumah untuk menanyakan hal tersebut kepada sang ibu.

Setibanya di rumah, pemuda itu menemui ibunya, lalu berkata, "Bu, tolong beri tahu kepadaku apa pekerjaan sepeninggal ayah dahulu?"

Sang ibu heran dengan pertanyaan anaknya yang tiba-tiba itu. Ia pun balik bertanya, "Apa urusanmu hingga ingin mengetahui pekerjaan ayahmu?" Ungkapan sang ibu itu menunjukkan bahwa ia enggan menjawab pertanyaan anaknya.

Baca selengkapnya »

Kejujuran Seorang Khalifah

Kota Andalusia, Spanyol, dikuasai oleh seorang khalifah yang jujur dan adil bernama Al-Manshur bin Abi Amir Al-Hajib. Dia memiliki rencana besar untuk membangun sebuah jembatan sebagai penghubung dua kota yang dipisahkan sebuah sungai.

Proyek itu dianggarkan empat puluh ribu dinar emas. Meskipun menelan biaya besar, khalifah melihat sisi manfaatnya yang lebih besar bagi kelancaran transportasi dan kegiatan perekonomian masyarakatnya.

Diharapkan proyek itu dapat terealisasi. Oleh karena itu, penguasa harus membeli sepetak tanah milik orang tua yang miskin karena pada tanah itulah akan dibangun fondasi untuk jembatan tersebut. Khalifah menyuruh petugas proyek untuk membeli tanah tersebut dengan harga 100 dinar.

Petugas proyek pun melaksanakan perintah tersebut. Ia menemui si pemilik tanah dan bertanya kepadanya, "Berapa akan kaujual tanahmu ini?"

Orang tua miskin itu menjawab, "Lima dinar!"

Baca selengkapnya »

Menawar agar Lebih Mahal

Ahmad bin Hanbal meriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah sedang duduk di masjid bersama para sahabatnya. Beliau bersabda, "Sebentar lagi seorang lelaki dengan wajah bercahaya akan datang. Dia adalah salah seorang dari orang-orang terbaik dari Yaman, dan ada tanda malaikat di dahinya."

Tak lama kemudian, orang tersebut datang kepada Rasulullah saw dan menyatakan keislamannya. Ia adalah Jarir bin Abdullah Al-Bajali. (HR Muslim)

Tanda-tanda kemuliaan sahabat nabi, Jarir bin Abdullah Al-Bajali, telah diberitakan oleh Allah SWT ketika ia hendak menyatakan keislamannya. Ia adalah sosok sahabat yang menjunjung tinggi kejujuran dan selalu menepati janji.

Pernah suatu hari ia menyuruh budaknya untuk mencarikannya kuda terbaik. Akhirnya, budak itu menemukan kuda yang diinginkan majikannya. Ia pun bertanya kepada si penjual, "Berapa harga kuda ini?"

"Empat ratus dirham," jawab pedagang itu.

Baca selengkapnya »

Maha Melihat

Konon, semasa muda, Hasan Al-Basri adalah pemuda yang tampan dan kaya. Sayangnya ia suka menghambur-hamburkan waktunya untuk berfoya-foya. Suatu hari ia melihat kain sutra hijau yang sangat indah. Ia pun tertarik untuk membelinya sebagai hadiah bagi seorang gadis idamannya.

Kemudian dihampirinya pelayan toko kain tersebut dan bertanya, "Saya ingin membeli kain sutra hijau itu. Berapa harganya?"

Tak disangka, pelayan tersebut menjawab, "Saya tidak berani menjualnya!"

Tentu saja jawaban pelayan itu membuat Hasan Al-Basri keheranan, lalu ia berkata, "Jika kau tak ingin menjualnya, lantas untuk apa kaupajang kain itu?"

"Saya bukan pemilik toko ini. Saya hanya seorang pelayan yang dipercaya majikan untuk menjaga dagangannya," jelas pelayan tersebut.

Sambil bersungut, Hasan Al-Basri bertanya kembali, "Kapan majikanmu datang?"

Baca selengkapnya »

Barang Cacat yang Terjual

Syaqiq Al-Bakhli bercerita bahwa suatu ketika seorang pedagang jujur bernama Bisyr berdagang ke negeri Mesir dengan membawa 80 potong kain sutra. Barang dagangannya itu adalah titipan Abu Hanifah.

Sebelum keberangkatannya, Abu Hanifah memberi tahu bahwa ada satu potong kain yang cacat. Ia pun menunjukkan kain cacat itu dan berpesan agar hal ini diberitahukan kepada calon pembeli.

Bisyr pun beraksi menjualkan barang dagangannya. Begitu asyiknya melayani pembeli yang sangat banyak untuk membeli dagangannya, ia lupa memberitahukan cacat sepotong kain pada pembeli yang menawarnya. Akhirnya, seluruh barang terjual habis termasuk sepotong kain yang cacat tersebut.

Akhirnya, dia pulang dan memberikan semua hasil dagangan tersebut. Abu Hanifah pun menerimanya dengan sangat senang karena keuntungan yang didapatkan sangat besar di hari itu. Tidak lupa pula ia menanyakan perihal kain yang cacat kepada sahabatnya.

Baca selengkapnya »

Gelar Ash-Shiddiq untuk Abu Bakar r.a.

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. adalah sahabat setia Rasulullah saw yang senantiasa mendampingi beliau pada masa-masa pelik penyiaran Islam. la memiliki nama lengkap Abdullah bin Utsman bin Amir bin Ka'ab At-Taimi Al-Quraisy.

Sebelum memeluk Islam, ia bernama Abdul Kakbah dan ketika besar mendapat nama lain, yaitu Atiq, berasal dari nama lain Kakbah yang berarti Purba. Ada juga yang mengatakan Al-Atiq adalah gelar yang diberikan Rasulullah yang berarti 'yang dibebaskan'.

Alasannya pun beragam. Ada yang berpendapat karena Rasulullah pernah mengatakan kepadanya, "Anda adalah orang yang dibebaskan Allah dari api neraka!" Ada pula yang berpendapat bahwa gelar itu diberikan karena ketampanan wajahnya atau karena banyaknya hamba sahaya yang dimerdekakan olehnya.

Setelah memeluk Islam, Rasulullah saw memberi nama Abdullah. Kemudian menjadi Abu Bakar karena kepeloporannya sebagai orang yang pertama kali memeluk Islam, selain Khadijah r.a.

Baca selengkapnya »

Umar bin Khaththab Al-Faruq r.a

Umar bin Khaththab memiliki nama lengkap Umar bin Al-Khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza Al-Quraisy. Postur tubuhnya yang tinggi besar serta keberanian dan watak kerasnya membuat orang-orang memanggilnya dengan Abu Hafs atau anak singa. Sedangkan, Rasulullah saw memberinya gelar Al-Faruq yang berarti pembeda antara yang hak dan batil.

Pada peristiwa Perang Badar, kemenangan besar diraih oleh umat Islam. Pasukan Quraisy dibuat takluk oleh pasukan Islam, padahal jumlah pasukan mereka lebih besar tiga kali lipat daripada pasukan Islam. Akan tetapi, berkat pertolongan Allah SWT jumlah yang sedikit dapat mengalahkan jumlah yang banyak tersebut.

Sebagian besar pasukan Quraisy menjadi tahanan perang kaum muslimin. Rasulullah saw bermusyawarah dengan para sahabat tentang penanganan yang terbaik bagi para tawanan perang.

Abu Bakar r.a berpendapat agar para tawanan perang tersebut dibebaskan dengan sejumlah uang tebusan. Menurutnya hal itu akan menaikkan citra orang muslim di hadapan kaum musyrikin Quraisy. Ujarnya, "Dengan begitu, siapa tahu mereka akan tertarik untuk masuk Islam."

Baca selengkapnya »

Dipercaya karena Jujur

Shuhaib bin Sinan bin Malik lebih dikenal dengan nama Shuhaib Ar-Rumi. la turut hijrah bersama Rasulullah saw dan Abu Bakar r.a ke Medinah. Mereka berhijrah secara diam-diam karena orang-orang Quraisy tidak akan membiarkan Muhammad dan kaum muslimin meninggalkan kota Mekah.

Meskipun demikian, ternyata rencana mereka telah diketahui oleh para musuh Allah. Mereka pun mengatur sebuah perangkap untuk mencegah perjalanan ketiga orang mulia tersebut.

Atas izin Allah SWT, Rasulullah saw dan Abu Bakar r.a berhasil lolos dari jebakan mereka. Namun, tidak bagi Shuhaib. Ia tidak berhasil meloloskan diri dari kepungan orang-orang jahiliah tersebut.

Ketika orang-orang musyrik yang mengepungnya lengah, ia segera memacu untanya agar berlari kencang. Pemburu-pemburu Quraisy segera mengejarnya dan berhasil menghentikan Shuhaib di tengah-tengah padang pasir yang luas.

Baca selengkapnya »

Preman Masuk Islam

Luqman Hakim meriwayatkan bahwa suatu ketika seorang preman yang suka mencuri, berjudi, dan meminum minuman keras datang menemui Rasulullah saw. Ia bermaksud untuk bertobat sehingga Rasulullah mengajaknya pada Al-Islam.

Setelah ia mengucapkan dua kalimat syahadat, ia mengadu kepada Rasulullah saw, "Wahai Rasulullah, saya adalah orang yang banyak melakukan dosa. Bagaimanakah caranya agar aku bisa meninggalkan kebiasaan burukku?"

Rasulullah menjawab, "Berjanjilah untuk tidak berbohong!"

Syarat yang mudah, pikir preman tersebut, ia pun menyanggupinya.

Dalam perjalanan pulang, setiap kali ia hendak berbuat jahat selalu teringat pesan Rasulullah untuk tidak berbohong.

"Apa jawabanku jika Rasulullah bertanya tentang apa yang aku lakukan hari ini? Sanggupkah aku berbohong kepadanya?"

Pada kesempatan lain, godaan untuk berbuat jahat muncul kembali. Ia kembali teringat pesan Rasulullah. Ia bergumam, "Kalau aku berbohong kepada Rasulullah, berarti aku mengkhianati janjiku kepadanya. Jika aku berkata benar bahwa aku telah melakukan kejahatan, aku harus menerima hukuman sesuai dengan aturan Islam."

Baca selengkapnya »

Keistimewaan Ja'far Ath-Thayyar

Nama lengkapnya adalah Ja'far bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Ia memiliki gelar Abu Al-Masakin yang artinya bapak orang-orang miskin karena ia senang berdialog dengan mereka. Juga gelar Dzu Al-Janahain yang berarti pemilik dua sayap serta Ja'far Ath-Thayyar yang artinya orang yang dapat terbang.

Ia ikut hijrah ke Habsyi dan kemampuan berdiplomasinya ia gunakan untuk menangkal hasutan kaum musyrikin kepada Raja Habsyi yang bernama Negus.

Suatu saat, Rasulullah saw diberi tahu oleh Malaikat Jibril bahwa kelak ketika Ja'far berperang dan syahid, Allah telah menyediakan baginya dua sayap hijau yang terbungkus dengan intan dan yaqut untuknya di surga. Dia terbang dengan kedua sayapnya bersama malaikat.

Rasulullah saw bahagia mengetahuinya. Beliau pun bertanya kepada Ja'far, "Wahai Ja'far, putra Abu Thalib. Amalan apa yang kaulakukan sehingga Allah memuliakanmu?"

Baca selengkapnya »

Bukti Kejujuran

Lukman Al-Hakim adalah seorang sahabat berkulit hitam yang jujur. la adalah seorang penggembala yang selalu benar dalam berkata-kata, menunaikan amanat, dan meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.

Suatu ketika Lukman disuruh tuannya untuk memanen hasil kebun bersama budak lainnya. Namun, para budak itu melakukan perbuatan yang sangat tidak terpuji. Mereka tergiur untuk memakan semua hasil panen buah-buahan segar tersebut.

Ketika para budaknya kembali dengan tangan kosong, sang majikan berang dan menanyakan siapa yang telah menghabiskan hasil panennya itu. Para budak menuduh bahwa Lukmanlah pelakunya.

Mendengar tuduhan itu, Lukman berkata, "Sesungguhnya orang munafik itu tidak amanah di sisi Allah. Saya bisa membuktikan siapa sesungguhnya yang memakan buah-buahan itu."

Baca selengkapnya »

Islamnya Keluarga Yasir

Ammar hendak pergi menemui Rasulullah saw. Kemudian ayahnya, yang bernama Yasir dan saat itu belum memeluk Islam, menanyakan tentang kepergian anaknya itu. Anaknya pun menjawab akan menemui Rasulullah saw.

Setelah diketahui bahwa anaknya akan menemui Rasulullah, ia berkata, "Muhammad adalah orang yang dapat dipercaya. Seluruh penduduk Mekah mengakuinya. Jika dia menyatakan kenabiannya, tentulah ia berkata benar sebab tidak ada seorang pun yang pernah mendengarnya berbohong."

Hari demi hari, akhirnya keluarga Yasir pun menjadi pengikut Islam. Begitu pedih cobaan yang mereka hadapi. Setiap hari kedua orang tua Ammar disiksa tanpa rasa peri kemanusiaan oleh kaum musyrikin Quraisy.

Mereka berdua menjadi syuhada karena gugur dalam mempertahankan agamanya. Sang Ibu, Sumayyah, adalah wanita pertama yang mati syahid di jalan Allah SWT.

Islamnya Orang Yahudi

Abdullah bin Salam adalah seorang Yahudi yang tinggal di Medinah. Dia pernah berkata, "Ketika Rasulullah saw memasuki kota Medinah Al-Munawwarah, aku mengamati wajahnya dengan sungguh-sungguh dan setelah itu aku langsung mengucapkan syahadat. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasullah."

Orang-orang Yahudi bertanya kepadaku, "Apa yang mendorongmu menyatakan ke-lslam-anmu itu, wahai Bin Salam?"

Aku menjawab kepada mereka, "Demi Allah yang tiada Tuhan kecuali Dia, sungguh wajah itu bukan wajah seorang pendusta."

Firasat Orang Shiddiq

Seorang pemuda Yahudi yang sangat tampan masuk ke dalam masjid dengan sikapnya yang sangat hormat. Pemuda itu berpakaian indah, memakai wangi-wangian yang harum, budi dan tutur katanya pun sopan. Semua orang yang berada di masjid mengira ia adalah orang Islam, padahal sebenarnya ia Yahudi yang belum memeluk Islam.

Syekh Ibrahim Al-Khawwash yang sedang berada di dalam masjid berkata kepada sahabat-sahabatnya, "Pemuda itu adalah seorang Yahudi."

Para sahabat kurang setuju dengan perkataan Syekh Ibrahim. Mereka menganggap pemuda itu adalah jemaah masjid yang hendak shalat. Pemuda itu mengetahui bahwa mereka sedang membicarakannya.

Seusai shalat, pemuda itu menunggu Syekh Ibrahim hingga pulang keluar dari masjid. Ketika dilihatnya Syekh Ibrahim telah keluar dari pintu masjid, pemuda Yahudi itu pun mendekati para sahabat Syekh Ibrahim dan bertanya, "Apa kata Syekh Ibrahim tentang diriku?"

Baca selengkapnya »

Tidak Takut Dikatakan Bodoh

Imam Malik adalah sosok alim ulama yang rendah hati. Meskipun ia selalu belajar dan menimba ilmu dari 900 orang guru, ia tidak pernah merasa dirinya paling pintar. Imam Malik berkata, "Sering kali aku tidak tidur semalam suntuk untuk memikirkan jawaban atas permasalahan yang diajukan kepadaku."

Suatu hari salah seorang muridnya datang dari suatu daerah yang jauh. Masyarakat tempat ia tinggal memiliki masalah penting yang belum terselesaikan. Sang murid bermaksud untuk menanyakan hal tersebut kepada gurunya, Imam Malik.

Akan tetapi, Imam Malik tidak bisa memberikan jawaban kepadanya karena memang beliau tidak tahu jawaban atas permasalahan tersebut. Dengan sejujurnya, beliau berkata, "Aku tidak tahu."

Tentu saja sang murid menjadi kecewa. Lalu, ia berkata, "Apakah aku harus mengatakan kepada orang-orang bahwa Imam Malik tidak tahu?"

"Ya!" Jawab Imam Malik, "Katakanlah kepada kaummu bahwa aku tidak tahu!"

Baca selengkapnya »

Kisah Tsabit bin Ibrahim

Tersebutlah seorang lelaki saleh bernama Tsabit bin Ibrahim. Ketika itu ia sedang melakukan perjalanan di pinggiran kota Kufah. Matahari bersinar sangat terik. Cuaca panas membuat kerongkongan kering sehingga haus pun menyerang.

Tanpa sengaja ia melihat sebuah apel ranum berwarna merah menyala tergeletak di hadapannya. Tanpa pikir panjang, ia segera mengambil dan menikmati buah merah tersebut untuk menghalau dahaganya.

Belum habis buah itu di tangannya, ia segera tersadar bahwa apel itu bukan miliknya, "Astasfirullah, aku memakan yang bukan hakku. Siapakah pemilik apel ini?" gumam Tsabit.

Perasaan gelisah menghantuinya. Dicarinya pohon apel yang tumbuh di sekitar. Ia sangat berharap agar si pemilik apel mau merelakan apel yang ada di tangannya itu untuk dimakan.

Baca selengkapnya »

Hadiah Kejujuran

Tersebutlah seorang saleh bernama Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baihaqi. Ia terkenal akan kejujuran dan sifat amanahnya.

Saat itu ia merasa sangat lapar. Padahal, ia tidak memiliki uang sepeser pun untuk membeli makanan. Ia pun tidak menemukan sesuatu yang halal untuk dimakan.

Tiba-tiba ia melihat sesuatu yang menarik pandangannya. Sebuah kantong yang terbuat dari sutra tergeletak begitu saja di tengah jalan. Ia pun memungutnya dan membawanya pulang ke rumah.

Ketika kantong itu ia buka, isinya adalah kalung permata yang sangat indah. Melihat isi kantong itu ia sangat terkejut karena baru pertama kali melihat perhiasan begitu indahnya. Namun, imannya menyuruh untuk mencari pemiliknya agar bisa dikembalikan kalung tersebut kepadanya.

Baca selengkapnya »

Ulah Burung Beo

Tersebutlah seorang raja bernama Iskandar Zulkarnain. Ia adalah raja yang gagah perkasa dan berwatak keras. Ia memiliki rahasia yang hanya diketahui oleh dirinya dan istrinya.

Rahasia itu adalah ia memiliki tanduk di kepalanya seperti sapi, tetapi selalu tertutupi oleh mahkotanya. Karena itulah ia dijuluki Zulkarnain yang artinya memiliki dua tanduk.

Pada suatu hari Raja Zulkarnain dan para pengawalnya sedang berburu ke dalam hutan. Sang Raja memisahkan diri dari yang lainnya karena kepalanya terasa gatal sekali. Dia harus mencari tempat sepi agar rahasianya tidak diketahui orang lain ketika ia menggaruk kepalanya.

Setelah yakin tidak ada yang melihat, sang raja membuka mahkotanya. Digaruklah bagian kepalanya yang gatal dengan saksama. Begitu asyiknya, hingga ia tidak menyadari bahwa ada seorang tukang kayu yang sedang memerhatikannya. Tukang kayu tersebut terpekik kaget melihat tanduk di kepala sang raja. Pekikan kaget tukang kayu terdengar oleh raja.

Baca selengkapnya »

Bebas dari Hukuman Berkat Orang Tua Jujur

Rib'i bin Hirasy adalah seorang tabiin yang dikenal tidak pernah berdusta. Suatu hari dua putranya tiba dari Khurasan berkumpul dengannya. Mereka berdua adalah pemberontak pada masa pemerintahan Gubernur Al-Hajjaj. Sedangkan, Al-Hajjaj adalah seorang pemimpin bertangan besi yang menghendaki anak-anak Rib'i itu ditangkap.

Seorang mata-mata memberi kabar kepada Al-Hajjaj. Katanya, "Wahai pimpinanku, masyarakat seluruhnya menganggap Rib'i bin Hirasy tidak pernah berdusta selamanya. Sementara itu, saat ini kedua anaknya yang pemberontak dari Khurasan berkumpul dengannya."

"Baiklah," kata Al-Hajjaj, "bawalah ayah mereka ke sini!" perintahnya.
Rib'i mengetahui bahwa anaknya adalah buronan pemerintah karena pemberontakannya. Namun, ia tidak tahu alasan sang gubernur memanggilnya.

Dalam benak Al-Hajjaj sendiri menyangsikan akan kejujuran Rib'i, "Akankah seorang ayah berkata jujur saat mengetahui anaknya dalam bahaya? Seorang ayah tidak akan memberitahukan keberadaan anaknya demi keselamatan mereka," pikir Al-Hajjaj.

Baca selengkapnya »

Mengalahkan Perampok dengan Kejujuran

Abdul Qadir Al-Jaelani yang memiliki nama lengkap Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Shalih Al-Hasani Al-Husaini adalah seorang ulama besar yang sederhana dan rendah hati. Ia dikenal sebagai pendiri Tarekat Qadariyah. Namanya juga dikenal dalam lingkungan tasawuf.

Sebuah kisah menggambarkan tentang dirinya. Kala itu ia hendak berangkat dari kota Mekah menuju Baghdad untuk menuntut ilmu. Ibunya memberinya perbekalan uang sejumlah empat puluh dinar dan berpesan agar selama perjalanan tidak berkata bohong.

Di tengah perjalanan, ia dihadang oleh gerombolan perampok, tepatnya di daerah Hamadah. Mereka merampas harta dan perbekalan kafilah yang kebetulan lewat jalan itu juga. Salah seorang perampok yang beringas menghampiri Abdul Qadir dan menodongnya, "Apa yang kaubawa?!"
Tanpa berbohong, sesuai amanah sang ibu, ia menjawab, "Empat puluh dinar."

Digeledahlah pakaian dan tas bawaan Abdul Qadir. Karena tidak menemukannya, perampok itu menghardiknya, "Di mana kau letakkan uang itu?!"

Baca selengkapnya »

Kisah Seguci Emas

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw bersabda tentang suatu kisah.

Suatu hari seorang laki-laki membeli sebidang tanah kepada seseorang. Ternyata di dalam tanahnya terdapat seguci emas. Lalu, berkatalah orang yang membeli tanah itu kepada sang penjual tanah, "Ambillah emasmu, sebetulnya aku hanya membeli tanah darimu, bukan membeli emas."

Si penjual tanah berkata kepadanya, "Saya menjual tanah kepadamu berikut isinya."

Dikarenakan tidak mencapai kata mufakat, akhirnya keduanya menemui seseorang untuk menjadi hakim. Kemudian berkatalah orang yang diangkat sebagai hakim itu, "Apakah kamu berdua mempunyai anak?"
Salah satu dari mereka berkata, "Saya punya seorang anak laki-laki."

Yang lain berkata, "Saya punya seorang anak perempuan."

Kata sang hakim, "Nikahkanlah mereka berdua dan berilah mereka belanja dari harta ini serta bersedekahlah kalian berdua."

Rasulullah saw bersabda, "Rahmat Allah atas orang-orong yang berbaik hati ketika ia menjual dan membeli serta ketika dia membuat keputusan." (HR Bukhari)

Kejujuran Bilal bin Rabah r.a.

Suatu ketika dua orang hamba sahaya yang dimulia-kan Allah SWT hendak meminang seorang putri dari kalangan bangsa Quraisy yang terhormat. Mereka adalah Bilal bin Rabah r.a dan Shuhaib Ar-Rumi r.a.

Bilal bertindak sebagai juru bicara dan mengajukan pinangan kepada keluarga wanita tersebut agar bersedia mem'kah dengan sahabatnya, Shuhaib. Salah seorang dari keluarga tersebut bertanya, "Siapakah gerangan kalian berdua ini?"

Bilal menjawab, "Saya adalah Bilal dan ini saudara saya, Shuhaib. Kalian tentu telah mengetahui keberadaan kami. Dahulu kami adalah para budak yang kemudian dimerdekakan oleh Allah SWT. Kami juga dahulu adalah orang-orang tersesat, lalu diberi hidayah oleh Allah SWT. Kami dulunya fakir, lalu dijadikan kaya oleh-Nya. Kini kami menginginkan putri Anda untuk dijodohkan dengan saudaraku. Jika kalian menerimanya, segala puji bagi Allah SWT. Dan jika kalian menolak, Allah Dzat Yang Maha besar."

Sebenarnya Shuhaib khawatir ketika Bilal mengungkap jati diri mereka yang dahulunya hanyalah hamba sahaya. Apalagi setelah itu Shuhaib melihat para anggota keluarga wanita tersebut saling memandang satu sama lain.

Baca selengkapnya »

Kesaksian Iblis

Suatu ketika Iblis menerima perintah dari Allah SWT untuk menghadap Rasulullah saw dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan beliau. Kemudian Iblis mengubah wujudnya menjadi seorang lelaki tua yang bersih dan rapi sambil membawa tongkat.

Rasulullah saw yang menerima kedatangannya bertanya, "Siapa kau?"

"Aku Iblis," jawab Iblis.

"Ada urusan apa kau datang kemari?" tanya Rasulullah.

"Allah yang memerintahkan kepadaku untuk menemuimu agar dapat menjawab semua pertanyaan darimu," jelas Iblis.

Rasulullah saw. lalu bertanya, "Hai Iblis! Siapa sajakah musuhmu dari umatku?"

Iblis menjawab, "Ada empat belas macam orang. Yaitu, engkau sendiri (Muhammad saw), pemimpin yang adil, orang kaya yang rendah hati, pedagang yang jujur, orang alim yang shalatnya khusyu', orang mukmin yang menasihati sahabatnya, orang mukmin yang menebarkan kasih sayang terhadap sesamanya, orang yang bertobat sampai akhir hayat, orang mukmin yang selalu dalam keadaan suci atau berwudhu, orang yang berhati-hati dari hal-hal yang dilarang, orang mukmin yang berakhlak mulia, orang mukmin yang berguna bagi masyarakat, penghafal Al-Qur'an, dan orang-orang yang gemar bertahajud di saat orang lain tertidur."

Beliau kembali bertanya, "Hai Iblis! Siapa sajakah yang menjadi sahabatmu?"

Baca selengkapnya »

Siasat Abu Bakar Ash-Shiddiq

Diriwayatkan melalui hadis Bukhari bahwa ketika itu Rasulullah saw sedang membonceng Abu Bakar r.a di atas unta kendaraannya. Di tengah perjalanan, mereka dicegat oleh seseorang.

Orang itu mengenal Abu Bakar r.a, tetapi tidak mengenal Rasulullah saw. Melihat Abu Bakar r.a sedang bersama seseorang, orang tersebut bertanya kepada Abu Bakar r.a, "Siapakah dia?"

Kondisi saat itu tidak memungkinkan untuk memberi tahu dengan jujur bahwa yang sedang bersamanya adalah Rasulullah saw. Jika musuh-musuh Allah tahu keberadaan beliau, mereka tidak segan-segan untuk menyakiti, bahkan membunuhnya. Demi keselamatan Rasulullah, Abu Bakar r.a menjawab, "Dia hanyalah seorang penunjuk jalanku."

"Oh, penunjuk jalan," ujar orang itu sambil berlalu.

Orang itu memahami arti penunjuk jalan adalah orang yang bertugas untuk menunjuki arah perjalanan hingga sampai ke tujuan, seperti guide. Padahal, yang dimaksud Abu Bakar r.a. adalah penunjuk jalan kebenaran bagi hidupnya.

Rasulullah saw tidak menegur Abu Bakar dalam peristiwa ini karena perbuatan Abu Bakar itu untuk menyelamatkan beliau dari kejaran musuh-musuhnya.

Menyelamatkan Seorang Mukmin dari Kejaran Musuh

Suatu ketika seorang muslim dikejar sekelompok orang Yahudi yang hendak membunuhnya. Ia berlari menuju Rasulullah yang sedang duduk dan berkata, "Wahai Rasulullah, lindungilah aku! Mereka ingin membunuhku, padahal aku tidak bersalah!" Kemudian orang tersebut bersembunyi untuk menyelamatkan diri.

Tidak lama kemudian sekelompok orang bersenjata berteriak-teriak dengan marah mendatangi Rasulullah karena kehilangan jejak incarannya, "Apakah kamu melihat seseorang lewat sini?" tanya mereka.

Rasulullah berdiri dari duduknya dan berkata, "Sejak saya berdiri di sini dari tadi, saya tidak melihat orang lewat sini." Sekelompok orang bersenjata itu pun membubarkan diri.

Pengintaian Pasukan Musuh

Ketika akan Perang Badar, Rasulullah saw dan Abu Bakar r.a keluar dari persembunyian untuk mengintai.

Di tengah perjalanan, keduanya bertemu lelaki tua yang diperkirakan memiliki informasi tentang kondisi pasukan Quraisy. Kemudian Rasulullah saw menyapanya dan bertanya tentang kondisi pasukan Quraisy serta pasukan Islam agar lelaki tua tersebut tidak curiga kalau mereka adalah bagian dari pasukan Islam.

Akan tetapi, lelaki tua itu tidak mau memberikan informasi kecuali dengan satu syarat. Ia berkata, "Saya tidak akan memberi tahu kalian sebelum kalian memberitahukan siapa dan dari mana kalian datang?"

Rasulullah saw menawarkan kesepakatan, "Beri tahu kami terlebih dahulu maka akan kami beritahukan keadaan kami!"

Lelaki tua itu pun setuju. Ia beritahukan semua informasi tentang pasukan Ouraisy dan Islam kepada Rasulullah saw. Ia mengatakan bahwa pasukan Quraisy telah mengetahui kedatangan Muhammad dan para sahabatnya.

Baca selengkapnya »

Mengecoh Abu Lahab

Rasulullah saw dakwah pertama kali secara terang-terangan di Bukit Shafa, sedangkan Abu Lahab adalah orang yang pertama kali menentang kehadiran Islam dengan keras. Namun, sikapnya melunak sepeninggal Abu Thalib.

Sebagai putra pertama Abdul Muthalib, ia harus menjaga kehormatan Bani Hasyim dan Bani Muthalib untuk menjaga status sosialnya di masyarakat. Ia juga mengincar posisi pemimpin Bani Hasyim dan Bani Muthalib yang dulu dipegang oleh Abu Thalib.

Caranya adalah mencuri simpati orang-orang berpengaruh di kedua kabilah tersebut dengan menjadi pelindung Muhammad, sebagaimana yang Abu Thalib lakukan dulu.

Abu Lahab mendatangi Muhammad dan berkata, "Hai Muhammad, Teruskanlah dakwahmu. Apa pun yang kau-lakukan semasa Abu Thalib masih hidup, bisa kaulakukan sekarang. Demi Latta, tidak ada seorang pun yang bisa menyakitimu selama aku masih hidup."

Baca selengkapnya »

Janji Adalah Utang

Barangsiapa yang berkata kepada seorang anak kecil, "Kemari! Aku akan memberimu sesuatu." Lalu, ia tidak memberikannya maka ia telah melakukan satu kebohongan! (HR Ahmad)

Dalam hadis riwayat Abu Daud, Abdullah bin Amir mengisahkan bahwa pernah suatu hari seorang ibu memanggil anaknya yang tengah bermain. "Kemari sayang, Ibu akan memberimu sesuatu!" kata sang ibu.

Melihat kejadian tersebut, Rasulullah saw. menghampiri ibu itu dan bertanya, "Apa yang akan kauberikan kepadanya?"

Sang ibu menjawab, "Sebuah kurma, wahai Rasulullah."

Rasulullah saw tersenyum mendengar jawaban sang ibu. Lalu, Rasulullah saw bersabda, "Seandainya kau tidak jadi memberinya sesuatu, akan tercatat sebagai dusta atasmu."

Asma' Putri Abu Bakar Ash-Shiddiq

Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah wanita muhajirah yang ikut andil ketika Rasulullah saw. dan ayahnya hijrah ke Yatsrib. Ia terkenal dengan julukan 'Wanita Pemilik Dua Ikat Pinggang' karena ketika mengantarkan perbekalan untuk Rasulullah saw dan ayahnya di Gua Tsur, ia membelah ikat pinggangnya menjadi dua. Satu untuk mengikat perbekalan, sedangkan yang lainnya untuk mengikat qirbah (tempat minum).

Setelah keberangkatan ayahnya berhijrah, kakeknya, Abu Quhafah, datang kepadanya untuk menghibur karena ditinggal hijrah oleh Abu Bakar, "Hai Asma'. Demi Allah. Abu Bakar telah menyusahkanmu dengan harta dan jiwamu!" ujar Abu Quhafah yang tunanetra.

"Tidak, Kek, Ayah telah meninggalkan harta yang banyak buat kita," jawab Asma'. Lalu, ia mengambil kerikil dan memasukkanya ke dalam kantong, kemudian ia letakkan di lubang tempat ayahnya biasa menyimpan harta.
Asma' meraih tangan kakeknya dan berkata, "Taruhlah tanganmu ke atas kantong ini, Kek."

Setelah memegang kantong tersebut, kakeknya berkata, "Tidak apa-apa jika Abu Bakar meninggalkan harta sebanyak ini. Itu sangat bagus. Dengan demikian, engkau dapat menggunakannya untuk keperluan hidupmu."

Padahal, sebenarnya Abu Bakar tidak meninggalkan harta untuk keluarganya. Asma' berbuat demikian untuk menenangkan kakeknya yang kebingungan memikirkan dirinya karena ditinggal hijrah oleh ayahnya.

Pengangkatan Putra Mahkota

Yazid bin Muawiyah memohon kepada ayahnya agar ia diangkat menjadi khalifah berikutnya. Permohonan itu dikabulkan Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia pun mengangkat putranya sebagai putra mahkota dan mendudukkan Yazid dalam sebuah Kubah.

Orang-orang bergiliran mengucapkan selamat kepada Muawiyah dan memberi hormat kepada Yazid, sambil berkata, "Jika Tuan tidak melakukan hal ini, niscaya Tuan menyia-nyiakan urusan kaum muslim."

Semua kata sanjungan dan penghormatan mengalir untuk Yazid dan Muawiyah. Namun, ada seorang ulama yang hanya duduk diam, padahal ada di antara mereka.

Ulama itu bernama Al-Ahnaf r.a. Kemudian Muawiyah mendekatinya dan bertanya, "Hai, Abu Bakr (nama keluarga Al-Ahnaf r.a) ! Mengapa kau tidak melakukan seperti yang orang-orang lakukan?"

Baca selengkapnya »

Berbohong karena Terpaksa

Keluarga Yasir termasuk orang-orang yang pertama kali memeluk Islam sejak kedatangannya. Sang ayah, Yasir, berdomisili di Mekah dan bersekutu dengan Bani Makhzum.

Ketika itu Bani Makhzum menikahkannya dengan seorang budak wanita bernama Sumayyah. Dari perkawinan mereka lahirlah Ammar bin Yasir dan Abdullah bin Yasir.

Keteguhan hati mereka dalam mempertahankan Islam menyeretnya pada siksaan bertubi-tubi dari Bani Makhzum musyrikin Quraisy. Mereka disiksa tanpa rasa peri kemanusiaan.

Ammar bin Yasir yang mengajak seluruh keluarganya masuk Islam dipaksa untuk menyaksikan kekejian mereka terhadap kedua orang tuanya dan saudaranya, Abdullah. Mereka memaksanya untuk mengakui Latta dan Uzza jika ingin keluarga yang ia sayangi selamat dari siksaan kejam mereka.

Baca selengkapnya »

Kisah Nabi Ibrahim s.a dan Siti Sarah

Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Ibrahim a.s tidak pernah berbohong kecuali tiga kali. Pertama, perkataannya ketika diajak untuk beribadah kepada berhala tuhan mereka dan Ibrahim a.s menjawab, 'Sesungguhnya aku sakit'. Kedua, perkataannya, 'Sebenarnya patung besar itutah yang melakukannya'. Ketiga, perkataannya tentang Sarah, 'Sesungguhnya dia saudariku'." (HR Bukhari)

Berikut ini adalah kisah pertemuan antara Nabi Ibrahim a.s dan Sarah yang melatarbelakangi Rasulullah mengucapkan sabdanya tersebut.

Suatu hari Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Luth a.s pergi ke wilayah Syam. Mereka bertemu dengan paman Nabi Ibrahim. la memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Sarah. Ibrahim a.s pun berkata, "Belum ada wanita cantik yang memiliki kecantikan seperti Hawa hingga saat ini selain Sarah."

Perkataan Ibrahim a.s tersebut bukan saja melihat kecantikan Sarah secara lahiriah, melainkan juga kesalehan yang tampak pada diri Sarah. Akhirnya, Ibrahim a.s pun menikahinya dan mereka menjalani kehidupan rumah tangga dengan harmonis.

Baca selengkapnya »

Pengorbanan Seorang Nabiyullah

Nabi Ibrahim a.s adalah seorang utusan Allah SWT yang taat dan hanif. Berkali-kali ia diuji oleh Allah SWT dengan cobaan yang tiada seorang pun sanggup melaluinya. Namun, ia membuktikan bahwa kecintaannya kepada Allah SWT di atas segalanya hingga dia berhasil menjalani ujian demi ujian dengan gemilang.

Ujian berat pertama yang harus dilalui Ibrahim a.s adalah ketika anak yang sudah lama ia dambakan harus berpisah dengannya. Bayi mungil itu bernama Ismail. Ia lahir dari istri Ibrahim a.s yang bernama Siti Hajar r.a.

Belum lama Ibrahim a.s menikmati status barunya sebagai ayah, ia menerima perintah dari Allah SWT untuk membawa putranya yang masih merah bersama Siti Hajar ke sebuah tempat yang sama sekali belum diketahuinya.

Padahal, saat itu ia sedang merasakan masa-masa bahagia menimang Ismail mungil. Akan tetapi, tidak ada pilihan lain bagi Ibrahim a.s selain menaati perintah-Nya. Diajaklah Siti Hajar r.a dan Ismail dalam buaiannya menuju tempat yang diperintahkan. Sebuah awan besar mengiringi perjalalanan mereka.

Baca selengkapnya »

Ketaatan Anak Saleh

Ismail a.s tumbuh menjadi remaja yang tampan. Di usianya yang masih belia, tampak kelembutan hati dan kebijaksanaan terpancar dari wajahnya. Saat-saat bahagia ia rasakan ketika Allah SWT mempertemukan kembali dengan ayahnya yang telah terpisah selama bertahun-tahun.

Meskipun sebenarnya hal itu bukan kehendak sang ayah untuk meninggalkan Ismail bayi dan sang istri di sebuah padang gersang dan tandus di masa lampau. Justru pada saat itu hati Ibrahim a.s sedang terpaut cinta yang dalam kepada putra semata wayangnya tersebut.

Kini ayah dan anak dipersatukan kembali oleh Allah. Ismail a.s merasakan kembali curahan cinta dan kasih sayang seorang ayah. Akan tetapi, belum lama mereka melepas rindu dan kasih sayang, Allah SWT menurunkan perintah selanjutnya.

Ibrahim a.s bermimpi menyembelih putra semata wayangnya yang begitu ia cintai. Tentu saja mimpi itu membuatnya bimbang karena ayah mana yang tega membunuh putra tercintanya. Benarkah mimpi itu datang dari Allah SWT atau hanyalah tipu daya setan terkutuk?

Baca selengkapnya »

Sebuah Penantian yang Panjang

Sebelum Muhammad diutus menjadi rasul, beliau mengadakan transaksi dengan seseorang yang bernama Abdullah bin Abi Khansa. Pada transaksi itu ternyata ada sisa barang yang harus Abdullah kembalikan kepada Muhammad. Akhirnya, mereka menyepakati untuk bertemu di sebuah tempat pada waktu yang telah ditentukan.

Malang bagi Muhammad, ternyata Abdullah lupa akan janji tersebut. Ia baru ingat keesokan harinya dan ia merasa tidak perlu bertemu Muhammad saat itu karena pikirnya, Muhammad pasti sudah kembali pulang.

Ia berpikir akan langsung ke rumah Muhammad untuk mengantar barang sekaligus meminta maaf akan kekhilafannya. Ia pun berencana pergi keesokan harinya.

Dua hari berlalu dari hari yang telah disepakati, Abdullah berangkat dari rumahnya menuju kediaman Muhammad. Untuk mencapai rumah Muhammad, ia melewati jalan yang dijadikan tempat pertemuan antara dia dan Muhammad dua hari yang lalu.

Baca selengkapnya »

Penjaga Malam

Imam Baihaqi meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. hendak bermalam di sebuah tempat sepulangnya dari peperangan. Beliau dan pasukannya mendirikan perkemahan di sana. Ammar bin Yasir r.a dari kaum Muhajirin dan Abbad bin Bashir r.a dari golongan Anshar menawarkan diri untuk menjaga kemah Rasulullah saw.

Mereka pun berjaga di puncak bukit yang kemungkinan akan dilalui oleh musuh. Abbad r.a berkata kepada Ammar r.a, "Bagaimana kalau kita berjaga secara bergiliran? Sekarang aku yang berjaga dan kamu boleh tidur. Berikutnya giliran kamu yang berjaga dan aku yang tidur."

Ammar r.a menyetujuinya, lalu merebahkan diri dan langsung terlelap dengan nyenyaknya. Sambil berjaga, Abbad r.a melaksanakan shalat. Tiba-tiba sebatang anak panah musuh menancap di tubuhnya. Disusul dengan dua anak panah berikutnya.

Ia pun segera menyelesaikan shalatnya, lalu mencabut ketiga anak panah tersebut. Setelah itu, ia membangunkan sahabatnya yang tertidur, "Hai, Ammar! Bangunlah, ada musuh!"

Baca selengkapnya »

Kehormatan Menunaikan Amanah

Pada masa jahiliah hiduplah seorang penyair bernama Umru'ul Qais keturunan kerajaan Kindah yang memiliki julukan Penyair Emas. Syair-syairnya sangat tajam mengkritik pemerintahan baru Kerajaan Kindah yang zalim. Ia pun berencana pergi ke Romawi untuk meminta bantuan dan perlindungan dari kezaliman Raja Kindah.

Sebelum berangkat, ia menitipkan tameng, persenjataan, dan barang-barang berharga lain yang nilainya sangat besar kepada Samuel sesama penyair. Qais berpesan agar jika terjadi sesuatu padanya, barang-barang tersebut hanya boleh diserahkan kepada ahli warisnya.

Konon dalam perjalanannya, Qais dibunuh oleh utusan Raja Kindah dengan cara diracun hingga nyawanya pun berakhir. Kemudian Raja Kindah menyuruh pengawalnya untuk mengambil barang-barang milik Qais dari tangan Samuel.

Akan tetapi, Samuel tidak mengizinkannya karena sudah mendapat amanah dari Qais. Segala upaya digencarkan para pengawal Raja Kindah agar barang-barang milik Qais diserahkan, mulai dari membujuk, menjanjikan imbalan, sampai mengancam. Namun, upaya tersebut tidak membuat Samuel melanggar janji dan mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadanya.

Baca selengkapnya »

Mewakafkan Kebun karena Lalai

Di dalam kebun yang rindang, Abu Thalhah r.a menundukkan dirinya dalam kekhusyu'an shalat kepada Allah SWT. Tanpa ia sadari, kekhusyu'annya terusik oleh seekor burung indah yang bermain di antara rerimbunan pepohonan.

Matanya mengikuti gerakan burung tersebut yang melompat-lompat dari satu ranting ke ranting lainnya. Akhirnya, ia pun lupa akan jumlah rakaat shalat yang telah dijalaninya.

Penyesalan luar biasa menyergap dirinya. Setelah menyelesaikan shalat, Abu Thalhah r.a bergegas menemui Rasulullah saw dan menyatakan penyesalannya, "Wahai Rasulullah, aku telah tertimpa musibah karena kebunku ini. Oleh karena itu, kebun ini kuserahkan kepada Allah. Atau, jika kau menghendaki, gunakanlah sesuai keinginanmu"

Mendahulukan Allah SWT

Ibnu Abbas r.a menceritakan keadaan para sahabat yang disibukkan dengan pekerjaan dan perdagangannya. Tatkala azan berkumandang, mereka langsung meninggalkan pekerjaan dan perdagangannya, kemudian berduyun-duyun menuju masjid untuk shalat berjamaah.

Begitu pula yang disaksikan oleh Abdullah bin Umar r.a ketika datang ke sebuah pasar. Ketika tiba waktu shalat berjemaah, para pedagang serentak menutup toko-toko mereka dan bersama-sama berjalan menuju masjid.

Abdullah bin Umar r.a berkata, "Mereka inilah yang diberitakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya, 'Orang yang tidak dilalaikan oteh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat).' " (QS. An-Nur [24]: 37)

Rasulullah saw memberitakan mereka dalam sabdanya, yang dikutip dari kitab Durul Mantsur karangan Allamah Jalaluddin Suyuti dari Fadhail 'Amal, Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandhalawi r.a, "Pada hari kiamat ketika Allah SWT mengumpulkan manusia pada suatu tempat, Aliah SWT akan mensajukan tiga pertanyaan. Pertanyaan pertama, "Siapakah yang memuji Allah pada waktu senang dan susah?" Maka sekumpulan manusia akan bangun, lalu masuk ke dalam surga tanpa hisab. Pertanyaan kedua, "Siapakah yang meninggalkan tempat tidurnya dan menghabiskan malamnya untuk mengingat Altah SWT dengan perasaan takut dan penuh harap?" Lalu, sekumpulan manusia akan berdiri dan masuk ke dalam surga tanpa hisab. Pertanyaan ketiga, "Siapakah yang perdagangannya tidak menghalanginya dari mengingat Allah?" Kemudian sekumpulan manusia pun akan bangun, lalu masuk surga tanpa hisab. Setelah ketiga kumpulan manusia itu masuk surga, barulah dimulai penghisaban atas manusia yang lainnya."

Majikan Zubair r.a.

Ketika Zubair r.a hendak bergabung dalam suatu peperangan, ia memanggil anaknya yang bernama Abdullah r.a. Ia berwasiat kepada putranya bahwa jika terjadi sesuatu padanya, hendaknya semua utangnya dilunasi oleh putranya itu.

Zubair r.a. berkata kepada Abdullah, putranya, "Wahai Anakku. Jika aku tidak kembali dari peperangan ini, selesaikanlah utang-utangku. Jika kau menemui kesulitan dalam melunasinya, mohonlah kepada majikanku agar melepasmu dari kesukaran."

"Siapakah majikan yang kaumaksud, Ayah?" tanya Abdullah r.a.

"Allah SWT," jawab sang ayah.

Sepeninggal ayahnya yang telah menjadi syuhada, Abdullah bin Zubair r.a. memeriksa buku keuangan ayahnya. Di dalamnya terdapat utang sebanyak dua juta dirham yang harus dilunasi. Hari demi hari berlalu, akhirnya semua utang ayahnya lunas sudah.

Baca selengkapnya »

Menjaga Kepercayaan Orang Lain

Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah saw masih berjaga di masjid. la dikunjungi oleh salah seorang istrinya yang bernama Shafiyyah. Ketika Rasulullah saw mengantarkan istrinya pulang ke rumah, mereka bertemu dengan dua orang sahabat di tengah perjalanan.

Rasulullah saw segera menghentikan langkah mereka dan berkata, "Ini istriku, Shafiyah," sambil membuka cadar (penutup wajah) istrinya. Beliau melakukan hal itu karena khawatir akan timbul prasangka bahwa beliau berjalan dengan wanita nonmahram sepulangnya dari masjid. Oleh karena itu, beliau menunjukkan jati diri wanita yang 'sedang berjalan bersamanya, yang pada saat itu adalah istrinya.

Kedua sahabat berkata, "Allah melarang kami berburuk sangka tentang engkau, wahai Rasulullah."

Rasulullah membenarkan perkataan sahabatnya dan menambahkan, "Berburuk sangka tentang diriku akan menyebabkan hilangnya iman dan masuk ke dalam neraka. Setan akan terus-menerus berputar dalam aliran darah seseorang."

Setan selalu mencari celah untuk menaburkan prasangka dan membesar-besarkannya hingga berakibat hilangnya kepercayaan seseorang terhadap yang lainnya. Oleh karena itu, Rasulullah saw mencegah terjadinya hal itu dengan mengungkap hal sebenarnya untuk menghentikan langkah setan menghancurkan hubungan sesama muslim.

Allah SWT sebagai Saksi

Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bercerita tentang dua orang Bani Israel yang meminjamkan uang sebesar 1.000 dinar kepada temannya. Uang sebesar itu bukanlah jumlah yang sedikit. Kemudian si pemberi utang meminta temannya yang akan ia pinjami uang untuk mendatangkan seorang saksi.

Ia berkata, "Datangkanlah beberapa saksi agar mereka menyaksikan utang piutang ini."

Temannya menjawab, "Cukuplah Allah sebagai saksi bagiku!"

Kemudian si pemberi utang meminta lagi, "Datangkanlah seseorang yang bisa menjamin utangmu!"

Temannya kembali menjawab, "Cukuplah Allah yang menjaminku!"

Pemberi utang pun berkata, "Engkau benar!"

Setelah itu, ia memberikan 1.000 dinar kepada temannya dan menetapkan waktu pengembaliannya. Semua didasarkan atas saling percaya karena mereka menjadikan Allah SWT sebagai saksi dan penjamin.

Kemudian teman yang berutang itu pun pergi berlayar untuk suatu keperluan. Waktu berlalu dan tibalah waktu pembayaran utang yang telah mereka sepakati. Teman yang berutang mencari kapal agar ia dapat kembali ke daerahnya untuk melunasi utangnya.

Baca selengkapnya »

Ketampanan Seorang Pemuda

Ahnaf bin Qais r.a didatangi oleh seorang pemuda dari Suku Thai. Pemuda itu memancarkan aura cahaya yang menyenangkan hati. Ketampanannya sangat beda dengan ketampanan para pemuda tampan pada umumnya. Semua orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan pesonanya, termasuk Ahnaf r.a.

Saat itu Ahnaf r.a menduga ketampanan pemuda itu karena ia rajin berolahraga dan selalu menjaga kesehatan kulitnya dengan biaya dan perawatan mahal. Namun, ia tidak begitu yakin sebelum bertanya langsung kepada orang tersebut. Kemudian Ahnaf r.a mendekati pemuda itu seraya bertanya, "Hai anak muda. Apa rahasiamu sehingga memiliki wajah yang tampan ini?"

"Resepnya ada empat," jawab pemuda itu cepat.

"Apakah itu?" tanya Ahnaf r.a. kembali.

"Pertama, apabila orang berbicara kepadaku, aku mendengarkannya dengan baik. Kedua, apabila berjanji, pasti kutepati. Ketiga, apabila diriku diperhitungkan orang maka aku relakan. Keempat, apabila aku dipercaya, aku tidak mau mengkhianatinya," jelas pemuda itu.

Sambil memikirkan jawaban pemuda tersebut, Ahnaf bin Qais r.a. bergumam, "Inilah pemuda yang tampan luar dalam."

Membela Hak Orang Lain

Suatu hari Abu Jahal membeli beberapa ekor unta dari seorang laki-laki kabilah Khais'am. Ia berjanji akan membayarnya sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati. Namun, ketika batas waktu pembayaran berakhir, Abu Jahal tidak juga membayar utang-utangnya.

Sang pedagang tidak kehabisan akal. Ia pergi ke Masjidil Haram untuk menemui petinggi-petinggi Quraisy di sana. Harapannya hanya satu, ada seseorang di antara mereka yang bersedia membantunya untuk menagih utang kepada Abu Jahal. Ia yakin Abu Jahal akan mendengar nasihat dari para petinggi Quraisy tersebut.

Ketika ia melihat para petinggi Quraisy sedang duduk-duduk dan saling bercengkerama di depan Masjidil Haram, tanpa buang waktu ia segera mendekati mereka. Kemudian ia tumpahkan permasalahan yang dihadapinya dengan harapan para petinggi Quraisy tersebut bersedia membantunya.

Memang orang-orang Quraisy itu mendengarkan curahan hati sang pedagang dengan saksama, tetapi bukannya memikirkan cara membantu sang pedagang, mereka malah melihat situasi ini sebagai kesempatan emas untuk 'mengerjai' Rasulullah saw. Mereka bermaksud mempertemukan Abu Jahal dengan Rasulullah saw agar Abu Jahal leluasa mempermalukan beliau di depan semua orang.

Baca selengkapnya »

Membela Hak Makhluk Allah

Di antara sifat amanah adalah memelihara hak-hak makhluk Allah, termasuk hewan. Rasulullah sangat membenci perlakuan yang semena-mena terhadap hewan.

Misalnya, ketika beliau melihat seseorang sedang mengecoh kudanya. Ia seolah-olah hendak memberi makan kepada kudanya agar kuda tersebut mau menuruti dan mengikutinya, padahal tidak ada makanan yang akan ia berikan pada kudanya. Beliau langsung menegur orang itu, "Janganlah menipu hewan! Jadilah orang yang dapat dipercaya bagi mereka!"

Begitu juga, ketika beliau mendapat laporan bahwa ada beberapa orang mengambil anak-anak burung dari sarangnya. Sementara itu, sang induk berputar-putar sambil terus bercicit di atas sarang dengan gelisah mengetahui anak-anaknya tidak ada di tempatnya.

Berita itu benar-benar membuat sedih Rasulullah. Beliau pun langsung memerintahkan agar anak-anak burung itu dikembalikan ke sarangnya dengan segera.

Baca selengkapnya »

Hak Berbicara untuk Menuntut Hak Miliknya

Suatu ketika seorang Baduy melihat Rasulullah saw bersama para sahabat keluar dari masjid. Ia langsung mencegah langkah Rasulullah saw sambil menarik kerah baju beliau dengan kasar seraya berteriak, "Hai Muhammad! Berikanlah hakku! Kembalikan untaku! Aku yakin kau tidak sanggup mengembalikannya meskipun kaugunakan kekayaanmu ditambah milik ayahmu!"

Melihat Rasulullah saw diperlakukan kasar sedemikian rupa, para sahabat marah dan hendak membalas perlakuan kasar tersebut. Namun, tanpa rasa tersinggung sedikit pun, beliau mencegah para sahabat menyakiti orang Baduy itu. Beliau bersabda, "Biarkanlah orang itu! Sesungguhnya dia memiliki hak berbicara untuk menuntut haknya!"

Kemudian beliau meminta kepada para sahabat, "Berikanlah kepadanya unta berumur sama dengan untanya yang aku pinjam!"

"Para sahabat menuruti perintah beliau dan bergegas mencari unta yang dimaksud Rasulullah saw. Ternyata para sahabat tidak menemukan unta tersebut, melainkan unta yang lebih dewasa umurnya.

Baca selengkapnya »

Jangan Memaksakan Kehendakmu, Amirul Mukminin!

Ketika masa pemerintahan khalifah Umar bin Khaththab r.a, Masjid Nabawi senantiasa disesakkan oleh jemaah kaum muslimin yang terus bertambah. Kemudian Umar r.a berniat untuk memperluas masjid tersebut agar bisa menampung kaum muslimin yang hendak beribadah di dalamnya.

Semua rumah di sekitar masjid telah dibelinya, kecuali rumah Abbas bin Abdul Muthalib r.a atau Abul Fadhal (ayahnya Fadhal, putra sulungnya). Amirul Mukminin pun menemuinya dan berkata, "Wahai Abul Fadhal, seperti yang kaulihat bahwa masjid sudah tidak cukup menampung jemaah yang akan shalat di dalamnya. Aku sudah memerintahkan untuk membeli tanah dan bangunan yang ada di sekitarnya untuk memperbesar bangunan masjid, kecuali rumahmu dan kamar-kamar Ummahatui Mu'minin (para istri nabi). Kami tidak mungkin membeli dan membongkar kamar-kamar Ummahatul Mu'minin. Oleh karena itu, aku meminta kepadamu agar kau mau menjual rumahmu berapa pun harga yang kau mau dari Baitul Mal."

Abbas r.a. menjawab singkat, "Tidak mau!"

Bukan Umar r.a namanya jika ia patah semangat. Ia pun menawarkan tiga pilihan bagi Abbas r.a,"Juallah rumahmu! Kau boleh meminta harga berapa pun dari Baitul Mal, aku akan membangunkanmu sebuah bangunan lain dari Baitul Mal, atau kamu berikan rumahmu sebagai harta sedekah kepada kaum muslimin!"

Abbas r.a tetap pada pendiriannya, "Aku tidak mau menerima semua itu!"

Baca selengkapnya »

Suami Zainab r.a, Abul Ash bin Rabi' r.a

Abul Ash bin Rabi' adalah seorang pemuda Mekah yang terkenal dengan kepribadiannya yang santun, cakap dalam berdagang, dan kaya-raya. Ia mempersunting Zainab, putri Muhammad dari Khadijah, untuk menjadi istrinya.

Saat itu Muhammad belum diangkat menjadi rasul. Muhammad dan Khadijah sangat bangga memiliki menantu yang baik seperti Abul Ash.
Ketika Muhammad diangkat menjadi rasul, Zainab menjadi bagian dari orang-orang yang pertama masuk Islam.

Akan tetapi, Abul Ash tetap teguh memegang keyakinannya yang lama. Ia tidak mau orang lain berpendapat bahwa keislamannya dikarenakan mengikuti jejak sang istri.

Mereka berdua adalah dua insan yang saling mencintai. Kaum musyrikin Quraisy berkali-kali menyuruh Abul Ash untuk menceraikan Zainab r.a. Dengan tegas, ia menolak permintaan itu mentah-mentah, "Demi Tuhan, aku tidak akan menceraikan istriku. Tidak ada wanita lain dari kaum Quraisy yang kucintai melebihi dia!"

Baca selengkapnya »

Keteguhan Menjaga Rahasia

Seorang wanita mendatangi Ahmad bin Al-Mahdi ketika ia bermalam di Bagdad. Ahmad bin Al-Mahdi bukanlah penduduk asli Bagdad. Sedangkan, wanita yang mendatanginya adalah seorang putri dari warga kota tersebut yang sedang dirundung masalah.

Ia akan menceritakan permasalahannya, tetapi Ahmad bin Al-Mahdi harus bersumpah agar merahasiakannya. Ahmad bin Al-Mahdi pun menyanggupinya.

Wanita itu bercerita bahwa ia telah hamil. Selama itu ia mengaku sebagai istri Ahmad dan bayi dalam kandungannya adalah darah daging Ahmad.

Dia memohon dengan sangat agar Ahmad bin Al-Mahdi mau menjaga rahasianya dengan berkata, "Simpanlah rahasiaku, semoga Allah menutupi rahasiamu seperti halnya engkau menutupi rahasiaku." Wanita itu pun segera pergi meninggalkannya.

Baca selengkapnya »

Wanita yang Menolak Pinangan Rasulullah

Wanita itu adalah Ummu Hani r.a. Nama sebenarnya adalah Fakhitah binti Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ia berasal dari kabilah Ouraisy dari keturunan Bani Hasyim. Ummu Hani r.a adalah saudara kandung Ali bin Abi Thalib r.a.

Sebelum Rasulullah saw menerima wahyu, beliau pernah meminang Ummu Hani melalui pamannya, Abu Thalib, yang juga ayah Ummu Hani. Sayangnya, sang ayah telah mengikat perjanjian dengan Habirah bin Abi Wahab yang telah meminang putrinya terlebih dahulu dan Ummu Hani pun menerima pinangan Habirah.

Ketika Islam makin berkembang, Ummu Hani menjadi pemeluk Islam. Namun, suaminya tetap bertahan dengan kekafirannya. Mereka pun berpisah dan Ummu Hani r.a hidup menjanda bersama anak-anaknya.
Kemudian Rasulullah saw meminang kembali Ummu Hani untuk kedua kalinya.

Namun, dengan halus Ummu Hani berkata, "Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai daripada pendengaran dan penglihatanku sendiri. Namun, hak suami sangatlah besar, hingga aku merasa takut apabila melayani suami, kemudian anak-anakku terlantar. Dan jika aku mengurusi anak-anak, aku khawatir hak-hak suamiku tidak bisa kupenuhi."

Baca selengkapnya »

Bersabarlah Putriku

Panji-panji terus makin berkobar seiring kemenangan demi kemenangan yang diraih kaum muslimin di seluruh Jazirah Arab hingga ke Persia dan Syria. Harta berlimpah dan beberapa orang tawanan menjadi milik kaum muslimin.

Sebaliknya, di sudut lain kota Medinah, sang putri Rasulullah tercinta, Fatimah r.a, berada dalam kepayahan. Tangannya melepuh, kulitnya mengelupas, dan sangat kasar karena terlalu keras melakukan pekerjaan rumah.

Melihat kondisi sang istri, Ali bin Abi Thalib r.a berkata kepadanya, "Wahai Fatimah, kau melakukan segala sesuatunya sendiri sampai hatiku merintih tak tega."

Ia memandangi wajah lelah istrinya dan melanjutkan, "Aku dengar ayahmu memperoleh tawanan dan harta rampasan yang melimpah. Bagaimana kalau kita ke rumah beliau dan meminta salah seorang tawanannya untuk kita jadikan pembantu?" usul Ali r.a.

Baca selengkapnya »

Mencintai karena Allah

Umar bin Abdul Aziz hidup dalam kemewahan dan kemegahan hidup bersama istrinya yang memiliki ayah seorang khalifah. Setiap hari Umar mengenakan jubah terindah dan pakaian terbaiknya dengan wewangian mahal hingga meninggalkan aroma harum di setiap jalan yang telah ia lalui. Berjam-jam ia menata rambutnya sampai-sampai terlambah shalat berjemaah. Apa pun yang ia mau dengan mudahnya ia dapatkan.

Hal ini sangat berkebalikan ketika ia terpilih menjadi khalifah meneruskan amanah sang mertua. Kehidupannya berubah seratus persen. Kemewahan yang begitu didambakan setiap orang, ia tinggalkan begitu saja. Sungguh tindakan yang sangat langka karena umumnya setiap orang mencari jabatan agar dapat hidup mewah dan bergelimang harta.

Keputusan ini ia sampaikan kepada istri tercintanya, Fatimah binti Abdul Malik. Bagaimanapun juga, kehidupan barunya akan melibatkan kehidupan istrinya yang lama dibuai kemewahan.

Umar berkata kepadanya, "Wahai Fatimah, masalah besar telah menimpaku. Aku diberi beban yang paling berat dan aku akan dimintai pertangungjawaban tentang manusia yang paling jauh serta yang paling dekat dari umat Muhammad saw.

Baca selengkapnya »

Keturunan Bersahaja

Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang ulama yang kaya dan dermawan. Suatu ketika seorang wanita sederhana datang mengadu kepadanya. la berpikir bahwa wanita tersebut akan meminta sedekah darinya, sebagaimana kebanyakan orang.

Namun, sebelumnya ia mendengarkan pengaduan wanita tersebut dengan saksama, "Tuan, saya adalah ibu rumah tangga yang telah ditinggal mati suami. Setiap hari saya bekerja siang hingga malam. Siang hari saya bekerja mengurus anak-anak dan rumah tangga, sedangkan malam hari saya merajut benang untuk dijual sebagai penghasilan kami. Namun, saya tidak memiliki sesuatu untuk membeli lampu sehingga saya biasa mengerjakannya di bawah sinar rembulan."

Mendengar cerita wanita tersebut, Imam Ahmad tergerak hatinya untuk menolong. Apalagi jika yang ia butuhkan hanya sebuah lampu. Namun, ternyata cerita itu belum selesai. Imam Ahmad mengurungkan niatnya untuk memberi sedekah demi mendengarkan kelanjutan cerita wanita tersebut.

Sambil menarik nafas, wanita itu mengadu kembali dengan wajah penuh kesedihan, "Hingga pada suatu ketika, kafilah milik pemerintah berkemah di depan rumah saya. Lampu-lampunya terang benderang karena banyak jumlahnya. Saya pun segera memanfaatkan cahaya tersebut untuk merajut. Akan tetapi, setelah pekerjaan saya selesai, saya bimbang, apakah rajutan itu jika dijual, hasilnya halal dimakan oleh saya dan anak-anak? Sebab saya menggunakan lampu yang minyaknya dibeli dari uang negara yang sudah barang tentu adalah uang rakyat juga."

Baca selengkapnya »

Penuhilah Hak Dirimu, Dia, dan Mereka

Dari Abu Juhaifah Wahab bin Andullah r.a menceritakan bahwa Nabi saw mempersaudarakan antara Salman r.a dan Abu Darda' r.a. Suatu hari Salman r.a mengunjungi Abu Darda' r.a dan ia melihat istri Abu Darda' r.a mengenakan pakaian yang sangat sederhana tanpa perhiasan sedikit pun.

Karena haru, Salman r.a. bertanya, "Mengapa keadaanmu seperti ini?"
la menjawab, "Saudaramu, Abu Darda' tidak mempunyai minat pada pesona dunia (perempuan)."

Lalu, datanglah Abu Darda' r.a untuk membuatkan makanan. Setelah itu, ia berkata kepada Salman r.a, "Makanlah, hari ini aku sedang berpuasa."

Salman r.a menjawab, "Aku tidak akan makan hingga engkau makan."

Ketika malam tiba, Abu Darda' r.a pergi untuk shalat dan berkata kepada Salman r.a, "Tidurlah!" Lalu, Salman r.a pun tidur.

Namun, tidak lama kemudian Salman r.a terbangun dan melihat saudaranya masih terjaga. la pun menyuruh Abu Darda' r.a untuk tidur. Akhirnya, mereka berdua pun tidur.

Baca selengkapnya »

Aku Hanya Ingin Berhias, Ayah

Idul Adha akan tiba. Setiap wanita tentu ingin berhias untuk menyambut hari raya tersebut. Termasuk Siti Zainab r.a, putri Ali bin Abi Thalib r.a. Saat itu ayahnya menjabat sebagai Amirul Mukminin. Zainab r.a. pun memberanikan diri untuk meminjam kalung berlian dari Baitul Mal.

Ia mendatangi Ali bin Abi Rafi', seorang sahabat Nabi saw yang bertanggung jawab atas Baitul Mal seraya berkata, "Wahai Ibnu Abi Rafi', pinjamilah aku kalung berlian agar aku dapat berhias di Hari Idul Adha dan aku akan mengembalikannya tiga hari kemudian!"

Mengingat peminjam adalah putri Amirul Mukminin, Abi Rafi' r.a pun meminjamkannya.

Ketika Ali bin Abi Thalib r.a mengetahui putrinya memakai kalung berlian, dia pun bertanya, "Dari mana kau dapatkan kalung berlian itu, Zainab?"
Siti Zainab r.a. menjawab, "Aku meminjamnya dari Ibnu Abi Rafi', Ayah. Aku akan mengembalikannya tiga hari kemudian."

Mendengar hal itu, Amirul Mukminin tampak geram segera memanggil Ali bin Abi Rafi' untuk menegur, "Hai Ibnu Abi Rafi'! Apakah kau mau mengkhianati kaum muslimin?"

Baca selengkapnya »

Kesaksian Penduduk Mekah

Sejak kanak-kanak, Muhammad terkenal dengan kejujurannya. Penduduk Mekah berkata tentang sifat amanah beliau, "Jika engkau harus pergi dan perlu seseorang untuk menjaga istrimu, percayakan dia kepada Muhammad tanpa ragu-ragu sebab dia tidak akan menatap sekejap pun pada wajahnya. Jika engkau ingin memercayakan hartamu untuk dijaga, percayakan kepada orang jujur dan dapat dipercaya ini sebab dia tidak akan pernah menyentuhnya. Jika engkau mencari seseorang yang tidak pernah berbohong dan tidak pernah melanggar kata-katanya, pergilah ke Muhammad sebab apa pun yang dikatakannya adalah benar!"

Seluruh penduduk Mekah menaruh kepercayaan yang tinggi kepada Rasulullah saw. Mereka tidak sungkan-sungkan untuk menitipkan barang-barangnya yang berharga kepada Rasulullah. Bahkan, setelah beliau diangkat menjadi rasul pun, musuh-musuhnya masih ada yang memercayakan barang-barangnya kepada beliau.

Para pemuda Mekah menyapa Rasulullah saw. ketika melintas di depan mereka seraya berkata kepada beliau, "Demi Allah, wahai Muhammad, engkau terkenal sebagai seseorang yang tidak pernah mengingkari janji, baik di masa kecilmu maupun sesudah engkau dewasa."

Kaum Muslimin yang Tertindas

Kaum muslimin dibuat gusar oleh kesepakatan antara Rasulullah saw. dan pihak Quraisy yang diwakili oleh Suhail, ayah Abu Jandal r.a. Dalam kesepakatan yang terkenal dengan Perjanjian Hudaibiyah itu tertulis bahwa pihak muslimin harus mengembalikan setiap orang dari pihak Quraisy yang menggabungkan diri dengan kaum muslimin setelah perjanjian tersebut disepakati.

Ketika itu datanglah Abu Jandal bin Suhail r.a dalam keadaan terikat dan telah mengalami siksaan oleh kaum Quraisy karena keislamannya. Tentu saja dengan isi perjanjian itu Abu Jandal r.a tidak akan mendapat pertolongan dari kaum muslimin di Medinah karena ia harus tetap berada di Mekah dan kembali mengalami siksaan.

Abu Jandal r.a. memohon, "Saudara-saudara muslimin, apakah kalian akan mengembalikan aku kepada orang-orang musyrik itu agar mereka menyiksaku karena keislamanku?"

Sebenarnya kaum muslimin tidak tega melihat kekejaman dan penyiksaan kaum musyrikin Quraisy yang ditimpakan kepada Abu Jandal r.a. Rasulullah pun menitikkan air matanya karena melihat kondisi Abu Jandal r.a yang kepayahan dan memelas mohon pertolongan.

Baca selengkapnya »

Larangan Ikut Perang karena Perjanjian

Kaum muslimin berbondong-bondong meninggalkan Mekah menuju Medinah, sebuah kota yang awalnya bernama Yastrib. Hijrahnya kaum muslimin tersebut mendapat rintangan dari penduduk asli Mekah yang membenci Islam, yaitu kaum musyrikin Quraisy. Segala upaya mereka gencarkan untuk mencegah kaum muslimin keluar dari kota Mekah dan bergabung dengan Rasulullah saw di Medinah.

Suatu hari Hudzaifah bin Yaman r.a beserta ayahnya, Husain r.a, hendak menyusul Rasulullah saw hijrah ke Medinah. Namun, di tengah perjalanan orang-orang Quraisy mencegat dan menginterogasi mereka, "Apakah kalian berdua hendak berhijrah mengikuti Muhammad?"

"Tidak, kami hanya hendak ke Medinah," jawab Hudzaifah r.a. Ia menjawab demikian agar mereka diizinkan lepas dari kepungan orang-orang musyrikin Ouraisy.

Mendengar jawaban Hudzaifah r.a, salah seorang dari mereka berkata, "Kami izinkan kalian meneruskan perjalanan ke Medinah, tetapi awas kalau kami melihat kalian berperang bersama Muhammad nanti!"

Baca selengkapnya »

Bagian untuk Muallaf

Setelah 19 hari seusai penaklukan kota Mekah, kaum Hawazin dan Tsaqif berkumpul di Hunain untuk mengatur rencana memerangi Rasulullah saw. Berita tersebut terdengar oleh Rasulullah saw. Kemudian beliau mengirim mata-mata untuk menyusup ke kubu musuh dan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang persiapan mereka.

Ternyata kaum Hawazin tidak ingin peperangan yang ala kadarnya. Mereka ingin pasukan muslimin ditumpas habis dalam peperangan sehingga mereka mengumpulkan seluruh harta benda berharga mereka dan mengajak kabilah-kabilah yang belum masuk Islam untuk bergabung dengan mereka.

Mendengar informasi bahwa pasukan musuh benar-benar mempersiapkan diri untuk berperang, Rasulullah saw segera menyusun kekuatan untuk menghadapi mereka. Banyak para mualaf yang meminjamkan bala bantuan berupa uang sebanyak 40.000 dirham, 30 ekor unta, 3.000 batang tombak, termasuk 100 buah perisai baja dari Shafwan bin Umayyah, dan 30 buah dari muallaf lainnya.

Hari pertemuan dua pasukan itu pun tiba. Pertemuan dua pasukan yang sangat kuat itu menimbulkan peperangan yang sangat dahsyat dan sengit di Hunain. Atas pertolongan Allah SWT, kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran meskipun sempat dibuat kocar-kacir oleh pihak musuh.

Baca selengkapnya »

Keluarga Pemegang Kunci Ka'bah

Kemenangan gemilang diraih umat Islam pada peristiwa Fathu Mekah. Kaum musyrikin Quraisy yang angkuh dan sombong hanya tertunduk takut dan takluk di hadapan kaum muslimin yang dahulu mereka tindas. Sungguh karunia Allah SWT yang sangat besar yang diberikan kepada umat Islam sehingga kaum muslimin dapat melenggang penuh kehormatan memasuki kota Mekah, kampung halaman yang begitu mereka rindukan.

Pengorbanan harta dan jiwa, rasa sakit tersayat-sayat, serta sedih dan pilu yang mereka rasakan saat memperjuangkan kebenaran terobati sudah dengan menyaksikan kemenangan yang nyata ini.

Salah satu tugas yang harus dilaksanakan Rasulullah saw dan kaum muslimin di Mekah adalah membersihkan Ka'bah, rumah Allah, dari sesembahan kaum musyrikin Ouraisy. Setelah beliau melakukan thawaf dan beristirahat sejenak, beliau memanggil Bilal r.a dan menyuruhnya untuk meminjam kunci Ka'bah dari keluarga Utsman bin Thalhah.

Kunci Ka'bah memang dipercayakan kepada keluarga Utsman bin Thalhah secara turun-menurun meskipun mereka masih memegang ajaran agama jahiliah.

Baca selengkapnya »

Amanah Bendaharawan Pribadi Rasulullah saw

Bilal r.a. adalah sahabat kepercayaan Rasulullah saw yang bertugas mengurus keuangannya. Apabila datang seseorang kepada beliau dalam keadaan lapar, beliau akan menyuruh Bilal r.a untuk melayani keperluan orang tersebut karena Rasulullah saw tidak pernah menyimpan sesuatu untuk diberikan. Selanjutnya, Bilal r.a akan mencari pinjaman demi melaksanakan tugas Rasulullah tersebut.

Suatu hari seorang musyrik mendatangi Bilal r.a. Ia mengetahui bahwa Bilal r.a selalu mencari pinjaman untuk memenuhi perintah Rasulullah saw. Kemudian ia menyusun tipu daya agar Bilal r.a tunduk menjadi budaknya.

Ia pun menawarkan bantuan yang sebenarnya adalah tipu muslihatnya kepada Bilal r.a, "Ketahuilah bahwa aku adalah orang yang paling banyak harta bendanya. Jika kamu menghendaki pinjaman, datanglah kepadaku. Dengan senang hati, aku akan membantumu."

Mengingat bahwa tidak semua orang senang diutangi, Bilal r.a pun menerima tawaran tersebut seraya berkata, "Ini adalah tawaran terbaik yang pernah saya terima." Sejak saat itu, Bilal r.a. selalu meminjam uang kepada orang musyrik tersebut untuk memenuhi keperluan orang-orang yang Rasulullah saw kehendaki.

Baca selengkapnya »

Mengembalikan Pajak Nonmuslim

Selama kekhalifahan Umar bin Khaththab r.a, Abu Ubaidah r.a dipercaya sebagai kepala tentara muslim di Syria. Di tempat itu seluruh rakyat nonmuslim diwajibkan membayar pajak perlindungan kepada Abu Ubaidah r.a.

Suatu ketika Kaisar Byzantium, Romawi, hendak merebut Syria dari tangan kaum muslimin. Tentu saja penduduk nonmuslim, seperti Kristen dan Yahudi menyambut gembira rencana Romawi. Mereka tidak perlu bersusah payah membayar pajak kepada orang Islam jika Romawi berhasil merebut kembali Syria dari tangan kaum muslimin.

Abu Ubaidah r.a khawatir penduduk nonmuslim di Syria akan membelot membela Romawi. Belum lagi jumlah tentara Islam lebih sedikit jika dibandingkan tentara Romawi. Tentu saja hal ini akan menyusahkan pasukan Islam.

Abu Ubaidah r.a mengusulkan kepada para perwira prajurit muslim untuk mengosongkan kota Syria dan mengasingkan penduduknya agar tidak mengganggu peperangan mereka. Namun, seorang perwira menolak usulan tersebut. Ia berkata, "Mengasingkan mereka adalah hal yang tidak mungkin. Kita telah berjanji kepada mereka untuk melindungi harta dan jiwa mereka. Janji itu harus kita tepati!"

Baca selengkapnya »
loading...

Blog Archive

loading...