tag:blogger.com,1999:blog-55485654365916638872024-02-20T18:26:26.304-08:00Cerita Inspirasi MuslimMenanam hikmah dalam diri setiap muslimSubejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comBlogger210125tag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-21335915984411808432011-07-28T02:31:00.000-07:002017-01-31T22:45:04.603-08:00Merindukan Mati SyahidMenjelang shubuh, Khalifah Umar bin Al Khathab berkeliling kota membangunkan kaum muslimin untuk shalat shubuh. Ketika waktu shalat tiba, beliau sendiri yang mengatur saf (barisan) dan mengimami para <a href="http://mimbarjumat.com/archives/94">jamaah</a>.<br />
<br />
Pada shubuh itu, tragedi besar dalam sejarah terjadi. Saat Khalifah mengucapkan takbiratul ihram, tiba-tiba seorang lelaki bernama Abu Lu'luah menikamkan sebilah pisau ke bahu, pinggang, dan ke bawah pusar beliau. Darah pun menyembur.<br />
<br />
Namun, Khalifah yang berjuluk "Singa Padang Pasir" ini bergeming dari kekhusyukannya memimpin shalat. Padahal, waktu shalat masih bisa ditangguhkan beberapa saat sebelum terbitnya matahari. Sekuat apa pun Umar, akhirnya ambruk juga. Walau demikian, beliau masih sempat memerintahkan Abdurrahman bin 'Auf untuk menggantikan posisinya sebagai imam.<br />
<br />
Beberapa saat setelah ditikam, kesadaran dan ketidaksadaran silih berganti mendatangi <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/12/khalifah-gila.html">Khalifah</a> Umar. Para sahabat yang mengelilinginya demikian cemas akan keselamatan Khalifah.<br />
<br />
<a name='more'></a>Salah seorang di antara mereka berkata, "Kalau beliau masih hidup, tidak ada yang bisa menyadarkannya selain kata-kata shalat!"<br />
<br />
Lalu, yang hadir serentak berkata, "Shalat, wahai <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/03/jangan-memaksakan-kehendakmu-amirul.html">Amirul Mukminin</a>. Shalat telah hampir dilaksanakan."<br />
<br />
Beliau langsung tersadar, "Shalat? Kalau demikian di sanalah Allah. Tiada keberuntungan dalam Islam bagi yang meninggalkan shalat." Lalu, beliau melaksanakan shalat dengan <a href="http://pelangiku.com/2009/10/lebih-mengenal-darah/">darah</a> bercucuran. Taklama kemudian, sahabat terbaik Rasulullah saw. ini pun wafat.<br />
<br />
Sebenarnya, apa yang terjadi pada Umar Al Faruq ini adalah buah dari doa yang beliau panjatkan kepada Allah Swt. Alkisah, suatu ketika, saat sedang wukuf di Arafah, beliau membaca doa, "Ya Allah, aku mohon mati syahid di jalan-Mu dan wafat di negeri Rasul-Mu (Madinah)." (HR Malik)<br />
<br />
Sepulangnya dari menunaikan ibadah haji, <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/umar-bin-khaththab-al-faruq-ra.html">Umar</a> pun menceritakan soal doanya itu kepada salah seorang sahabatnya di Madinah. Sahabat itu pun berkomentar, "Wahai Khalifah, jika engkau berharap mati syahid, tidak mungkin di sini. Pergilah keluar untuk berjihad, niscaya engkau bakal menemuinya."<br />
<br />
Dengan ringan, Umar menjawab, "Aku telah mengajukannya kepada Allah. Terserah Allah."<br />
<br />
Keesokan harinya, saat Umar mengimami shalat shubuh di masjid, seorang pengkhianat Majusi bernama Abu Lu'luah itu menghunuskan pisaunya ke tubuh Umar yang menyebabkan beliau mendapat <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/tiga-golongan-yang-dilempar-ke-neraka.html">tiga</a> tusukan dalam dan tubuhnya pun roboh di samping mihrab.<br />
<br />
Seperti itulah, Allah telah mengabulkan doa Umar bin Al Khathab untuk bisa syahid di Madinah dan dimakamkan berdampingan dengan Rasulullah saw. dan Abu Bakar Ash Shiddiq.Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-8915408962503193332011-07-28T01:48:00.000-07:002011-07-28T01:48:11.865-07:00Cinta Seorang Anak GembalaPada zaman dahulu, hidup seorang gembala yang bersemangat bebas. la tidak punya uang dan tidak punya keinginan untuk memilikinya. Yang ia miliki hanyalah <a href="http://pelangiku.com/2009/04/mata-kita-jendela-hati/">hati</a> yang lembut dan penuh keikhlasan; hati yang berdetak dengan kecintaan kepada Tuhan.<br />
<br />
Sepanjang hari, ia menggembalakan ternaknya melewati lembah dan ladang melagukan jeritan hatinya kepada Tuhan yang dicintainya, "Duhai Pangeran tercinta, di manakah Engkau, supaya aku dapat persembahkan seluruh hidupku kepada-Mu? Di manakah Engkau, supaya aku dapat menghambakan diriku pada-Mu? Wahai Tuhan, untuk-Mu aku hidup dan bernapas. Karena berkat-Mu aku hidup. Aku ingin mengorbankan domba-Ku ke hadapan kemuliaan-Mu."<br />
<br />
Suatu hari, Nabi <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/nabi-musa-as-berguru-kepada-nabi-khidr.html">Musa</a> melewati padang gembalaan tersebut. la memperhatikan sang Gembala yang sedang duduk di tengah ternaknya dengan kepala yang mendongak ke langit. Sang gembala menyapa Tuhan, "Ah, di manakah Engkau, supaya aku dapat menjahit baju-Mu, memperbaiki kasur-Mu, dan mempersiapkan ranjang-Mu? Di manakah Engkau, supaya aku dapat menyisir rambut-Mu dan mencium kaki-Mu? Di manakah Engkau, supaya aku dapat mengilapkan sepatu-Mu dan membawakan air susu untuk minuman-Mu?"<br />
<br />
Musa mendekati <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/03/abdullah-bin-masud-seorang-anak-gembala.html">gembala</a> itu dan bertanya, "Dengan siapa kamu berbicara?"<br />
<br />
<a name='more'></a>Gembala menjawab, "Dengan Dia yang telah menciptakan kita. Dengan Dia yang menjadi Tuhan yang menguasai siang dan malam, Bumi dan langit."<br />
<br />
Nabi Musa murka mendengar jawaban gembala itu, "Betapa beraninya kamu bicara kepada Tuhan seperti itu! Apa yang kamu ucapkan adalah kekafiran. Kamu harus menyumbat mulutmu dengan kapas supaya kamu dapat mengendalikan lidahmu. Atau paling tidak, orang yang mendengarmu tidak menjadi <a href="http://mimbarjumat.com/archives/187">marah</a> dan tersinggung dengan kata-katamu yang telah meracuni seluruh angkasa ini. Kau harus berhenti bicara seperti itu sekarang juga karena nanti Tuhan akan menghukum seluruh penduduk bumi ini akibat dosa-dosamu!"<br />
<br />
Sang Gembala segera bangkit setelah mengetahui bahwa yang mengajaknya bicara adalah seorang nabi. Ia bergetar ketakutan.<br />
<br />
Dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya, ia mendengarkan Nabi Musa yang terus berkata, "Apakah Tuhan adalah seorang manusia biasa sehingga Ia harus memakai sepatu dan alas kaki? Apakah Tuhan seorang anak kecil yang memerlukan susu supaya Ia tumbuh besar? Tentu saja tidak. Tuhan Maha sempurna di dalam diri-Nya. Tuhan tidak memerlukan siapa pun. Dengan berbicara kepada Tuhan seperti yang telah engkau lakukan, engkau bukan saja telah merendahkan dirimu, tetapi kau juga merendahkan seluruh ciptaan Tuhan. Kau tidak lain dari seorang penghujat agama. Ayo, pergi dan minta maaf, kalau kau masih memiliki otak yang sehat!"<br />
<br />
Gembala yang sederhana itu tidak mengerti bahwa apa yang dia sampaikan kepada Tuhan adalah kata-kata yang kasar. Dia juga takmengerti mengapa nabi yang mulia telah memanggilnya sebagai seorang <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/para-musuh-allah-yang-akan-tewas-di.html">musuh</a>, tetapi ia tahu betul bahwa seorang nabi pastilah lebih mengetahui daripada siapa pun. Ia hampir tak dapat menahan tangisannya.<br />
<br />
Ia berkata kepada Musa, "Kau telah menyalakan api di dalam jiwaku. Sejak ini, aku berjanji akan menutup mulutku untuk selamanya." Dengan keluhan yang panjang, ia berangkat meninggalkan ternaknya menuju padang pasir.<br />
<br />
Dengan perasaan bahagia karena telah meluruskan jiwa yang tersesat, Musa melanjutkan perjalanannya menuju kota. Tiba-tiba, Allah Yang Mahakuasa menegurnya, "Mengapa engkau berdiri di antara Kami dengan kekasih Kami yang setia? Mengapa engkau pisahkan pecinta dari yang dicintai-nya? Kami telah mengutus engkau supaya engkau dapat menggabungkan kekasih dengan kekasihnya, bukan memisahkan ikatan di antaranya."<br />
<br />
Musa mendengarkan kata-kata langit itu dengan penuh kerendahan dan rasa takut.<br />
<br />
Tuhan berfirman, "Kami tidak menciptakan dunia supaya Kami memperoleh keuntungan darinya. Seluruh makhluk diciptakan untuk kepentingan makhluk itu sendiri. Kami tidak memerlukan pujian atau sanjungan. Kami tidak memerlukan ibadah atau pengabdian. Orang-orang yang beribadah itulah yang mengambil keuntungan dari ibadah yang mereka lakukan. Ingatlah, bahwa di dalam <a href="http://mimbarjumat.com/archives/640">cinta</a>, kata-kata hanyalah bungkus luar yang tidak memiliki makna apa-apa. Kami tidak memperhatikan keindahan kata-kata atau komposisi kalimat. Yang Kami perhatikan adalah lubuk hati yang paling dalam dari orang itu. Dengan cara itulah Kami mengetahui ketulusan makhluk Kami walaupun kata-kata mereka bukan kata-kata yang indah. Buat mereka yang dibakar dengan api cinta, kata-kata tidak mempunyai makna."<br />
<br />
Suara dari langit selanjutnya berkata, "Mereka yang ter-ikat dengan basa-basi bukanlah mereka yang terikat dengan cinta dan umatyang beragama bukanlah umatyang mengikuti cinta karena cinta tidak mempunyai agama selain kekasihnya sendiri." Tuhan kemudian mengajarinya rahasia cinta.<br />
<br />
Setelah memperoleh pelajaran itu, Nabi Musa mengerti kesalahannya. Sang Nabi pun merasa menderita penyesalan yang luar biasa. Dengan segera, ia berlari mencari gembala itu untuk <a href="http://mimbarjumat.com/archives/1124">meminta maaf</a>. Berhari-hari, ia berkelana di padang rumput dan gurun pasir, menanyakan orang-orang apakah mereka mengetahui pengggembala yang dicarinya. <br />
<br />
Setiap orang yang ditanyainya menunjuk arah yang berbeda. Hampir, ia kehilangan harapan, tetapi akhirnya Allah Swt. mempertemukannya dengan gembala itu. Ia tengah duduk di dekat mata air. Pakaiannya compang-camping, rambutnya kusut masai. Ia berada di tengah tafakur yang dalam sehingga ia tidak memperhatikan Musa yang telah menunggunya cukup lama.<br />
<br />
Akhirnya, gembala itu mengangkat kepalanya dan melihat Nabi Musa.<br />
<br />
Musa berkata, "Aku punya pesan penting untukmu. Tuhan telah berfirman kepadaku bahwa tidak diperlukan kata-kata yang indah bila kita ingin berbicara kepada-Nya. Kamu bebas berbicara kepada-Nya dengan cara apa pun yang kamu sukai, dengan kata-kata apa pun yang kamu pilih. Apa yang aku duga sebagai kekafiranmu ternyata adalah ungkapan dari <a href="http://mimbarjumat.com/archives/197">keimanan</a> dan kecintaan yang menyelamatkan dunia."<br />
<br />
Sang Gembala hanya menjawab sederhana, "Aku sudah melewati tahap kata-kata dan kalimat. Hatiku sekarang dipenuhi dengan kehadiran-Nya. Aku takdapat menjelaskan keadaanku padamu dan kata-kata pun tak dapat melukiskan pengalaman ruhani yang ada dalam hatiku." Kemudian, ia bangkit dan meninggalkan Nabi Musa.<br />
<br />
Utusan Allah ini menatap sang Gembala sampai ia tak terlihat lagi. Setelah itu, ia kembali berjalan ke kota terdekat, merenungkan pelajaran berharga yang didapatnya dari seorang gembala sederhana yang tidak berpendidikan.<br />
<br />
<blockquote>Doa sejati yang paling tinggi adalah perenungan Tuhan dengan kalbu yang murni, yang terlepas dari semua hasrat keduniawian, tidak terpaku pada sikap-sikap jasmaniah, tetapi dengan gerak-gerik jiwa. (Ibnu Sina)</blockquote>Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-84557519534025862322011-07-27T23:51:00.000-07:002011-07-27T23:51:58.826-07:00Mendoakan Orang LainSeperti biasa, pada sepertiga <a href="http://tipskecantikanonline.com/2010/08/cantik-di-malam-hari/">malam</a> terakhir, Sayyidah Fathimah — putri kesayangan Rasulullah saw senantiasa melaksanakan shalat tahajud di rumahnya. Terkadang, ia menghabiskan malam-malamnya dengan qiamu lail dan <a href="http://mimbarjumat.com/archives/609">doa</a>. Hasan bin Ali, putranya, sering mendengar munajat sang bunda.<br />
<br />
Suatu pagi, ketika Sayyidah Fathimah selesai berdoa, Hasan kecil bertanya, "Ya Ummi, dari tadi, aku mendengarkan doamu, tetapi tak satu pun doa yang kau panjatkan untuk dirimu sendiri?"<br />
<br />
Fathimah menjawab dengan lembut, "Nak, doakan dulu tetanggamu karena ketika para <a href="http://mimbarjumat.com/archives/102">malaikat </a>mendengarkanmu mendoakan tetanggamu, niscaya mereka akan mendoakanmu. Adakah yang lebih baik daripada doa para malaikat yang dekat dengan Allah, Tuhan kita?"<br />
<br />
<blockquote>Apabila salah seorang mendoakan saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui oleh yang didoakan, para malaikat berkata, "Amin, semoga engkau memperoleh pula sebagaimana yang engkau doakan itu." (HR Muslim dan Abu Dawud)</blockquote>Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-12551140647556885062011-07-17T03:52:00.000-07:002017-01-30T16:36:58.908-08:00Tertundanya KematianSuatu ketika, Nabi Daud a.s. duduk di suatu tempat. Di sampingnya, ada seorang pemuda saleh yang duduk dengan tenang tanpa banyak bicara. Tiba-tiba, datang Malaikat Maut yang mengucapkan salam kepada Nabi Daud. Anehnya, Malaikat Maut terus memandang pemuda itu dengan serius.<br />
<br />
Nabi Daud berkata kepadanya, "Mengapa engkau memandangi dia?"<br />
<br />
Malaikat Maut menjawab, "Aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya tujuh hari lagi di tempat ini!"<br />
<br />
Nabi Daud pun merasa iba dan kasihan kepada pemuda itu. Beliau pun berkata kepadanya, "Wahai Anak Muda, apakah engkau mempunyai <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/pengakuan-abu-sufyan-bin-harb-kepada.html">istri</a>?"<br />
<br />
"Tidak, saya belum pernah menikah," jawabnya.<br />
<br />
<a name='more'></a>"Datanglah engkau kepada Fulan - seseorang yang sangat dihormati di kalangan Bani Israil - dan katakan kepadanya, '<a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/nabi-daud-as-membuat-pakaian-perang.html">Daud</a> menyuruhmu untuk mengawinkan anakmu denganku.' Lalu, kau bawa perempuan itu malam ini juga. Bawalah bekal yang engkau perlukan dan tinggallah bersamanya. Setelah tujuh hari, temuilah aku di tempat ini."<br />
<br />
Pemuda itu pergi dan melakukan apa yang dinasihatkan Nabi Daud kepadanya. Dia pun dinikahkan oleh orang tua si Gadis. Dia tinggal bersama istrinya selama tujuh hari. Pada hari kedelapan pernikahannya, dia menepati janjinya untukbertemu dengan Daud.<br />
<br />
"Wahai Pemuda, bagaimana engkau melihat peristiwa itu?"<br />
<br />
"Seumur hidupku, aku belum pernah merasakan kenikmatan dan kebahagiaan seperti yang kualami beberapa hari ini," jawabnya.<br />
<br />
Kemudian, Nabi Daud memerintahkan pemuda itu untuk duduk di sampingnya guna menunggu kedatangan malaikat yang hendak menjemput kematiannya. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Nabi Daud berkata, "Pulanglah kepada keluargamu dan kembalilah ke sini untuk menemuiku di tempat ini delapan hari setelah ini."<br />
<br />
Pemuda itu pun pergi meninggalkan tempat itu menuju rumahnya. Pada hari kedelapan, dia menemui Nabi Daud di tempat tersebut dan duduk di sampingnya. Kemudian, kembali lagi pada minggu berikutnya, dan begitu seterusnya. Setelah sekian lama, datanglah Malaikat Maut kepada Nabi Daud.<br />
<br />
"Bukankah engkau pernah mengatakan kepadaku bahwa engkau akan mencabut nyawa anak pemuda ini dalam waktu tujuh hari ke depan?"<br />
<br />
Malaikat itu menjawab, "Ya."<br />
<br />
Nabi Daud berkata lagi, "Telah berlalu delapan hari, delapan hari lagi, delapan hari lagi, dan engkau belum juga mencabut nyawanya."<br />
<br />
"Wahai Daud, sesungguhnya Allah swt merasa iba kepadanya lalu dia menunda ajalnya sampai tiga puluh tahun yang akan datang."<br />
<br />
Pemuda dalam kisah ini adalah seseorang yang taat beribadah, ahli munajat, gemar berbuat kebaikan, dan sangat penyayang kepada keluarganya. Boleh jadi, karena amal saleh dan doa-doanyalah, Allah Swt. berkenan menunda <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/kematian-tragis-majikan-zalim.html">kematian</a> sang Pemuda hingga tiga puluh tahun lamanya.<br />
<br />
<blockquote>
Sungguh, suatu kaum akan ditimpa azab oleh Allah sebagai suatu ketetapan yang pasti. Namun, kemudian seorang anak di antara mereka membaca, "Alhamdulillahi Rabbil Alamin." Ucapan itu didengar Allah dan Dia mengangkat azab-Nya dari mereka karena bacaan itu selama 40 tahun. (Fakhruddin Ar Razi) </blockquote>
Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-17832180909070326612011-07-17T00:45:00.000-07:002011-07-17T00:45:00.360-07:00Jamu PrabayarSuatu malam, seorang penjual jamu yang telah lima tahun menjanda karena ditinggal mati suaminya didatangi oleh anak perempuannya yang sulung. Anak ini menyampaikan bahwa besok adalah hari terakhir pembayaran uang <a href="http://pernik-kehidupan.blogspot.com/2010/11/bangunan-1000-jendela.html">bangunan</a> dan SPP. <br />
<br />
Jika sampai besok tunggakan uang bangunan dan uang sekolah tidak dilunasi, dia akan dikeluarkan dari sekolah. Ibu penjual jamu ini terkejut mendengarnya. Sesaat, seolah <a href="http://mimbarjumat.com/archives/292">dunia</a> menjadi gelap. Dia kebingungan dan tak tahu harus berbuat apa. Ketika keterkejutan mulai mereda, dia diempaskan lagi oleh gelombang kekagetan berikutnya ketika si anak menyebutkan sejumlah angka sebagai total tunggakannya. <br />
<br />
Napas sang Ibu segera saja menderu, keringat dingin mulai meleleh di keningnya, tangannya gemetar, dan suaranya menjadi lirih terputus-putus. Yang dapat dia ucapkan hanya mengulang <a href="http://mimbarjumat.com/archives/75">nilai</a> uang yang sudah disebutkan anaknya.<br />
<br />
Tanpa bisa memberikan janji muluk-muluk kepada anak-nya, wanita penjual jamu itu beranjak ke tempat tidur untuk beristirahat sejenak. Akan tetapi, alih-alih dapat <a href="http://pelangiku.com/2009/06/tidur-membuat-awet-muda-lho/">tidur</a> dengan nyenyak, semakin dia mencoba memejamkan mata, semakin gelisah pula dia dibuatnya. <br />
<br />
<a name='more'></a>Ketika matanya rapat menutup, silih berganti bayangan yang menakutkan dan lintasan kejadian pada masa depan yang suram tergambar di benaknya bak sebuah film horor yang terus-menerus menghantui.<br />
<br />
Dia pun berusaha menenangkan diri dengan membetulkan posisi tubuhnya dan berkali-kali dia menarik napas dalam dan mengembuskannya panjang-panjang. Sedikit demi sedikit otak-nya mulai dapat diajak berpikir. <br />
<br />
Malangnya, setiap kali otaknya mengalkulasi, setiap kali itu pula dia merasa kepalanya dibenturkan ke sebuah dinding baja. Dengan segala macam tunggakan, utang di warung sebelah, bahan baku <a href="http://resepminumansegar.com/2009/12/jamu-kunyit-asam/">jamu</a> yang belum terbayar semuanya, ketercukupan kebutuhan pangan hanya untuk sehari saja, dan beban harus membayar uang sekolah anaknya seolah melengkapi seluruh penderitaannya. <br />
<br />
Hampir semalaman, dia takdapat memicingkan matanya, kasur yang tipis terasa semakin tipis. Kamar yang pengap kini terasa semakin membekap. Memang, dunia tak pernah memberikan ampun kepada mereka-mereka yang kalah.<br />
<br />
Sepertiga malam yang penghujung pun terlalui. Rasa letih pun pada akhirnya mengalahkan semuanya. Setelah gelombang kekalutannya beranjak surut, akhirnya dia sampai pada sebuah kesadaran bahwa kepasrahan adalah satu-satunya <a href="http://pelangiku.com/2010/03/jalan-kaki-tidak-bebas-keluhan/">jalan</a> untuk meringankan beban perasaan. <br />
<br />
Apa sih, yang bisa dilakukan seorang wanita lemah semacam dirinya. Dia tidak punya apa-apa selain keinginan untuk keluar dari permasalahan tersebut. Dia pun sadar, hanya Allahlah satu-satunya yang dapat menolong. Ketika jajan sudah buntu, ke kiri jurang ke kanan jurang, tidak ada lagi yang bisa dimintai pertolongan selain Zat yang mengatur segalanya. <br />
<br />
Pada saat tetesan air mata yang jatuh dari pelupuk matanya, dia bergumam lirih, "Duh Gusti, hamba minta tolong dari segala kesulitan ini. Tidak ada yang bisa menjadi tempat bergantung selain pada-Mu."<br />
<br />
Dibelainya kepala sang Anak yang tertidur di sampingnya perlahan. Damai terasa menyergap bersama dinginnya malam yang gelap. Dalam lelah, si Ibu tertidur setengah bertelekan di tepian ranjang kayu. Tidur yang teramat singkat, tiga puluh menit saja mungkin lamanya. <br />
<br />
Ketika azan shubuh dari mushala sebelah berkumandang, sang Ibu merasa lebih segar. Pukul enam pagi, dia sudah berkemas dan siap untuk memulai berjualan dengan berjalan kaki. Telombong segera dipondong, botol-botol yang semula kosong kini telah kembali tampil kinclong. <br />
<br />
Dia telah membulatkan tekad untuk menawarkan sebuah opsi kepada seorang pelanggan setianya. Dia akan mengajukan sebuah proposal, suplai jamu terusan dengan setengah pembayaran di muka, tentu saja untuk membayar uang sekolah anaknya.<br />
<br />
Singkat kata, dengan tutur kata yang halus, disampaikanlah maksudnya. Sayang, rencana manusia terkadang berjalan takseirama dengan orkestrasi semula. Maksudnya itu dipahami, tetapi sang pelanggan tidak dapat membantunya. Lunglailah badan si Ibu penjual jamu itu. <br />
<br />
Tak bersemangat lagi dia untuk menghadapi hari itu yang baginya terasa semakin mirip dengan <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/03/emas-dan-perak-adalah-api-neraka-bagi.html">neraka</a> dunia. Rasa putus asa itu memang menghancurkan. Dia mengubah warna dari semula yang bak bianglala menjadi hegemoni tunggal hitam belaka. <br />
<br />
Namun, dengan sisa tenaga yang ada, dia terus mencoba, dan akhirnya pada rumah kelima, proposalnya diterima. Tepat pukul dua, dia sudah duduk di depan meja petugas tata usaha sekolah anaknya. Enam lembar uang lima puluh ribuan pun berpindah tangan dan segera bertukar dengan selembar kertas kuitansi. Selembar kertas kumal yang baginya tampak seindah Pulau Bali.<br />
<br />
<blockquote>Barang siapa hatinya dihadirkan oleh Allah kala berdoa, niscaya doa itu tidak akan ditolak. (Yahya bin Mu'adz Ar Razi)</blockquote>Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-59998367158847187752011-07-16T22:15:00.000-07:002011-07-16T22:15:05.947-07:00Doa Seorang PemburuSuatu pagi, seorang laki-laki pergi hendak berburu mencari rezeki yang halal. Namun, sampai hampir malam, ia belum mendapatkan satu pun binatang buruan. la lalu berdoa sepenuh hati, "Ya Allah, anak-anakku menunggu kelaparan di rumah, berilah aku seekor binatang buruan."<br />
<br />
Tidak lama setelah doanya selesai ia panjatkan, Allah memberikannya rezeki: jala yang dibawa pemburu itu mengenai seekor ikan yang sangat besar. la pun bersyukur kepada Allah dan pulang ke rumah dengan penuh bahagia.<br />
<br />
Di tengah perjalanan pulang, ia bertemu dengan kelompok raja yang hendak berburu juga. Raja heran dan takjub luar biasa begitu melihat ikan sebegitu besar yang dibawa pemburu itu. Lalu, ia menyuruh pengawal untuk mengambil ikan itu secara paksa dari tangan sang Pemburu.<br />
<br />
Dibawanya ikan itu pulang dengan bahagia. Ketika sampai di istana, ia keluarkan ikan itu dan bolak-balik sambil tertawa ria, tiba-tiba, ikan itu mengigit jarinya dan mengakibatkan badannya jadi panas dingin sehingga malam itu Raja tidak dapat tidur.<br />
<br />
<a name='more'></a>Dihadirkanlah seluruh dokter untuk mengobati sakitnya. Semua dokter menyarankan agar jarinya itu dipotong untuk rnenghindari tersebarnya racun ke anggota badan lainnya. Raja pun menyetujui nasihat mereka. Namun, setelah jarinya dipotong, ia tetap tidak dapat istirahat karena ternyata racun itu telah menyebar ke bagian tubuh lainnya.<br />
<br />
Para dokter pun menyarankan agar pergelangan tangan raja dipotong dan Raja pun menyetujuinya. Namun, setelah pergelangan tangannya dipotong, tetap saja Raja tidak dapat memejamkan matanya, bahkan rasa sakitnya makin bertambah. la berteriak dan meringis dengan keras karena racun itu telah merasuk dan menyebar ke anggota tubuh lainnya.<br />
<br />
Seluruh dokter akhirnya menyarankan agar tangan Raja sampai siku dipotong, Raja pun menyetujuinya. Setelah lengannya dipotong, sakit jasmaninya kini telah hilang, tetapi diri dan jiwanya tetap belum tenang. Semua dokter akhirnya menyarankan, agar Raja dibawa ke seorang dokter jiwa (ahli hikmah).<br />
<br />
Dibawalah sang Raja menemui seorang dokter jiwa dan diceritakan seluruh kejadian seputar ikan yang ia rebut dari pemburu itu.<br />
<br />
Mendengar itu, ahli hikmah berkata, "Jiwa Tuan tetap tidak akan tenang selamanya sampai pemburu itu memaafkan dosa dan kesalahan yang telah Tuan perbuat."<br />
Dicarinya pemburu itu dan setelah didapatkan, Raja menceritakan kejadian yang dialaminya dan ia memohon agar si Pemburu itu memaafkan semua kesalahannya. Si Pemburu pun memaafkannya dan keduanya saling berjabat tangan.<br />
<br />
Sang Raja penasaran ingin mengetahui apa yang dikatakan si Pemburu ketika Raja mengambil paksa ikannya. la bertanya, "Wahai pemburu, apa yang kaukatakan ketika prajuritku merampas ikanmu itu?"<br />
<br />
Pemburu itu menjawab, "Tidak ada kecuali aku hanya mengatakan, 'Ya Allah, sesungguhnya dia telah menampakkan kekuatannya kepadaku, perlihatkanlah kekuatan-Mu kepadanya!"'<br />
<br />
Sungguh, doa orang teraniaya sangat mustajab maka berhati-hatilah dalam bertindak.<br />
<br />
<blockquote>Jika ada yang mengancammu dengan kebinasaan, jawablah ancamannya dengan nasihat dan doa. (Ja'far Ash Shadiq)</blockquote>Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-59508096502918293892011-07-16T02:45:00.000-07:002011-07-16T02:45:00.635-07:00Pelajaran dari IbrahimNabi Ibrahim Khalilullah pernah memanjatkan doa di tempat penggembalaan ternaknya di sebuah bukit di Baitul Maqdis. Lalu, dia bertemu dengan seorang laki-laki ahli ibadah. Kemudian, terjadilah dialog di antara keduanya.<br />
<br />
Ibrahim bertanya, "Hari apakah yang paling mulia?"<br />
<br />
Ahli ibadah itu menjawab, "Hari pembalasan, ketika manusia dibalas, antara yang satu dan sebagian yang lain."<br />
<br />
"Apakah engkau bisa mengangkat tanganmu untuk berdoa, sedangkan aku sendiri juga mengangkat tangan mengaminkan doamu agar kita dihindarkan dari kesengsaraan hari itu?" ungkap Ibrahim.<br />
<br />
<a name='more'></a>"Janganlah engkau mengharapkan doaku. Demi Allah, aku pernah berdoa sejak tiga puluh tahun silam, tetapi sampai sekarang doaku belum dikabulkan," jawabnya.<br />
<br />
"Apakah engkau mau kuberitahu tentang sesuatu yang mengekang doamu?"<br />
<br />
"Ahli ibadah itu menjawab, "Ya."<br />
<br />
"Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, niscaya Dia akan menahan doanya agar dia selalu bermunajat, mengiba, dan memohon kepada-Nya. Sementara, jika Dia marah kepada seorang hamba, niscaya Dia akan cepat mengabulkan doanya atau menghunjamkan keputusasaan di dalam hatinya."<br />
<br />
<blockquote>Jika doa seorang hamba selalu dikabulkan setiap kali dia meminta, ketahuilah dia bukanlah hamba lagi. Dia diperintahkan berdoa karena dia seorang hamba dan Allah melakukan apa saja yang Dia kehendaki. (Al Syaikh Al Baha'i)</blockquote>Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-9921511273341993972011-07-16T02:02:00.000-07:002017-01-30T16:32:35.405-08:00Kubah AjaibSuatu hari, Nabi Sulaiman menerima wahyu dari Allah agar pergi ke tepian sebuah pantai untuk menyaksikan keajaiban yang akan ditunjukkan Allah kepadanya. Beliau pun segera pergi ke pantai tersebut dengan diiringi para pengikutnya.<br />
<br />
Setibanya di pantai, Nabi Sulaiman terus mengintai-ngintai untuk mencari sesuatu, seperti yang dikatakan oleh Allah. Setelah lama mencari, dia tidak menjumpai apa pun selain desiran ombak dan butir-butir pasir yang terhampar luas. <br />
<br />
Perdana menterinya yang bernama Asif bin Barkhiya meminta izin untuk menyelam ke dalam samudra. Setelah mendapat izin, dia membaca sesuatu dan terus menyelam ke dalam laut. Tidak lama kemudian, Asif menjumpai sebuah kubah yang sangat indah. <br />
<br />
Kubah tersebut mempunyai empat penjuru, setiap penjuru mempunyai <a href="http://mimbarjumat.com/archives/933">pintu</a>. Pintu pertama terbuat dari mutiara, pintu kedua terbuat dari zamrud berwarna merah, pintu ketiga terbuat dari jauhar, sedangkan pintu keempat terbuat dari zabarjad. Pintu-pintu tersebut terbuka luas, tetapi sangat aneh, air tidak masuk ke dalamnya.<br />
<br />
<a name='more'></a>Dengan kuasa yang diberikan oleh Allah, Asif dapat membawa kubah tersebut naik ke darat dan diletakkan di hadapan Nabi Sulaiman. Putra Nabi Daud ini sangat takjub melihat keindahan kubah tersebut. dia segera masuk dan mendapati seorang pemuda berada di dalamnya. <br />
<br />
Pemuda tersebut tidak sadar kalau kubahnya telah diangkat ke daratan. Dia tengah sibuk bermunajat kepada Allah. Nabi Sulaiman memberi salam. Pemuda itu menyambut salam dengan perasaan terkejut. Nabi Sulaiman memperkenalkan dirinya kepada pemuda itu, yaitu bahwa dia adalah seorang nabi yang diperintahkan Allah untuk melihat keajaiban yang dikaruniakan kepadanya.<br />
<br />
Nabi Sulaiman bertanya kepada pemuda tersebut, bagai-mana dia bisa berada di dalam kubah yang terletak di dasar laut. Pemuda tersebut menceritakan bahwa dia telah berkhidmat kepada orang tuanya selama tujuh puluh tahun. Ayahnya adalah seorang yang lumpuh, sedangkan ibunya seorang yang buta. <br />
<br />
Suatu hari, ketika ibunya hendak meninggal dunia, dia memanggil si Pemuda dan memaklumkan bahwa ibunya telah rela atas pengkhidmatan yang diberikan olehnya. Ibunya berdoa kepada Allah agar anaknya dipanjangkan umur dan senantiasa taat kepada Allah. <br />
<br />
Setelah ibunya meninggal dunia, tidak lama kemudian, ayahnya pun meninggal dunia. Sebelum meninggal dunia, dia juga telah ridha terhadap pengkhidmatan yang diberikan olehnya. Dia pun berdoa agar anaknya diletakkan di suatu tempat yang tidak dapat diganggu oleh setan.<br />
<br />
Doa kedua orang tuanya itu diijabah oleh Allah 'Azza wa Jalla. Suatu hari, ketika pemuda itu berjalan-jalan di tepian pantai, dia melihat sebuah kubah yang sedang terapung di tepian pantai. Ketika dia menghampiri kubah tersebut, ada suara yang menyeru agar dia masuk ke dalamnya. <br />
<br />
Ketika sudah berada di dalam, tiba-tiba saja kubah tersebut bergerak dan masuk ke dasar lautan. Tidak lama kemudian, datanglah seseorang yang memperkenalkan diri sebagai malaikat utusan Allah. Dia mengatakan, bahwa kubah itu adalah anugerah Allah kepadanya sebagai balasan atas pengabdiannya kepada kedua orang tuanya. <br />
<br />
Dia pun boleh tinggal sesukanya di sana tanpa perlu mengkhawatirkan segala kebutuhan hidupnya. Malaikat itu mengatakan bahwa dia diperintahkah Allah untuk membawa kubah tersebut ke dasar laut. Sejak itulah, sang Pemuda terus bermunajat kepada Allah sampai Allah berkenan mengangkatnya ke darat.<br />
<br />
"Berapa lama engkau telah berada di dalam kubah ini?" tanya Nabi Sulaiman.<br />
<br />
Pemuda itu menjawab, "Saya tidak menghitungnya, tetapi saya memasukinya pada masa Nabi Ibrahim."<br />
<br />
Nabi Sulaiman terdiam lalu berkata, "Itu artinya, engkau telah berada di dalam kubah ini selama dua ribu empat ratus tahun." Nabi Sulaiman melanjutkan, "Wajahmu tidak berubah, malah tetap muda walaupun sudah dua ribu empat ratus tahun lamanya. Bagaimana engkau bisa hidup di dalam kubah di dasar lautan itu?" tanya Nabi Sulaiman.<br />
<br />
"Di dalam kubah itu sendiri, aku tidak tahu di mana berada. Di langitkah atau di udara, tetapi Allah tetap memberikan rezeki kepadaku ketika aku tinggal di dalam kubah ini."<br />
<br />
"Bagaimana Allah memberi makan kepadamu?"<br />
<br />
"Jika aku merasa lapar, Allah menciptakan pohon di dalam kubah lalu buahnya aku makan. Jika aku merasa haus, keluarlah air yang teramat bersih, lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu."<br />
<br />
"Bagaimana engkau mengetahui perbedaan siang dan malam?" tanya Sulaiman semakin heran.<br />
<br />
"Apabila telah terbit fajar, kubah ini menjadi putih, dari situ aku mengetahui kalau hari itu sudah siang. Apabila matahari terbenam, kubah akan menjadi gelap dan aku mengetahui hari sudah malam," tuturnya.<br />
<br />
Nabi Sulaiman pun bertanya apakah sang Pemuda mau ikut bersamanya atau tetap tinggal di dalam kubah.<br />
<br />
"Nikmat apa lagi yang harus aku minta selain dari nikmat yang dikaruniakan oleh Allah kepadaku ini," jawabnya.<br />
<br />
"Adakah engkau ingin pulang ke tempat asalmu."<br />
<br />
"Ya, antarkanlah aku ke tempat asalku."<br />
<br />
Setelah kubah tersebut kembali ke tempat asalnya, Nabi Sulaiman berkata kepada kaumnya, "Kalian telah melihat keajaiban yang dikaruniakan oleh Allah. Lihatlah betapa besar balasan yang Allah berikan kepada orang yang taat kepada orang tuanya dan betapa besar siksaannya kepada orang yang durhaka kepada kedua ibu-bapaknya." <br />
<br />
Beliau pun beranjak meninggalkan tempat tersebut dan bersyukur kepada Allah karena telah memberikan kesempatan untuk menyaksikan salah satu kekuasaan-Nya.<br />
<br />
<blockquote>
Aku telah mempelajari apa yang telah dipelajari manusia dan juga yang tidak mereka pelajari. Sungguh, aku tidak menemukan sesuatu yang lebih indah seindah takwa kepada Allah. (Nabi Sulaiman)</blockquote>
Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-26335330250629738252011-07-16T01:35:00.000-07:002011-07-16T01:35:00.769-07:00Tempe Setengah JadiAbah dan Emak tinggal di sebuah desa yang cukup terpencil. Setiap hari, mereka bekerja membuat tempe untuk kemudian Abah menjualnya ke pasar. Jualan <a href="http://bumbudapur.com/2010/11/rempah-tempe/">tempe</a> merupakan satu-satunya sumber pendapatan mereka untuk bertahan hidup.<br />
<br />
Pada satu pagi, Abah jatuh sakit, Emak pun mengambil alih tugas menjual tempe. Saat tengah bersiap-siap untuk pergi ke pasar menjual tempenya, tiba-tiba Emak sadar bahwa tempe buatannya hari itu masih belum matang, masih separah jadi.<br />
<br />
Emak merasa sangat sedih karena tempe yang masih muda dan belum matang pastinya tidak akan laku. Itu artinya, untuk hari itu, mereka tidak akan mendapatkan pemasukan. Ketika Emak dalam kesedihan, tiba-tiba Abah mengingatkan Emak bahwa Allah Swt mampu melakukan perkara-perkara ajaib karena tiada yang mustahil bagi-Nya.<br />
<br />
Emak pun mengangkat kedua tangannya sambil berdoa, "Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar kacang kedelai ini menjadi tempe, amin." Begitulah <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/doa-rasulullah-saw-untuk-ibnu-abbas-ra.html">doa</a> ringkas yang dipanjatkan dengan sepenuh hatinya. Emak sangat yakin Allah pasti mengabulkan doanya. <br />
<br />
<a name='more'></a>Dengan tenang, Emak pun menekan-nekan bungkusan bakal tempe dengan ujung jarinya. Emak pun membuka sedikit bungkusan itu untuk menyaksikan keajaiban kacang kedelai itu menjadi tempe. Emak termenung seketika sebab kacang itu masih tetap kacang <a href="http://resepminumansegar.com/2009/12/susu-kedelai-coklat-aroma-rempah/">kedelai</a> yang belum matang benar.<br />
<br />
Namun, Emak tidak putus asa. Dia berpikir mungkin doanya kurang jelas didengar oleh Allah. Emak pun mengangkat kedua tangannya kembali dan berdoa lagi, "Ya Allah, aku tahu bahwa tiada yang mustahil bagi-Mu. Bantulah aku supaya hari ini aku dapat menjual tempe karena inilah mata pencarian kami. Aku mohon, jadikanlah kacang kedelaiku ini menjadi tempe, amin." <br />
<br />
Dengan penuh harapan, Emak pun sekali lagi membuka sedikit bungkusan itu. Apakah yang terjadi? Emak menjadi heran sebab kacang-kacang kedelai itu ... masih tetap seperti semula!<br />
<br />
Hari pun semakin siang. Artinya, pasar pun sudah ramai didatangi pembeli. Emak tetap tidak kecewa atas doanya yang belum terkabul. Berbekal keyakinan yang sangat tinggi, Emak memaksakan diri untuk tetap pergi ke pasar membawa barang jualannya itu. Emak berpikir, mungkin keajaiban Allah akan terjadi dalam perjalanannya ke pasar. <br />
<br />
Dia pun berangkat ke pasar. Semua perlengkapan untuk menjual tempe, seperti biasa, dibawa bersama. Sebelum keluar dari <a href="http://mimbarjumat.com/archives/729">rumah</a>, Emak sempat mengangkat kedua tangannya untuk berdoa, "Ya Allah, aku percaya, Engkau akan mengabulkan doaku. Sementara, aku berjalan menuju ke pasar, karuniakanlah keajaiban ini buatku, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe, amin." Dengan penuh keyakinan, wanita tua ini pun berangkat. Di sepanjang perjalanan, dia tetap tidak lupa membaca doa di dalam hatinya.<br />
<br />
Sesampai di pasar, cepat-cepat, Emak meletakkan barang-barangnya. Emak betul-betul yakin kalau tempenya sekarang sudah benar-benar matang dan siap untuk dijual. Dengan hati yang berdebar-debar, Emak pun membuka bakulnya dan menekan-nekan dengan jarinya setiap bungkusan yang ada. Perlahan-lahan, Emak membuka sedikit daun pembungkusnya dan melihat isinya. Apa yang terjadi? Tempenya benar-benar tidak berubah, masih seperti semula!<br />
<br />
Emak menarik napas dalam-dalam. Harapan dikabulkan-nya doa perlahan menipis. Emak merasa Allah tidak adil. Allah tidak kasihan kepadanya. Inilah satu-satunya sumber penghasilannya: berjualan tempe. <br />
<br />
Dia pun hanya duduk saja tanpa membuka barang dagangannya itu sebab dia yakin bahwa tiada orang yang akan membeli tempe yang baru setengah jadi. Hari pun beranjak petang dan pasar sudah mulai sepi, para pembeli sudah mulai berkurang.<br />
<br />
Emak melihat para penjual tempe lainnya, jualan mereka sudah hampir habis. Emak tertunduk lesu seperti tidak sanggup menghadapi kenyataan bahwa dia pulang tanpa membawa hasil jualannya hari itu. <br />
<br />
Namun, jauh di sudut hatinya, Emak masih menaruh harapan terakhir kepada Allah, pasti Allah akan menolongnya. Walau tahu bahwa hari itu dia tidak akan mendapatkan pendapatan langsung, tetapi Emak berdoa untuk terakhir kali "Ya Allah, berikanlah penyelesaian terbaik terhadap tempeku yang belum jadi ini."<br />
<br />
Tiba-tiba, Emak dikejutkan oleh teguran seorang wanita. "Bu ...! Maaf ya, saya ingin bertanya, apakah Ibu menjual tempe yang belum jadi? Dari tadi, saya sudah pusing berkeliling pasar ini untuk mencarinya, tapi tidak ketemu juga."<br />
<br />
Emak langsung termenung, seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya. Betapa tidak terkejut, sejak sepuluh tahun dia menjual tempe, tidak pernah ada seorang pun pelanggan yang mencari tempe belum jadi. <br />
<br />
Sebelum Emak menjawab sapaan wanita di depannya itu, cepat-cepat Emak berdoa di dalam hatinya "Ya Allah, saat ini aku tidak mau tempe ini menjadi matang. Biarlah kacang kedelai ini tetap seperti semula, amin." <br />
<br />
Sebelum menjawab wanita itu, Emak pun membuka sedikit daun penutupnya. Alangkah senangnya hati Emak, ternyata memang benar, tempenya masih seperti semula! Hati Emak pun bersorak gembira. "Alhamdulillah," ucapnya.<br />
<br />
Wanita itu pun memborong semua tempenya yang belum jadi itu. Sebelum wanita itu pergi, Emak sempat bertanya mengapa dia membeli tempe yang belum jadi. Wanita itu menerangkan bahwa anaknya yang tengah sekolah di Inggris ingin makan tempe dari desa. <br />
<br />
Karena tempe itu akan dikirimkan ke tempat anaknya itu, si Ibu pun membeli tempe yang belum jadi. Harapannya, apabila sampai di Eropa nanti, akan menjadi tempe yang sempurna. Kalau dikirimkan tempe yang sudah jadi, sesampainya di sana, tempe itu sudah tidak enak lagi dimakan.<br />
<br />
<blockquote>Demi Allah, tiada seorang pun yang berbaik sangka kepada Allah, melainkan pasti akan memberikan kepadanya apa yang dia sangkakan. Sebab, semua kebaikan itu ada dalam genggaman Allah.<br />
<br />
Maka apabila Allah sudah memberi husnuzan-Nya, berarti Allah akan memberi apa yang disangkakannya itu. (Abdullah bin Mas'ud)</blockquote>Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-37438525713987960992011-07-16T01:21:00.000-07:002011-07-16T01:21:27.856-07:00Gara-gara KucingAIkisah, sepasang suami-istri dikaruniai seorang anak pada tahun pertama masa pernikahannya. Tentu saja, mereka sangat gembira dengan anugerah Allah tersebut karena memiliki <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/03/lembu-emas-anak-yang-taat.html">anak</a> termasuk salah satu harapan besarnya. Akan tetapi, kebahagiaan mereka tidak bertahan lama. Allah Swt. berkehendak menimpakan penyakit aneh kepada sang anak yang masih <a href="http://bayibalita.com/2010/12/bayi-alergi-susu-sapi/">bayi</a> itu. Berbagai ikhtiar pengobatan telah dilakukan kedua orang tuanya. Namun, pengobatan seakan takberdaya untuk menyembuhkannya, keadaan sang Anak se-makin memburuk.<br />
<br />
Tidak hanya keadaan anaknya yang semakin memburuk, keadaan ibu-bapaknya pun menjadi buruk akibat kesedihan dan besarnya energi yang dikeluarkan untuk mengobati anak semata wayangnya itu. "Perasaan buruk itu menyeruak di dalam <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/rendah-hati-dalam-menuntut-ilmu.html">hati</a> karena kami merasa takberdaya memberikan pengobatan bagi penderitaan anak kami," ujarnya.<br />
<br />
Ketika kondisi sang Anak sudah sangat mengkhawatirkan, ada seseorang yang menunjukkan kepada pasangan muda ini seorang <a href="http://pernik-kehidupan.blogspot.com/2011/06/ayah-yuk-ke-dokter.html">dokter</a> yang berpengalaman dan terkenal. Mereka pun segera mendatangi dokter tersebut. Saat tiba di tempat praktik dokter itu, demam anaknya semakin tinggi.<br />
<br />
Dokter itu pun berkata, "Apabila panas anak Anda tidak turun malam ini, kemungkinan besar dia akan meninggal esok hari."<br />
<br />
<a name='more'></a>Keduanya kembali bersama sang Anak dengan kegelisahan yang memuncak. Sakit menyerang tubuh sang Ayah memikirkan anaknya hingga kelopak matanya takmampu terpejam tidur <a href="http://tipskecantikanonline.com/2010/08/cantik-di-malam-hari/">malam</a> hari. <br />
<br />
Untuk menenangkan diri, dia pun segera shalat dan memohon jalan terbaik kepada Allah. Setelah selesai shalat, dia langsung pergi dengan wajah bermuram durja meninggalkan istrinya yang menangis sedih di dekat kepala anaknya.<br />
<br />
Ayah muda ini terus berjalan di jalanan dan tidak tahu apa yang harus diperbuat untuk anaknya. Tiba-tiba, dia teringat pada sebuah hadits Rasulullah saw. tentang sedekah yang berbunyi, "<i>Obatilah orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah</i>."<br />
<br />
Namun, dia bingung, siapa yang harus dia temui pada waktu malam seperti ini. Dia bisa saja mengetuk pintu seseorang dan bersedekah kepadanya, tapi apa yang akan dikatakan oleh tuan rumah kepada dia jika dia melakukan itu?<br />
<br />
Dalam kondisi bimbang seperti itu, tiba-tiba, ada seekor kucing kelaparan yang mengeong di kegelapan malam. Dia pun segera teringat pada pertanyaan seorang sahabat kepada Rasulullah saw, "Apakah berbuat baik pada binatang kami ada pahalanya?"<br />
<br />
Rasulullah menjawab, "<i>Di dalam setiap apa yang bernyawa ada pahalanya.</i>" (HR Al Bukhari dan Muslim)<br />
<br />
Tanpa pikir panjang, dia pun segera kembali ke rumah, mengambil sepotong daging, dan memberi makan kucing itu.<br />
<br />
Dia menutup pintu belakang rumahnya. Suara pintu itu bercampur dengan suara istrinya yang bertanya, "Mengapa kamu telah kembali dengan cepat?" dia pun bergegas menuju ke arah istrinya dan mendapati wajah sang Istri telah berubah. Dari permukaan wajahnya, terlihat raut kegembiraan.<br />
<br />
Wanita muda itu berkata, "Sesudah engkau pergi, aku tertidur sebentar masih dalam keadaan duduk. Maka, aku melihat sebuah pemandangan yang menakjubkan. Dalam tidurku, aku melihat diriku mendekap anakku. Tiba-tiba, ada seekor burung hitam yang sangat besar dari langit yang terang hendak menyambar anak kita untuk mengambilnya dariku. Aku menjadi sangat ketakutan, dan tidak tahu apa yang harus aku perbuat? Tiba-tiba, muncul seekor kucing yang menyerang secara dahsyat burung itu, dan keduanya terlibat perkelahian sengit. Aku tidak melihat kucing itu lebih kuat daripada burung itu karena si burung badannya gemuk. Namun, akhirnya burung elang itu pun pergi menjauh. Aku terbangun mendengar suaramu ketika datang tadi."<br />
<br />
Mendengar cerita istrinya, dia hanya tersenyum. Melihat suaminya, sang Istri menatap ke arahnya dengan terheran-heran.<br />
<br />
Keduanya lalu bergegas mendekati anaknya. Dilihatnya demam sang Anak sudah mereda dan matanya sudah mulai terbuka. Esok harinya, sang Anak sudah mau makan dan sehat seperti sedia kala.<br />
<br />
<blockquote>Janganlah membuatmu putus asa dalam mengulang-ulang doa ketikaAllah menunda ijabah doa itu. Dialah yang menjamin ijabah doa itu menurut pilihan-Nya kepadamu, bukan menurutpilihan seleramu. Kelak, pada waktu yang dikehendaki-Nya, bukan menurut waktu yang engkau kehendaki. (Ibnu Atha'ilah)</blockquote>Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-27700098216158933582011-07-15T08:42:00.000-07:002011-07-15T08:42:00.927-07:00Dibalik Daun-daun yang BerserakanDahulu, di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai berjualan, Ia pergi ke <a href="http://mimbarjumat.com/archives/1037">Masjid</a> Agung di kota itu. Ia berwudu, masuk masjid, dan shalat Dhuhur. <br />
<br />
Setelah membaca wirid dan doa sekadarnya, nenek tersebut keluar masjid, lalu membungkuk-bungkuk di halaman. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceraan. Selembar demi selembar dikaisnya, tidak satu lembar pun ia lewatkan. <br />
<br />
Tentu saja perlu waktu lama untuk membersihkan halaman masjid dari dedaunan yang jatuh dari pohon dengan cara seperti itu. Padahal, jika tengah hari, sengatan matahari di Madura sungguh menyengat. <a href="http://tipskecantikanonline.com/2010/10/keringat-oh-keringat/">Keringat </a>pun mengucur dari tubuh yang kurus dan mulai rapuh itu.<br />
<br />
Banyak pengunjung masjid yang merasa iba kepadanya. Hingga suatu hari, takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum si nenek datang. Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai menunaikan <a href="http://mimbarjumat.com/archives/94">shalat</a>, ketika hendak melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. <br />
<br />
<a name='more'></a>Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan lalu menangis. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang pun menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "berikan aku kesempatan untuk membersihkannya."<br />
<br />
Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan daun-daun yang berserakan seperti biasa. Seorang kiai yang terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan tua itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan daun-daun di halaman masjid. <br />
<br />
Ia pun mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat; pertama, hanya Pak Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. Sekarang, ia <a href="http://mimbarjumat.com/archives/897">sudah meninggal</a>, dan kita bisa mendengarkan rahasia itu.<br />
<br />
"Saya ini perempuan bodoh, Pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari kiamat tanpa syafaat Kanjeng Rasulullah. <br />
<br />
Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu shalawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya telah membacakan shalawat kepadanya."<br />
<br />
Begitulah, ketika seseorang mencintai Nabinya, ia akan mencari seribu satu cara agar bisa menyalurkan rasa cinta itu. Nenek renta ini bukanlah seorang ulama terkenal, ia hanyalah seorang penjual bunga cempaka. <br />
<br />
Tidak banyak kata dalam kamus kehidupannya untuk mengungkapkan kerinduannya kepada Rasulullah. Namun, dengan kesederhanaan yang begitu jernih dan berbalut <a href="http://mimbarjumat.com/archives/75">keikhlasan</a>, ia telah mampu menginspirasi banyak orang untuk mempertanyakan sejauh mana kecintaannya kepada Al Musthafa, Rasulullah saw.Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-62458234715042343452011-07-15T01:19:00.000-07:002011-07-15T01:19:00.076-07:00Filosofi Botol KecapDikisahkan ada seorang pengusaha kaya yang tampak bahagia. Uang bukan masalah baginya. Usahanya maju, dia jarang rugi, hampir semua bisnisnya mendatangkan keuntungan berlipat. Seakan-akan, uang itu mengejar-ngejar dirinya. <br />
<br />
Dia pun memiliki istri yang <a href="http://pelangiku.com/2009/09/cantik-bukan-cuma-fisik/">cantik</a>, anak-anak yang sehat dan lucu. Akan tetapi, di balik kesuksesannya itu ada banyak perilaku buruk yang dia lakukan. Pengusaha ini gemar melakukan maksiat. <br />
<br />
Karena berkantong tebal, dia dengan mudah bisa bergonta-ganti pasangan alias main <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/perempuan-qurani.html">perempuan</a>, melakukan kecurangan dalam bisnis, mengonsumsi makanan dan minuman haram, dan beragam kemaksiatan lainnya.<br />
<br />
Sampai suatu ketika, dia mengalami sebuah peristiwa yang mengubah hidupnya. Anaknya yang berusia tiga tahun <a href="http://mimbarjumat.com/archives/897">meninggal dunia</a> karena kecelakaan yang disebabkan keteledoran dirinya. Peristiwa itu membawa perubahan dalam dirinya. <br />
<br />
<a name='more'></a>Dia bertobat dan bertekad untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang biasa dia lakukan. Dia pun mulai belajar melakukan shalat, pergi ke masjid, melaksanakan puasa Ramadhan, dan sebagainya.<br />
<br />
Di tengah upaya perbaikan diri itulah, krisis moneter yang menghantam pada tahun 1998 telah membawa perubahan drastis dalam bisnisnya. Perlahan, tetapi pasti, dia mengalami kebangkrutan. Satu per satu perusahaan miliknya gulung tikar dan berpindah tangan. <br />
<br />
Utangnya membengkak sehingga tabungan dan depositonya di bank serta properti dan kendaraannya habis untuk menutupi utang-utangnya itu. Jika sebelumnya kata "gagal" dan "rugi" seakan menjauh darinya, sekarang kedua kata itu seakan lekat dengannya. <br />
<br />
Jika sebelumnya gelimang rupiah demikian mudah dia dapatkan, sekarang <a href="http://bayibalita.com/2010/10/memperkenalkan-uang-kepada-anak/">uang</a> recehan pun seakan enggan mendekat kepadanya. Telah berkali-kali, dia mencoba bangkit, merintis kembali bisnisnya, tetapi berkali-kali pula dia gagal. Tumpukan emosi negatif seakan tumpah ruah di otaknya.<br />
<br />
Dalam kesulitan hidup yang mengimpit tersebut, dia mempertanyakan keadilan Tuhan. Saat tenggelam dalam kemaksiatan, begitu mudahnya <a href="http://mimbarjumat.com/archives/603">rezeki</a> didapat, tetapi setelah meninggalkan kemaksiatan, rezeki pun ikut meninggalkan dirinya. <br />
<br />
"Apakah ada yang salah? Ke mana doa-doa yang selama ini dia panjatkan? Apakah Tuhan tidak mendengar atau tidak sudi mengabulkan doaku? Bukankah Tuhan itu Maha Pengasih dan Penyayang serta akan mengabulkan doa-doa dari setiap hamba-Nya?" <br />
<br />
Begitu keluhnya. Memang, di tengah kesulitan itu, kuantitas ibadah semakin berlipat-lipat. Namun, itu semua seakan belum cukup untuk mengembalikannya pada "kehidupan normal".<br />
<br />
Berkali-kali, dia mendatangi ustaz dan kiai untuk meminta <a href="http://mimbarjumat.com/archives/609">doa</a> dan nasihat. Saat diberi doa atau amalan tertentu, dia akan melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. Namun, lagi-lagi semuanya berakhir dengan kekecewaan. Dia pun mulai meragukan para kiai dan ustaz tersebut yang katanya hanya pandai berteori. Mana buktinya?<br />
<br />
Di ambang keputusasaan, pertolongan Allah pun datang melalui salah seorang kenalannya. Dia adalah seorang dosen agama di sebuah perguruan tinggi ternama. Dosen itu tidak membawakannya uang, menawarkan kerja sama bisnis, atau hal lain yang bersifat materi. <br />
<br />
Namun, dia membawa nasihat yang mampu mengubah paradigma berpikir mantan pengusaha kaya ini. Tidak banyak dalil yang dia ungkapkan. Dia hanya memberikan analogi dan perlambang saja.<br />
<br />
Katanya, "Seseorang tidak bisa mengisi botol penuh kecap dengan air putih, sebelum kecapnya dibuang terlebih dahulu. Baru setelah itu, kita bisa memasukkan air putih. Itu pun masih ada sisa-sisa kecap yang belum terbuang sehingga air yang kita masukkan masih akan bercampur dan berwarna hitam. Air itu harus dibuang lagi sehingga botol benar-benar bersih dari kecap. Baru setelah itu, air yang kita masukkan benar-benar bening karena tidak tercampur lagi dengan <a href="http://bumbudapur.com/2010/05/ayam-bakar-kecap-aroma-serai/">kecap</a>. Analoginya, kecap itu adalah harta yang kita miliki dan air putih itu adalah doa dan amal ibadah yang kita lakukan. Antara maksiat dan kebaikan tidak akan mungkin bisa bersatu. Karena itu, ketika seseorang ingin menyucikan dirinya, semua kotoran yang ada dalam diri dan harta harus dibuang dan dibersihkan. Ada banyak skenario Tuhan untuk 'membersihkan' harta seseorang sehingga harta kotor yang dimilikinya benar-benar terkuras, mungkin dibangkrutkan usahanya, kena tipu, dan sebagainya. Andaipun semuanya sudah terkuras, boleh jadi masih ada kotoran yang masih tersisa dalam diri dan harta. Allah Swt. akan meinbersihkannya dengan penyakit, musibah, atau lainnya, sembari dia menahan rezeki dari orang itu. Nah, ketika dia sudah benar-benar bersih, Allah Swt. akan membukakan jalan rezeki yang halal kepadanya. Yang jadi masalah, apakah kita sabar atau tidak dalam proses pembersihan itu?"<br />
<br />
Nasihat ini mampu menjawab pertanyaannya selama ini tentang keadilan Tuhan, tentang ijabah doa, tentang makna pertobatannya. Allah Swt. mengambil sebagian besar kekaya-annya bukan karena Allah benci, melainkan Allah amat sayang dan cinta kepada hamba-hamba-Nya yang bertobat. <br />
<br />
Sebabnya, bagaimana mungkin mengisikan nasi dan sup yang lezat ke dalam mangkuk yang blepotan dengan kotoran. Tentu sangat bijak jika mangkuk itu dibersihkan terlebih dahulu. Begitu pula qada Allah, sebelum menuangkan limpahan rahmat dan ampunan-Nya, dia akan membersihkan orang tersebut dari jelaga kemaksiatan yang masih hinggap dalam diri dan hartanya.<br />
<br />
Beberapa tahun berlalu, mantan pengusaha kaya ini sudah berada kembali di jalur kesuksesan bisnisnya. Walau belum sesukses dahulu, tanda-tanda ke arah itu sudah mulai terlihat di hadapannya. Ibaratnya, dia tengah mengisi botol nasibnya dengan air putih keberhasilan setelah dia menumpahkan hitamnya air kemaksiatan.<br />
<br />
Rentetan kegagalan dalam bisnis telah membawa perubahan positif dalam diri pengusaha ini walau sebelumnya dia nyaris jatuh pada keputusasaan. Filosofi botol kecap yang disampaikan temannya telah membuka sudut pandang baru terhadap makna ujian dan makna hidup yang sebenarnya. <br />
<br />
Dalam bahasa manajemen, pengusaha ini telah mengalami reinventing atau menemukan kembali tujuan hidupnya. Dalam Al Qur'an, ada sebuah pertanyaan, <i>fa aina tadzhabun?</i> Ke mana engkau hendak pergi? Satu pertanyaan yang dilontarkan kepada Nabi Ibrahim seperti tertera dalam QS At Takwir, 81: 26.<br />
<br />
"<i>Maka ke manakah kamu akan pergi?</i>"<br />
<br />
Jawabannya ada dalam QS Ash Shaffat, 37: 99, "<i>Dan dia (Ibrahim) berkata, 'Sesungguhnya aku harus pergi (mengha-dap) kepada Tuhanku, dia akan memberi petunjuk kepadaku.</i>'" Artinya, Nabi Ibrahim menemukan kembali Allahnya di situ.<br />
<br />
<blockquote>Segera bertobat dari suatu dosa merupakan fardu yang harus segera dilakukan dan tidak boleh ditunda-tunda. Barang siapa menangguhkannya, dia telah berbuat maksiat. Jadi, jika dia bertobat dari dosa, masih ada tobat lain, yaitu tobat dari menunda-nunda tobat. (Ibnul Qayyim Al Jauziyah)</blockquote>Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-696858764550028952011-07-14T07:04:00.000-07:002011-07-14T07:04:02.448-07:00Buah Doa dan KesungguhanSeorang santri yang sangat rajin mengaji di sebuah surau di Ranah Minang sana memiliki satu <a href="http://mimbarjumat.com/archives/101">mimpi</a> dan mimpi itu terus saja menyambanginya, nyaris setiap hari dia ingin berhaji! Dalam benak dan akal sehatnya, konsep mampu bukan berarti finansial atau keuangan semata, tetapi juga mampu dalam hal potensi. <br />
<br />
Dia berpotensi dan telah berusaha menuntut <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/03/ilmu-adalah-amanah.html">ilmu</a> agar ilmu itu dapat membimbingnya dalam beribadah, ter-masuk berhaji. Dia pun sangat yakin bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang <a href="http://mimbarjumat.com/archives/102">berdoa</a> dan bersungguh-sungguh kepada-Nya. Dia pun dengan tekun mempelajari berbagai ragam bahasa. <br />
<br />
Dia pelajari pula berbagai keterampilan hidup, seperti memasak dan mengenal adat istiadat berbagai bangsa. Tak luput, pula dia pelajari ilmu berniaga dan berwirausaha. Akhirnya, pada usia yang kedua puluh tahun, waktu yang dinantinya pun tiba: dia akan memulai perjalanan hajinya.<br />
<br />
Banyak orang mencibir, bahkan pihak <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/islamnya-keluarga-yasir.html">keluarga</a> pun turut mempertanyakan tekadnya itu. Maklum, mereka menyadari bahwa mereka bukanlah keluarga yang berkecukupan. Apakah dengan bekal yang seadanya itu dia akan dapat mencapai Tanah Suci sesuai dengan yang diharapkan?<br />
<br />
<a name='more'></a>Diiringi keraguan kaum kerabat, ninik mamak, dan handai taulan, berangkatlah dia menuju Malaka, sebuah negeri di Semenanjung Malaysia. Dia menghabiskan waktu dua tahun untuk bekerja dan berwirausaha. Lalu, negeri India dijelajahinya, kemudian Pakistan, Afghanistan, dan akhirnya tibalah dia di Teheran, ibu kota Iran. Seorang gadis Parsi dinikahinya dan bersama, mereka mencari peruntungan di Isfahan. Pada tahun kelima, setelah keberangkatannya dari terminal Batu Sangkar, tibalah dia di gerbang Kota Mekah.<br />
<br />
Bagi siapa yang meyakini Allah akan membantunya, tidak ada hal di dunia ini yang tidak mungkin. Syaratnya mudah saja, lillahi ta'ala, berdoa, dan berusaha.<br />
<br />
<blockquote>Siapa mengarahkan diripada sesuatu, dia akan memperhatikannya.<br />
<br />
Siapa memperhatikannya, dia akan bersungguh-sungguh untuk mengetahuinya.<br />
<br />
Siapa bersungguh-sungguh, dia akan mencurahkan tenaga untuk meraih manfaatnya. Dan siapa meraih manfaatnya, dia akan selalu bersamanya.<br />
(Luqman Al Hakim)</blockquote>Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-47522943785151225732011-07-14T06:15:00.000-07:002011-07-14T06:15:17.461-07:00Berhaji Karena Menunda HajiSetelah sekian lama menabung, mengumpulkan lembar demi lembar rupiah dari hasil berjualan, terkumpullah dalam tabungan Pak Ahmad sejumlah uang yang cukup untuk membayar ongkos naik haji (ONH). Impian sejak muda untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci sebentar lagi akan terwujud. Doa-doa yang senantiasa terucap selepas shalat taklama lagi akan menjadi kenyataan.<br />
<br />
Pak Ahmad bukanlah orang kaya. Dia hanyalah penjual es yang harus bekerja ekstrakeras agar bisa menyisihkan sebagian uangnya untuk berhaji. Kuatnya keinginan Pak Ahmad untuk berhaji menjadikan dia mampu berdisiplin menyisihkan sebagian uangnya untuk ditabungkan.<br />
<br />
Sebenarnya, ada sedikit rasa "tidak enak" dalam hati Pak Ahmad. Uang yang dikumpulkannya itu hanya cukup untuk melunasi ONH untuk dirinya sendiri, tidak untuk istrinya. Padahal, uang itu terkumpul karena bantuan istrinya juga.<br />
<br />
"Tidak apalah, mudah-mudahan Allah memberikan rezeki sehingga istrinya bisa kebagian jatah haji pada tahun-tahun berikutnya," begitu pikiran Pak Ahmad.<br />
<br />
<a name='more'></a>Satu hari menjelang pendaftaran, salah seorang tetang-ganya datang ke rumah untuk meminjam sejumlah uang untuk membayar biaya rumah sakit. Tetangga Pak Ahmad ini terbilang orang susah, untuk makan sehari-hari saja, dia kelimpungan.<br />
<br />
Kesulitannya semakin bertambah ketika suaminya terkena sakit parah dan mau tidak mau dia harus menyelamatkan nyawanya dengan memasukkannya ke rumah sakit. Itu pun di kelas III yang hampir semua penghuninya kaum duafa. Setelah berusaha ke sana-kemari meminjam uang, hasilnya nihil, lalu ibu ini memberanikan diri datang ke rumah Pak Ahmad untuk meminjam uang.<br />
<br />
Pak Ahmad pun dihadapkan pada pilihan sulit: meminjamkan uang dan cita-citanya untuk berhaji akan kandas di tengah jalan atau tidak meminjamkan uang dan membuat penderitaan tetangganya bertambah panjang. Setelah berdiskusi dengan istrinya, Pak Ahmad memilih jalan ketiga.<br />
<br />
Dia tidak meminjamkan uang dan tidak pula menahannya, tetapi memberikan seluruh uang hajinya untuk membayar biaya rumah sakit tetangganya. Sebuah pilihan yang sangat berat dan berani serta tidak masuk akal dalam pandangan kaum materialis.<br />
<br />
Bayangkan saja, bertahun-tahun menabung, peras keringat banting tulang mengumpulkan uang, ketika uang sudah terkumpul, dia memberikannya begitu saja kepada orang lain. Namun, amal kebaikan sering sekali tak bisa diukur dengan logika kebanyakan orang.<br />
<br />
Sebagaimana tak masuk logikanya Nabi Ibrahim yang hendak menyembelih anaknya atau "keanehan" sikap para sahabat yang rela meninggalkan tanah kelahirannya, sanak saudara, dan harta kekayaannya demi berhijrah ke Madinah walau harus melalui perjalanan yang sangat berat. Itulah buah keimanan yang teramat tinggi nilainya yang sulit dicerna oleh orang-orang yang matanya sudah silau dengan dunia.<br />
<br />
Pak Ahmad dan istrinya sangat yakin bahwa Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan amal kebaikan hamba-hamba-Nya. Bukankah Allah dan Rasul-Nya telah berjanji, "Barang siapa yang meringankan beban saudaranya di dunia, niscaya Allah akan meringankan bebannya di akhirat."<br />
<br />
Kemampuan memilih prioritas amal yang disertai keyakinan yang mantap terhadap janji Allah telah menguatkan hati Pak Ahmad untuk memberikan hartanya yang paling berharga.<br />
<br />
Disertai derai air mata sedih campur bahagia, tetangga Pak Ahmad menerima uang itu. Dia seakan tengah bermimpi, ternyata pada zaman sekarang masih ada orang yang berhati mulia seperti Pak Ahmad dan istrinya. Dia tak mampu berkata apa-apa selain ucapan terima kasih dan doa semoga Allah mengganti uang tersebut dengan sesuatu yang lebih baik.<br />
<br />
Kisah pun berlanjut. Seorang dokter yang menangani operasi Pak Fulan, tetangga Pak Ahmad, sedikit kaget. Kok bisa pasien seperti Pak Fulan bisa membayar biaya operasi yang termasuk mahal, bahkan sangat muaaahal bagi sebagian orang. Padahal, dokter itu sudah bisa menebak latar belakang Pak Fulan. Iseng-iseng dia bertanya dari mana Pak Fulan mendapatkan uang, apakah dia menjual warisan, menjual ramah, meminjam, atau apa?<br />
<br />
"Sama sekali bukan Dok, kami ini orang miskin, tidak punya apa-apa. Jangankan membayar biaya rumah sakit yang puluhan juta, untuk makan sehari-hari pun harus gali lobang tutup lobang," jawab Pak Fulan.<br />
<br />
"Lho, kalau begitu dari mana?"<br />
<br />
"Alhamdulillah, ada seseorang yang membayarkan biaya operasi kami."<br />
<br />
Dokter itu makin penasaran, "Wah hebat benar orang itu. Pastilah dia orang kaya yang sangat dermawan."<br />
<br />
"Oh.... Tidak Dok, dia orang biasa-biasa," Pak Fulan kemudi-an menceritakan kisah Pak Ahmad yang rela menunda ibadah haji demi meringankan beban penderitaan dirinya yang sekadar seorang tetangga.<br />
<br />
Selesai Pak Fulan bercerita, Dokter itu langsung meminta izin untuk diperkenalkan dengan Pak Ahmad. Dia ingin tahu lebih jauh tentang siapa Pak Ahmad itu sebenarnya. Allah pun mempertemukan mereka.<br />
<br />
Kepada Pak Ahmad dan istrinya, Dokter ini berkata, "Saya ingin belajar ikhlas seperti yang Ibu-Bapak lakukan. Akan tetapi, bukan di sini, saya ingin belajarnya di Tanah Suci. Jadi, saya dan keluarga akan mengajak serta Ibu dan Bapak pergi ke sana tahun ini."<br />
<br />
Mata Pak Ahmad tampak berkaca-kaca. Sejenak, dia tidak bisa berkata-apa. Dia seakan tidak percaya dengan kata-kata yang didengarnya. Hingga akhirnya, ucapan hamdalah terucap dari bibirnya.<br />
<br />
Begitulah, sebelum membalas kebaikannya di akhirat, Allah Swt. telah memberikan DP-nya terlebih dahulu di dunia. Harapan Pak Ahmad untuk berhaji dengan istrinya akhirnya terlaksana dalam keadaan yang penuh bahagia.<br />
<br />
<blockquote>Jadikanlah dirimu sebagai tolok ukur dari selainmu. Berbuatlah sesuatu yang menggembirakan orang lain sebagaimana yang engkau inginkan mereka berbuat untukmu.<br />
<br />
Janganlah berbuat sesuatu yang engkau tidak ingin orang lain berbuat hal itu kepadamu.<br />
<br />
Janganlah berbuat aniaya sebagaimana engkau tidak suka dianiaya.<br />
<br />
Berbuat baiklah kepada selainmu sebagaimana engkau ingin orang lain berbuat baik kepadamu. Cegahlah dirimu dari perbuatan mungkar sebagaimana engkau tidak ingin orang lain berbuat itu kepadamu.<br />
<br />
Berbuatlah sesuatu yang menyenangkan orang lain agar dia juga berbuat sesuatu yang menyenangkan dirimu. (Rasulullah saw.)</blockquote>Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-6292050170593043802011-07-14T05:42:00.000-07:002011-07-14T05:42:06.316-07:00Sepuluh Ribu RupiahMenjelang shalat Isya, seorang wartawan duduk kelelahan di halaman sebuah masjid. Perutnya bertalu-talu karena keroncongan. Kepalanya clingak-clinguk mencari tukang jual <a href="http://bayibalita.com/2010/09/makanan-pendamping-asi-untuk-usia-9-12-bulan/">makanan</a>, tapi tak kunjung menemukannya. Dari wajahnya, tampak gurat-gurat kekecewaan.<br />
<br />
Usut punya usut, si Wartawan ini tengah kecewa berat karena gagal bertemu dengan seorang tokoh yang hendak diwawancarai. Betapa tidak kecewa, sejak siang hari dia sudah "mengejar-ngejar" tokoh tersebut. Siang hari, mereka janji bertemu di sebuah kantor. <br />
<br />
Beberapa saat sebelum waktu pertemuan itu berlangsung, tokoh penting ini mendadak membatalkan <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/janji-adalah-utang.html">janji</a>, ada acara mendadak katanya. Militansinya sebagai seorang wartawan untuk mendapatkan berita telah membuat pria muda ini mendatangi hotel tempat si Pejabat meeting. Dua jam lamanya, dia menunggu. Namun sial, si Pejabat itu keluar dari <a href="http://mimbarjumat.com/archives/933">pintu</a> samping hotel sehingga tidak sempat bertemu sang Wartawan.<br />
<br />
Tidak mau patah arang, dia segera mencari tahu di mana keberadaan pejabat itu. Dia pun mendapatkan informasi bahwa orang yang dicarinya itu sudah pulang ke rumahnya di sebuah kompleks perumahan elite. Tanpa banyak berpikir, sang Wartawan tancap gas. Dengan motornya yang sudah agak butut, dia mendatangi perumahan tersebut. Walau harus tanya sana-tanya sini, akhirnya dia bisa sampai ke rumah si Pejabat.<br />
<br />
<a name='more'></a>"Aduh maaf, Mas, Bapaknya barusan pergi lagi. Ada pertemuan lagi katanya. Tapi, Bapak nggak bilang di mananya," kata si penghuni rumah.<br />
<br />
Lunglailah kaki si Wartawan. Dia pun pergi. Berkali-kali dia coba mengontak si pejabat, tetapi berkali-kali pula ponselnya tidak diangkat. Sudah terbayang di benaknya kalau nanti <a href="http://mimbarjumat.com/archives/13">malam</a> dia akan ditegur atasannya karena tidak mampu mendapatkan berita. Perutnya yang keroncongan seakan menambah derita.<br />
<br />
Saat duduk di masjid itulah, dia melihat seorang kakek yang baru saja menunaikan shalat maghrib. Dipandanginya kakek itu. Tampangnya sangat tidak meyakinkan: tinggi, kurus, jambang putihnya tidak terurus, pakaiannya sangat sederhana dan sudah luntur warnanya, sandal jepitnya pun sudah butut.<br />
<br />
Kakek itu menghampiri sebuah tanggungan kayu bakar. Lalu, mengambil topi dan duduk melepas lelah takjauh dari tempat si Wartawan. Kerutan wajahnya yang hitam terbakar matahari seakan tampak makin mengerut karena kelelahan.<br />
<br />
"<i>Cep, peryogi suluh henteu? Peserlah suluh anu Bapa, ieu ti enjing-enjing teu acan pajeng!</i>" kata Pak Tua kepada si Wartawan. Maksudnya, dia menawarkan kayu bakar yang dibawanya karena sejak dari pagi tidak laku-laku.<br />
<br />
"<i>Punten Bapa, abdi di Bumi teu nganggo suluh</i> (Maaf Bapak, saya di rumah tidak menggunakan kayu bakar)," jawabnya.<br />
<br />
"<i>Oh muhun, teu sawios. Mangga atuh, Bapa tipayun</i>, (Oh iya, nggak apa-apa. Kalau begitu permisi, Bapak duluan)," ujar Pak Tua penjual kayu bakar itu.<br />
<br />
Sebelum Pak Tua itu pergi, si Wartawan segera mengambil dompet. Dilihatnya hanya ada uang sepuluh ribu, satu-satunya, plus beberapa keping uang receh. Itulah hartanya yang tersisa pada hari itu untuk <a href="http://pelangiku.com/2009/11/stres-ko-malah-makan/">makan</a> dan membeli bensin. Namun, semua itu dia abaikan. Dia berikan uang sepuluh ribu itu kepada Pak Tua. Walau awalnya menolak, tapi akhirnya dia menerimanya pula.<br />
<br />
Sambil menahan tangis haru, Pak Tua berkata, "<i>Hatur nuhun Kasep, tos nulungan Bapak. Mugi-mugi Gusti Alloh ngagentosan kunu langkung ageung</i> (Terima kasih, Cakep, sudah menolong Bapak, semoga Gusti Allah menggantinya dengan yang lebih besar)." Ternyata, Bapak ini sejak pagi belum makan dan tidak punya uang untuk pulang.<br />
<br />
Selembar sepuluh ribu telah mengubah segalanya. Dia te-lah sudi memasukkan rasa bahagia kepada saudaranya yang tengah kesusahan, Allah Swt. pun langsung membalasnya dengan memasukkan rasa bahagia yang berlipat-lipat ke dalam hatinya.<br />
<br />
Rasa lapar, penat, dan hati dongkol yang sebelumnya mendominasi dirinya langsung hilang sirna berganti kelapangan dan kebahagiaan. Uang sepuluh ribu itu benar-benar memberikan kepuasan yang sensasinya sulit terlupakan. Dia tidak bisa berkata apa-apa selain dari tetesan air mata bahagia. "Terima kasih, ya Allah, engkau telah memberiku rezeki sehingga bisa berbagi," gumamnya.<br />
<br />
Tak lama kemudian, datanglah karunia yang kedua. Ponselnya tiba-tiba berbunyi, dilihatnya sebuah pesan dari atasannya kalau dia tidak perlu lagi mengejar si Pejabat karena ada narasumber lain yang lebih kompeten yang siap diwawancara seorang rekannya. Dia hanya memberi penugasan untuk meliput sebuah acara syukuran di salah satu hotel berbintang.<br />
<br />
Karunia Allah yang ketiga pun segera datang. Di sela-sela acara liputan di hotel itu, sang Wartawan dipersilakan oleh panitia untuk menikmati hidangan mewah yang tersedia sepuasnya. Menjelang pulang, dia mendapatkan sebuah doorprize dan beberapa buah bingkisan sebagai ucapan terima kasih dari pihak penyelenggara. "Malam yang indah ...," ujarnya.<br />
<br />
<blockquote>Walau balasan untuk kebaikan dan kejahatan itu dijanjikan Tuhan pada hari kebangkitan, tetap saja muncul suatu keadaan yang mewakili balasan itu. Apabila manusia bergembira di dalam hatinya, itu adalah balasan karena telah membuat orang lain bahagia.<br />
<br />
Apabila sedih, itulah balasan karena telah membuat orang lain sedih.<br />
<br />
Terdapat suatu bentuk balasan sebagai pemisah hari kebangkitan. (Jalaluddin Rumi)</blockquote>Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-29212049721412718142010-12-21T09:55:00.000-08:002017-01-30T16:37:28.389-08:00Andai Lebih Panjang LagiHari itu ada seseorang yang meninggal dunia. Seperti biasanya, jika ada sahabat meninggal dunia, Rasulullah pasti menyempatkan diri mengantarkan jenazahnya sampai ke kuburan. <br />
<br />
Tidak cukup sampai di situ, pada saat pulangnya, Rasulullah menyempatkan diri singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga yang ditinggalkan supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musbah itu. Begitupun terhadap keluarga sahabat yang satu ini.<br />
<br />
Sesampai di rumah duka, Rasulullah bertanya kepada istri almarhum, “Tidakkah almarhum suamimu mengucapkan wasiat ataulah sesuatu sebelum ia wafat?”<br />
<br />
Sang istri yang masih diliputi kesedihan hanya tertunduk. Isak tangis masih sesekali terdengar dari dirinya. “Aku mendengar ia mengatakan sesuatu di antara dengkur nafasnya yang tersengal. Ketika itu ia tengah menjelang ajal, ya Rasulullah.”<br />
<br />
<a name='more'></a>Rasulullah tertanya, “Apa yang dikatakannya?”<br />
<br />
“Aku tidak tahu, ya Rasulullah. Maksudku, aku tidak mengerti apakah ucapannya itu sekadar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dahsyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong.”<br />
<br />
“Bagaimana bunyinya?” tanya Rasulullah lagi.<br />
<br />
Istri yang setia itu menjawab, “Suamiku mengatakan ‘Andaikata lebih panjang lagi..., Andaikata yang masih baru ..., Andaikata semuanya ...’. Hanya itulah yang tertangkap sehingga aku dan keluargaku bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu hanya igauan dalam keadaan tidak sadar, ataukah pesan-pesan yang tidak selesai”<br />
<br />
Rasulullah tersenyum. Senyum Rasulullah itu membuat istri almarhum sahabat menjadi keheranan. Kemudian, terdengar Rasulullah berbicara, “Sungguh, apa yang diucapkan suamimu itu tidak keliru.” Beliau diam sejenak. “Jika kalian semua mau tahu, biarlah aku ceritakan kepada kalian agar tak lagi heran dan bingung.”<br />
<br />
Sekarang, bukan hanya istri almarhum saja yang menghadapi Rasulullah. Semua keluarga almarhum mengerubungi Rasul akhir zaman itu. Ingin mendengar apa gerangan sebenarnya yang terjadi.<br />
<br />
“Kisahnya begini,” Rasulullah memulai. <br />
“Pada suatu hari, ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan shalat Jumat. Di tengah jalan ia berjumpa dengan dengan orang buta yang bertujuan sama—hendak pergi ke masjid pula. Si buta itu sendirian tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntunnya. Maka, dengan sabar dan telatennya, suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas yang penghabisan, ia menyaksikan pahala amal shalihnya itu. Lalu ia pun berkata, ‘Andaikata lebih panjang lagi.’ Maksudnya adalah andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanya akan jauh lebih besar pula.”<br />
<br />
Semua anggota keluarga itu sekarang mengangguk-angguk kepalanya. Mulai mengerti sebagian duduk perkara. “Terus, ucapan yang lainnya, ya Rasulullah?” tanya sang istri yang semakin penasaran saja.<br />
<br />
Nabi menjawab, “Adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi sekali untuk shalat Subuh, cuaca dingin sekali. Di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan. Kebetulan suaminya membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia pun mencopot mantelnya yang lama yang tengah dikenakannya dan diberikan kepada si lelaki tua itu. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, ‘Coba, andaikata yang masih baru yang kuberikan kepadanya, dan bukannya mantelku yang lama yang kuberikan kepadanya, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi.’ Itulah yang dikatakan suami selengkapnya.”<br />
<br />
“Kemudian, ucapan yang ketiga, apa maksudnya ya Rasulullah?” tanya sang istri lagi.<br />
<br />
Dengan penuh kesabaran, Rasulullah menjelaskan, “Ingkatkah engkau ketika pada suatu waktu suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Ketika itu engkau segera menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur daging dan mentega. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong. Yang sebelah diberikannya kepada musafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalnya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata, ‘Kalau aku tahu begini hasilnya, musafir itu tidak akan kuberi hanya separuh. Sebab, andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti pahalaku akan berlipat ganda pula.’”<br />
<br />
Sekarang, semua anggota keluarga mengerti. Mereka tak lagi risau dengan apa yang telah terjadi kepada suami dan ayah mereka ketika akan menjelang wafatnya. Kelapangan telah ia dapatkan karena ia tidak sungkan untuk menolong dan memberi.Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-28750536336795278462010-12-19T09:31:00.000-08:002017-01-30T16:38:05.250-08:00Ikrimah Bin Abu JahalAbu Ishaw As-Ayabi'i meriwayatkan, ketika Rasulullah SAW berhasil menaklukkan kota Makkah, maka Ikrimah berkata: "Aku tidak akan tinggal di tempat ini!" Setelah berkata demikian, dia pun pergi berlayar dan memerintahkan supaya istrinya membantunya. <br />
<br />
Akan tetapi isterinya berkata: "Hendak kemana kamu wahai pemimpin pemuda Quraisy?" Apakah kamu akan pergi kesuatu tempat yang tidak kamu ketahui?" Ikrimah pun melangkahkan kakinya tanpa sedikitpun memperhatikan perkataan istrinya. <br />
<br />
Ketika Rasulullah SAW bersama para sahabat lainnya telah berhasil menaklukkan kota Makkah, maka kepada Rasulullah isteri Ikrimah berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Ikrimah telah melarikan diri ke negeri Yaman karena ia <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/tidak-takut-dikatakan-bodoh.html">takut</a> kalau-kalau kamu akan membunuhnya. Justru itu aku memohon kepadamu supaya engkau berkenan menjamin keselamatannya." <br />
<br />
Rasulullah SAW menjawab: "Dia akan berada dalam keadaan aman!" Mendengar jawaban itu, istri Ikrimah memohon diri dan pergi untuk mencari suaminya. <br />
<br />
<br />
<a name='more'></a>Akhirnya dia berhasil menemukannya di tepi pantai yang berada di Tihamah. Ketika Ikrimah menaiki kapal, maka orang yang mengemudikan kapal tersebut berkata kepadanya: "Wahai Ikrimah, ikhlaskanlah saja!" <br />
<br />
Ikrimah bertanya: "Apakah yang harus aku ikhlaskan?" <br />
<br />
"Ikhlaskanlah bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan akuilah bahwa Muhammad adalah utusan Allah!" Kata pengemudi kapal itu. <br />
<br />
Ikrimah menjawab: "Tidak, justru aku melarikan diri adalah karena ucapan itu." <br />
<br />
Selepas itu datanglah istrinya dan berkata: "Wahai Ikrimah putra bapak saudaraku, aku datang menemuimu membawa pesan dari orang yang paling utama, dari manusia yang paling mulia dan manusia yang paling baik. Aku memohon supaya engkau jangan menghancurkan dirimu sendiri. Aku telah memohonkan jaminan keselamatan untukmu kepada Rasulullah SAW." <br />
<br />
Kepada istrinya Ikrimah bertanya: "Benarkah apa yang telah engkau lakukan itu?" <br />
<br />
Istrinya menjawab: "Benar, aku telah berbicara dengan Rasulullah dan Rasulullah pun akan memberikan jaminan keselamatan atas dirimu." <br />
<br />
Begitu mendengar berita gembira dari isterinya, pada malam harinya Ikrimah bermaksud untuk melakukan persetubuhan dengan isterinya, akan tetapi isterinya menolaknya sambil berkata: "Engkau orang <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/menghafal-al-quran-ketika-masih-kafir.html">kafir</a>, sedangkan aku orang Muslim." <br />
<br />
Kepada isterinya Ikrimah berkata: "Penolakanmu itu adalah masalah besar bagi diriku." <br />
<br />
Tidak lama selepas Ikrimah bertemu dengan isterinya, mereka pulang kembali. Mendengar berita bahwa Ikrimah sudah pulang, Rasulullah SAW segera ingin menemuinya. Karena rasa kegembiraan yang tidak terkira, sehingga Rasulullah SAW sampai memakai serbannya. <br />
<br />
Setelah bertemu dengan Ikrimah, beliau pun duduk. Ketika itu Ikrimah berserta dengan istrinya berada <a href="http://mimbarjumat.com/archives/75">di hadapan</a> Rasulullah SAW Ikrimah lalu berkata: "Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah." <br />
<br />
Mendengar ucapan Ikrimah itu, Rasulullah SAW sangat merasa gembira, selanjutnya Ikrimah kembali berkata: "Wahai Rasulullah, ajarkanlah sesuatu yang <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/mendengar-pelajaran-dengan-baik.html">baik</a> yang harus aku ucapkan." <br />
<br />
Rasulullah SAW menjawab: "Ucapkanlah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya". <br />
Ikrimah kembali bertanya: "Selepas itu apa lagi?" <br />
Rasulullah menjawab: "Ucapkanlah sekali lagi, aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya." <br />
<br />
Ikrimah pun mengucapkan apa yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW selepas itu baginda bersabda: "Jika sekiranya pada hari ini kamu meminta kepadaku sesuatu sebagaimana yang telah aku berikan kepada orang lain, niscaya aku akan mengabulkannya." <br />
<br />
Ikrimah berkata: "Aku memohon kepadamu ya Rasulullah, supaya engkau berkenan memohonkan ampunan untukku kepada Allah atas setiap permusuhan yang pernah aku lakukan terhadap dirimu, setiap perjalanan yang aku lalui untuk menyerangmu, setiap yang aku gunakan untuk melawanmu dan setiap perkataan kotor yang aku katakan di hadapan atau di belakangmu." <br />
<br />
Maka Rasulullah SAW pun berdoa: "Ya Allah, ampunilah dosanya atas setiap permusuhan yang pernah dilakukannya untuk bermusuh denganku, setiap langkah perjalanan yang dilaluinya untuk menyerangku yang tujuannya untuk memadamkan cahaya-Mu dan ampunilah dosanya atas segala sesuatu yang pernah dilakukannya baik secara langsung di depanku maupun di belakangku." <br />
<br />
Alangkah senangnya hati Ikrimah mendengar doa yang dipanjatkan oleh Rasulullah SAW, saat itu juga ia berkata: "Ya Rasulullah! Aku bersumpah demi Allah, aku tidak akan membiarkan satu dinar pun biaya yang pernah aku gunakan untuk melawan agama Allah, melainkan akan aku ganti berlipat ganda demi membela agama-Nya. Begitu juga setiap perjuangan yang dahulu aku lakukan untuk melawan agama Allah, akan aku ganti dengan perjuangan yang berlipat ganda demi membela agama-Nya, aku akan ikut berperang dan berjuang sampai ke titisan darah yang terakhir." <br />
<br />
Demikianlah keadaan Ikrimah, setelah ia memeluk Islam, ia sentiasa ikut dalam peperangan hingga akhirnya ia terbunuh sebagai syahid. Semoga Allah berkenan melimpahkan kurnia dan rahmat-Nya kepada Ikrimah. <br />
<br />
Dalam riwayat yang lain pula diceritakan, bahwa ketika terjadinya Perang Yarmuk, Ikrimah juga ikut serta berperang sebagai pasukan perang yang berjalan kaki, pada waktu itu Khalid bin Walid mengatakan: "Jangan kamu lakukan hal itu, karena bahaya yang akan menimpamu lebih besar!" Ikrimah menjawab: "Karena kamu wahai Khalid telah terlebih dahulu ikut berperang bersama Rasalullah SAW, maka biarlah hal ini aku lakukan!" <br />
<br />
Ikrimah tetap meneruskan niatnya, hingga akhirnya ia gugur di medan perang. Pada waktu Ikrimah gugur, ternyata di tubuhnya terdapat lebih kurang tujuh puluh luka bekas tikaman pedang, tombak dan anak panah. <br />
<br />
Abdullah bin Mas'ud pula berkata: Di antara orang-orang yang termasuk dalam barisan Perang Yarmuk adalah Haris bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal dan Suhail bin Amar. Di saat-saat kematian mereka, ada seorang sahabat yang memberinya air minum, akan tetapi mereka menolaknya. <br />
<br />
Setiap kali air itu akan diberikan kepada salah seorang dari mereka yang bertiga orang itu, maka masing-masing mereka berkata: "Berikan saja air itu kepada sahabat di sebelahku." Demikianlah keadaan mereka seterusnya, sehingga akhirnya mereka bertiga menghembuskan nafas yang terakhir dalam keadaan belum sempat meminum air itu. <br />
<br />
Dalam riwayat yang lain pula ditambahkan: "Sebenarnya Ikrimah bermaksud untuk meminum air tersebut, akan tetapi pada waktu ia akan meminumnya, ia melihat ke arah Suhail dan Suhail pun melihat ke arahnya pula, maka Ikrimah berkata: "Berikanlah saja air minum ini kepadanya, barangkali ia lebih memerlukannya daripadaku." <br />
<br />
Suhail pula melihat kepada Haris, begitu juga Haris melihat kepadanya. Akhirnya Suhail berkata: "Berikanlah air minum ini kepada siapa saja, barangkali sahabat-sahabatku itu lebih memerlukannya daripadaku." <br />
<br />
Begitulah keadaan mereka, sehingga air tersebut tidak seorangpun di antara mereka yang dapat meminumnya, sehingga mati syahid semuanya. Semoga Allah melimpahkan kurnia dan rahmat-Nya kepada mereka bertiga.Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-73587975238485344042010-12-19T08:09:00.000-08:002010-12-19T08:09:38.484-08:00Hari Sabtunya Orang Yahudi<i>Dan tanyakanlah kepada Bani <a href="http://mimbarjumat.com/archives/340">Israel</a> tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. </i><br />
<br />
<i>Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab: "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa". </i><br />
<br />
<i>Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. </i><br />
<br />
<i>Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: "Jadilah kamu kera yang hina". Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu memberitahukan, bahwa sesungguhnya Dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang Yahudi) sampai hari kiamat orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang seburuk-buruknya. </i><br />
<br />
<i>Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)</i>. (<a href="http://mimbarjumat.com/al-quran-online/7">Al-A'Raaf</a>: 63-68)<br />
<br />
<a name='more'></a>Kisah ini menceritakan tentang sebuah desa orang-orang <a href="http://mimbarjumat.com/archives/353">Yahudi</a> yang terletak di pesisir lautan, yaitu sebuah desa pesisir di antara desa-desa yang mereka diami. Orang-orang Yahudi setempat telah diperintahkan Allah untuk tidak berburu dan menangkap ikan pada hari Sabtu dan mereka dibolehkan untuk menangkap pada hari-hari lain dalam sepekan.<br />
<br />
Allah telah menguji mereka dengan kewajiban ini, di mana ikan-ikan itu menjauhi mereka dan jarang ditemui pada hari-hari dibolehkannya menangkap ikan, sementara pada hari Sabtu ikan-ikan itu justru banyak mendatangi mereka dengan terapung-apung di sekitar mereka.<br />
<br />
Setan pun membisiki hati sekelompok orang dari <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/03/kesaksian-penduduk-mekah.html">penduduk</a> desa dan membujuk mereka untuk menangkap ikan. Akan tetapi, bagaimana caranya mereka dapat mengelak dari perintah Allah tersebut? Setan menunjukkan alibi, cara tipu daya, serta membimbing mereka kiat agar dapat menangkap ikan pada hari Sabtu.<br />
<br />
Penduduk desa itu terbagi menjadi dua kelompok dalam menghadapi kelompok yang melanggar batas tersebut. Kelompok pertama adalah orang-orang <a href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/kisah-pencuri-saleh.html">saleh</a> dari para dai yang menjalankan kewajiban mereka dalam <a href="http://mimbarjumat.com/archives/1097">dakwah</a> dan memprotes orang-orang yang mengakali perintah-perintah Allah dengan berbagai alibi, pelanggaran, dan perburuan mereka pada hari Sabtu.<br />
<br />
Kelompok kedua adalah orang-orang yang berdiam diri, yang diam melihat pelanggaran orang-orang yang melampaui batas, dan mereka justru melontarkan celaan dan penentangan terhadap orang-orang saleh yang berdakwah, dengan alasan bahwa tidak ada manfaatnya menasihati dan memperingatkan sekelompok orang yang memang sudah sepantasnya binasa dan akan mendapat azab.<br />
<br />
Orang-orang saleh itu menjelaskan kepada orang-orang yang mencela mereka dan mendiamkan kemungkaran itu bahwa mereka memprotes kemungkaran itu dengan tujuan melepaskan tanggung jawab di hadapan Allah dan demi menunaikan kewajiban serta agar mereka mau bertakwa.<br />
<br />
Ketika azab Allah menimpa orang-orang yang melampaui batas itu, maka Allah mengubah wujud mereka menjadi monyet-monyet hina. Perubahan bentuk wujud itu memang terjadi sesungguhnya. Tidak lama setelah berubah wujud menjadi monyet yang tidak mempunyai keturunan, mereka akhirnya <a href="http://mimbarjumat.com/archives/16">mati</a>.<br />
<br />
Allah menyelamatkan orang-orang saleh para dai itu. Sementara itu, Al-Quran tidak menjelaskan nasib orang-orang yang diam, barangkali karena mereka tidak berarti dan hina di mata Allah. Karena mereka tidak disebutkan bersama orang-orang yang <a href="http://mimbarjumat.com/archives/182">selamat</a> maka tampaknya mereka termasuk orang-orang yang binasa dan terkutuk.Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-52550658084138766992010-04-08T02:58:00.001-07:002010-04-08T02:58:43.133-07:00Para Musuh Allah yang akan Tewas di Perang BadarKondisi Mekah makin hari makin tidak aman bagi perkembangan <a title="islam" href="http://mimbarjumat.com/archives/1075" target="_blank">Islam</a>, terutama bagi kaum muslim yang selalu mendapat teror dan siksaan dari kaum musyrikin Quraisy. Inilah yang menjadi alasan kuat Rasulullah saw untuk mengajak <a title="kaum muslimin yang tertindas" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/03/kaum-muslimin-yang-tertindas.html" target="_blank">kaum muslimin</a> hijrah ke Yastrib atau Medinah.<br />
<br />
Di Medinah ini kaum muslimin membangun kekuatan untuk menghadapi serangan kaum Quraisy. Perkembangan kaum muslimin makin kuat, bahkan mereka berani mengadakan pemboikotan wilayah dan ekonomi. Akibatnya, kaum musyrikin Quraisy menantang untuk bertempur di Badar.<br />
<br />
Ketika Rasulullah saw meninjau lokasi perang bersama para sahabat, beliau bersabda, "Lihatlah Mekah! Ia telah melemparkan kepada kalian potongan-potongan hatinya!". Rasulullah saw mengatakan itu kepada para sahabat sambil menunjuk tempat-tempat para pemimpin Quraisy akan terbunuh di peperangan Badar. Ternyata semua prediksi beliau terbukti ketika Perang Badar berakhir. Para pemimpin Quraisy tewas di tempat-tempat yang telah ditunjuk Rasulullah saw.<br />
<br />
Berkaitan dengan peristiwa itu, <a title="umar bin khaththab al faruq" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/umar-bin-khaththab-al-faruq-ra.html" target="_blank">Umar bin Khaththab</a> bercerita, "<em>Sebelum Perang Badar dimulai, Rasulullah berjalan di sekitar medan perang dan menunjuk ke beberapa tempat sambil berkata, <a title="pengakuan abu jahal" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/pengakuan-abu-jahal.html" target="_blank">Abu Jahal</a> akan terbunuh di sini, <a title="pengakuan utbah bin rabiah" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/pengakuan-utbah-bin-rabiah.html" target="_blank">Utbah</a> di sini, Shayba di sini, Walid di sini, dan sebagainya. Demi Allah SWT, setelah perang selesai kami menemukan jenazah mereka persis di tempat yang beliau sebutkan tadi</em>." (HR. Muslim)Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-67670212151643096882010-04-08T02:57:00.001-07:002010-04-08T03:00:25.290-07:00Kematian Tragis Majikan Zalim<a title="imam bukhari, kepandaian yang teruji" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/imam-bukhari-kepandaian-yang-teruji.html" target="_blank">Bukhari</a> dan Abu Daud menulis kisah Khabbab bin Arat r.a. Dia adalah salah seorang sahabat Nabi saw yang memeluk Islam pada awal penyebarannya. Dia juga seorang hamba sahaya dari seorang perempuan zalim bernama Ummu Anmar Al-Khuza'iyyah.<br />
<br />
Khabab sering mengunjungi Rasulullah saw untuk menuntut ilmu agama. Akan tetapi, malang baginya, berbagai macam <a title="penderitaan palestina" href="http://mimbarjumat.com/archives/258" target="_blank">penderitaan</a> dan siksaan ia terima dari majikannya setelah diketahui sering mengunjungi Rasulullah saw.<br />
<br />
Khabab sering dijemur di atas pasir panas di bawah teriknya matahari dengan mengenakan pakaian besi. Bukan hanya itu, ia pernah diletakkan di tempat pemanggangan hingga punggungnya terbakar dan luka itu terus membekas di punggungnya.<br />
<br />
Tidak tahan dengan siksaan keji itu, Khabbab r.a mengadu kepada Rasulullah saw dengan harapan beliau mau menolongnya. Khabab berkata kepada Rasulullah saw yang sedang berselimutkan kain beludru di bawah Kakbah, "Tidakkan Anda menolong kami dan berdoa untuk kami?"<br />
<br />
<a name='more'></a>Rasulullah saw menatapnya sambil berkata, "<em>Demi Allah, umat-umat sebelum ini menahan siksa yang lebih berat daripada siksaan yang telah kau alami. Mereka pernah dibuatkan lubang, kemudian disekap di dalamnya. Setelah itu, seseorang mendatanginya dengan membawa gergaji, meletakkan di kepalanya, lalu dengan sergaji itu membelah kepalanya menjadi dua. </em><br />
<br />
<em>Namun, semua itu tak pernah membuatnya berniat untuk meningsalkan agamanya. Seorang dari mereka ada yang pernah disisir kulitnya dengan sisir besi hingga dagingnya terkelupas dari tulang dan jaringan sarafnya. Akan tetapi, hal itu tidak membuatnya berpikir untuk meninggalkan agamanya. </em><br />
<br />
<em>Allah akan menyempurnakan agama ini, tetapi engkau tidak bersabar. Suatu hari, kelak akan tiba saatnya perempuan <a title="membantu si zalim" href="http://mimbarjumat.com/archives/997" target="_blank">zalim</a> itu (majikan Khabbab) akan berjalan sendiri dari San'a ke Hadramaut tanpa takut apa pun selain binatang buas. Namun, mengapa engkau tidak sabar?</em>"<br />
<br />
Ternyata Rasulullah saw telah mengetahui azab yang akan Allah SWT timpakan terhadap majikan zalim tersebut dengan mengabarkan bahwa majikan zalim itu akan mati diterkam binatang buas. Khabab r.a memberikan kesaksiannya, "Demi Allah, apa yang dikabarkan oleh Rasulullah saw benar! Aku melihatnya sendiri!"<br />
<br />
Kebenaran pernyataan Rasulullah saw tentang azab yang akan menimpa majikan yang zalim benar adanya. Bukti kebenaran itu disaksikan oleh Khabab, budak milik majikan zalim, secara langsung. Dia melihat majikannya mati diterkam binatang buas sesuai dengan apa yang dikatakan Rasulullah saw.Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-75263741202074567322010-04-08T02:56:00.000-07:002010-04-08T02:56:37.457-07:00Kisah Umair bin WahabPerang Badar dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin. Rasa <a title="masih bolehkah kita tidak bersyukur kepada Allah?" href="http://mimbarjumat.com/archives/1115" target="_blank">syukur</a> pun selalu mereka panjatkan ke hadirat Allah SWT. Sebaliknya, kekalahan yang diterima kaum musyrikin Quraisy benar-benar membuat mereka makin geram.<br />
<br />
Umair bin Wahab dan Shafwan bin Umayyah mengungkapkan kekesalan mereka atas kemenangan umat Islam. Umair berkata kepada Shafwan, "Ah, seandainya aku tidak sedang <a title="cara keluar dari lilitan hutang" href="http://carahidupkita.blogspot.com/2009/12/cara-keluar-dari-lilitan-utang.html" target="_blank">dililit utang</a> dan keluargaku bisa kutinggalkan saat kesulitan sekarang, aku akan mencari Muhammad dan membunuhnya!"<br />
<br />
Mendengar perkataan Umair tersebut, Shafwan menyambut ide Umair dan berkata, "Baiklah, jika kau berhasil membunuh Muhammad dan menyiksanya dengan keji, aku berjanji akan memberimu 100 ekor unta. Dengannya kamu bisa melunasi semua utang keluargamu, begitu pula keluargamu akan aku jadikan bagian dari keluargaku!"<br />
<br />
Tawaran yang menggiurkan. Tanpa pikir panjang, Umair langsung menerima tawaran Shafwan dengan senang hati.<br />
<br />
"Tapi ingat! Ini adalah <a title="keteguhan menjaga rahasia" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/03/keteguhan-menjaga-rahasia.html" target="_blank">rahasia</a> kita berdua. Jangan sampai kauceritakan kepada yang lain!" pesan Shafwan kepada Umair.<br />
<br />
<a name='more'></a>Umair pun segera berangkat ke Medinah untuk melaksanakan <a title="cara mewujudkan rencana hidup" href="http://carahidupkita.blogspot.com/2010/02/cara-mewujudkan-rencana-hidup.html" target="_blank">rencana</a> kejinya tersebut. Akan tetapi, malang baginya, di tengah perjalanan ia bertemu Umar bin Khaththab, sahabat Rasulullah saw yang sangat ditakuti kaum Quraisy karena keberanian dan pukulannya yang menyakitkan. Rasa takut menyergap Umair, apalagi ketika Umar menggiringnya untuk menghadap Rasulullah saw.<br />
<br />
Interogasi terhadap Umair atas maksud kedatangannya ke Medinah dimulai di hadapan Rasulullah saw. Beliau bertanya, "Apa maksud kedatanganmu ke sini?"<br />
<br />
Umair tidak mungkin menjawab dengan jujur niatnya untuk membunuh pemimpin umat Islam itu sendiri. Ia berkilah, "Sungguh kedatanganku ke sini untuk menebus putraku yang telah kalian tawan."<br />
<br />
Rasulullah saw sebenarnya sudah mengetahui bahwa Umair berbohong. Beliau mendapat petunjuk dari Allah SWT. Berkali-kali beliau bertanya kepada Umair, berkali-kali pula ia terus berbohong.<br />
<br />
Akhirnya, Rasulullah saw mengakhiri kebohongan Umair dengan berkata, "Aku tahu engkau telah bersekongkol dengan Shafwan untuk membunuhku. Dengan melakukannya, Shafwan akan memberikanmu 100 ekor unta untuk melunasi seluruh utang keluargamu dan menjadikan keluargamu bagian dari keluarganya!"<br />
<br />
Umair tersentak kaget mengetahui Rasulullah saw bisa membongkar niat busuknya. Dia sangat heran, "Benar-benar tidak habis pikir, bagaimana Rasulullah bisa mengetahui rencana busukku, padahal tidak ada orang lain yang mendengarkan, hanya aku dan Shafwan. Lagi pula percakapan itu terjadi di Mekah, jauh dari Medinah tempat Rasulullah saw berada?"<br />
<br />
Kebenaran berita yang disampaikan Rasulullah saw membuat Umair yakin bahwa Muhammad benar-benar utusan Allah. Ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai ketundukannya pada Islam. Rasulullah saw menyambutnya dengan baik.<br />
<br />
Tidak ada prasangka atau dendam sama sekali kepada Umair. Bahkan, beliau menyuruh para sahabat untuk mengajari Al-lslam kepada Umair, sampai ia memahaminya dengan baik. Ditambah lagi, semua tawanan yang diminta oleh Umair, beliau bebaskan tanpa keberatan sama sekali.<br />
<br />
Waktu pun berlalu. Saat dirasa <a title="hilangnya ilmu" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/hilangnya-ilmu.html" target="_blank">ilmu</a> yang dimiliki Umair sudah cukup, Rasulullah saw mengizinkannya untuk kembali ke Mekah. Di sana ia menyiarkan Islam dan hasilnya hampir seluruh masyarakat Mekah masuk Islam berkat dakwahnya.Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-1680093272783425832010-04-08T01:05:00.001-07:002010-04-08T01:05:39.984-07:00Pengakuan Abu JahalDalam penyebaran risalah Islam, Rasulullah banyak sekali menemui kendala sehingga untuk menghindari sikap orang-orang Quraisy yang menentang risalah Islam, Rasulullah melakukan <a title="efektifkan dakwah ditengah kemajuan jaman" href="http://mimbarjumat.com/archives/1097" target="_blank">dakwah</a> secara sembunyi-sembunyi. Hal itu dilakukan Rasulullah dikarenakan belum ada petunjuk dari Allah untuk melaksanakan dakwah secara terang-terangan.<br />
<br />
Akan tetapi, ketika turun perintah untuk dakwah secara terang-terangan, Rasulullah saw langsung keluar dari kediamannya dan mendaki bukit Shafa. Di atas sana, beliau berseru dengan lantang memanggil penduduk Mekah, "Wahai kaum Quraisy!" Seruan itu memancing masyarakat Mekah untuk berduyun-duyun mendekati beliau.<br />
<br />
Setelah masyarakat Mekah berkumpul di bukit Shafa, Rasulullah bersabda, "Percayakah kalian jika kukabarkan kepada kalian bahwa seekor unta akan ketuar dari kaki gunung ini?"<br />
<br />
Mereka menjawab, "Kami tidak pernah menemukan kebohongan darimu sebelumnya."<br />
<br />
Rasulullah melanjutkan, "Ketahuilah, sesungguhnya aku mengingatkan kalian akan adanya siksa yang sangat pedih!"<br />
<br />
<a name='more'></a>Mendengar hal itu, pamannya yang bernama <a title="mengecoh abu lahab" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/mengecoh-abu-lahab.html" target="_blank">Abu Lahab</a> berdiri dan langsung meninggalkan beliau. Ketidakpedulian Abu Lahab terhadap ajakan Rasulullah saw diikuti oleh yang lainnya. Satu per satu dari mereka pergi meninggalkan beliau. Tidak ada yang tertarik dengan ajakannya.<br />
<br />
Tradisi jahiliah begitu melekat dalam diri kaum Quraisy Mekah sehingga hampir mustahil untuk meninggalkan kebiasaan yang turun-menurun tersebut.<br />
<br />
Meskipun demikian, Rasulullah saw tidak berhenti begitu saja. Pada suatu kesempatan, beliau bertemu dengan pamannya, Abu Jahal, di sebuah lorong kota Mekah. Pertemuan ini tidak disia-siakan oleh Rasulullah saw untuk mengajak pamannya menauhidkan Allah SWT. Beliau bersabda, "Wahai, Abu Hakam, marilah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku mengajakmu kepada Allah!"<br />
<br />
Dengan ketus Abu Jahal menjawab, "Hai, Muhammad! Tidakkah kamu berhenti mencela tuhan-tuhan kami? Jika engkau melakukan ini agar kami bersaksi di hadapan Allah bahwa kamu adalah penyampai risalah, akan kami lakukan jika kamu memang benar! Karena itu, biarkanlah kami mengurus diri kami sendiri!"<br />
<br />
Mendengar pernyataan Abu Jahal, Rasulullah saw berlalu meninggalkannya. Mughirah bin Shu'bah yang saat itu sedang bersama Abu Jahal bertanya tentang kerasulan Nabi Muhammad.<br />
<br />
Abu Jahal menjawab, "Aku tahu bahwa dia adalah seorang nabi dan apa yang dikatakannya adalah kebenaran. Akan tetapi, kami bersaing dengan Bani Hasyim (keluarga Rasulullah saw) di segala sesuatu. Mereka membanggakan diri karena menyediakan makanan dan <a title="resep minuman segar" href="http://resepminumansegar.com" target="_blank">minuman</a> bagi para peziarah. Jika di antara mereka ada yang menjadi nabi, mereka pasti akan membangga-banggakannya di hadapan kami. Jika demikian, tentu saja kami tidak mampu menyainginya."<br />
<br />
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abu Jahal pernah berkata, "Kami tidak pernah mendustakan engkau dan engkau bukanlah seorang pendusta. Namun, kami mendustakan apa yang engkau bawa."<br />
<br />
Pengakuan Abu Jahal terhadap kerasulan Muhammad pun diungkapkan Abu Dzar Al-Ghifari. Saat itu Abu Dzar belum memeluk Islam dan ia pun menjadi sahabat dekat Abu Jahal. Keduanya dipersatukan dalam kerja sama perdagangan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Setiap kali Abu Dzar datang ke kota Mekah, ia selalu membawa barang-barang dagangan yang akan ia jual melalui perantaraan Abu Jahal.<br />
<br />
Alkisah diceritakan bahwa terjadi sesuatu di luar kebiasaan. Suatu ketika Abu Dzar datang ke Mekah tanpa membawa barang dagangan satu pun, termasuk uang perniagaan. Hal ini tentu saja membuat Abu Jahal heran. la pun bertanya kepada Abu Dzar, "Apakah kau membawa barang dagangan, hai sahabatku?"<br />
<br />
Abu Dzar menjawab, "Seperti yang kaulihat, aku tidak membawa apa pun."<br />
<br />
"Apakah engkau membawa uang?" tanya Abu Jahal kembali.<br />
<br />
"Tidak juga," jawab Abu Dzar singkat.<br />
<br />
Melihat ada sesuatu yang tidak biasa pada sahabatnya, Abu Jahal kembali bertanya, "Ada apa denganmu? Apa yang membuatmu datang jauh-jauh ke Mekah tanpa membawa barang dagangan atau uang? Adakah tujuanmu yang lain?"<br />
<br />
Melihat kerisauan sahabatnya, Abu Dzar mencoba menenangkannya dengan menjawab, "Sahabatku Abu Jahal, kali ini kedatanganku bukan untuk mengadu untung dalam perdagangan."<br />
<br />
"Lantas untuk apa?" tanya Abu Jahal yang makin penasaran.<br />
<br />
"Aku ingin bertemu dengan kemenakanmu."<br />
<br />
Jawaban Abu Dzar makin membingungkan Abu Jahal. Abu Jahal pun kembali bertanya, "Kemenakanku? Siapakah yang kaumaksud?"<br />
<br />
"Muhammad," jawab Abu Dzar singkat.<br />
<br />
"Muhammad?" ulang Abu Jahal untuk meyakinkan apa yang baru saja ia dengar.<br />
<br />
"Ya. Kudengar dari beberapa sahabatku bahwa Muhammad, kemenakanmu itu telah diangkat menjadi seorang rasul. Engkau harus bangga mempunyai kemenakan semulia itu, sahabatku!" jelas Abu Dzar panjang lebar. Ia tidak tahu bahwa sang paman tidak menyukai risalah yang dibawa kemenakannya, Muhammad.<br />
<br />
Abu Jahal yang tidak ingin Islam memengaruhi sahabatnya segera mencegah Abu Dzar untuk bertemu Rasulullah saw dan berkata, "Sahabatku, dengarkanlah aku jika kau ingin selamat, jangan kautemui dia! Sekali-kali jangan pernah kau menemui kemenakanku itu!"<br />
<br />
"Mengapa kau berkata seperti itu?" tanya Abu Dzar Al-Ghifari heran.<br />
<br />
Abu Jahal menjelaskan, "Kautahu, Muhammad itu sangat menarik. Ia sangat memesona. Sekali berjumpa dengannya, aku jamin kaupasti akan benar-benar terpikat dengannya. Wajahnya bersih, perkataannya berisi mutiara indah dan selalu benar. Perilakunya sangat lembut dan sopan membacakan wahyu. Semua kalimatnya menyentuh jiwa."<br />
<br />
Tentu saja jawaban Abu Jahal sangat berlawanan dengan sarannya untuk tidak menemui Rasulullah saw. Di satu sisi ia melarang Abu Dzar untuk bertemu kemenakannya, tetapi di sisi lain ia memberikan alasan yang baik-baik tentang Rasulullah saw.<br />
<br />
Abu Dzar mengungkap keheranannya seraya berkata, "Aku tidak mengerti, tetapi apa itu berarti kau yakin dia seorang rasul?"<br />
<br />
Abu Jahal langsung mengiyakan. Katanya, "Jelas. Mustahil rasanya jika ia bukan seorang rasul. Ia baik kepada semua orang tua dan muda, begitu pula budi pekerti dan akhlaknya sangat mulia. Satu hal lagi yang perlu kauketahui, ia sangat tabah menghadapi apa pun yang terjadi padanya. Ia mempunyai daya tarik yang hebat sekali."<br />
<br />
"Aku tidak habis mengerti terhadapmu, Abu Jahal sahabatku," tandas Abu Dzar, "kaubilang bahwa kauyakin kemenakanmu itu adalah seorang rasul."<br />
<br />
"Yakin betul. Aku tidak pernah meragukannya sedikit pun," tegas Abu Jahal.<br />
<br />
"Apakah kaupercaya bahwa ia benar?" tanya Abu Dzar kembali.<br />
<br />
"Lebih dari sekadar percaya," Jawab Abu Jahal.<br />
<br />
"Tapi engkau melarangku untuk menemuinya ...," tanya Abu Dzar masih dengan keheranan.<br />
<br />
Abu Jahal menjawab "Begitulah ...."<br />
<br />
"Lalu, apakah engkau mengikuti ajaran agamanya?"<br />
<br />
Abu Jahal tersentak dengan pertanyaan sang sahabat. "Ulangi sekali lagi pertanyaanmu ...," pinta Abu Jahal.<br />
<br />
"Apakah engkau mengikuti agamanya menjadi pemeluk Islam?" Abu Dzar kembali mengulangi pertanyaannya seperti permintaan Abu Jahal.<br />
<br />
Tidak bisa mengelak, Abu Jahal berkilah, "Sahabatku, sampai kapan pun aku tetap Abu Jahal. Aku bukanlah orang gila. Aku masih waras. Berapa pun kaubayar aku, aku tidak akan menjadi pengikut Muhammad!"<br />
<br />
Abu Jahal melanjutkan, "Meskipun aku yakin bahwa Muhammad itu benar, aku tetap akan melawan Muhammad sampai kapan pun. Sampai titik darah penghabisanku."<br />
<br />
"Apa sebabnya?" tanya Abu Dzar.<br />
<br />
"Kautahu sahabatku, jika aku menjadi pengikut kemenakanku sendiri, kedudukan dan wibawaku akan hancur. Akan kuletakan di mana mukaku di hadapan bangsa Quraisy?"<br />
<br />
Abu Dzar menggeleng-gelengkan kepalanya seakan tidak percaya akan pemikiran sahabatnya, " Pendirianmu keliru, sahabatku."<br />
<br />
"Aku tahu aku memang keliru," ujar Abu Jahal.<br />
<br />
Abu Dzar mengingatkan sahabatnya, "Kelak, engkau akan dikalahkan oleh kekeliruanmu."<br />
<br />
"Baik, biar saja aku kalah. Bahkan, aku tahu diakhirat kelak akan dimasukkan ke dalam <a title="tiga golongan yang dilempar ke neraka" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/tiga-golongan-yang-dilempar-ke-neraka.html" target="_blank">neraka</a> jahanam. Namun, aku tidak mau dikalahkan Muhammad di dunia walaupun di akhirat sana aku pasti dikalahkan," jawab Abu Jahal sambil berlalu meninggalkan Abu Dzar yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.<br />
<br />
Abu Jahal tetap dalam pendiriannya. Ketika Perang Badar berlangsung, ia ditanya oleh Akhnas bin Syariq, "Hai, Abu Jahal! Di sini hanya kita berdua dan tidak ada orang lain, ceritakanlah tentang diri Muhammad, apakah benar dia itu orang yang jujur atau pendusta?"<br />
<br />
"Demi Tuhan! Sesungguhnya Muhammad itu adalah orang yang benar dan tidak pernah berdusta!"Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-59318687637506540792010-04-08T01:04:00.001-07:002010-04-08T01:04:46.084-07:00Pengakuan Utbah bin Rabi'ahDakwah Rasulullah saw makin gencar sehingga para pemimpin Quraisy berencana mencegah penyebaran Islam lebih luas lagi dengan mengirimkan Utbah bin Rabi'ah kepada Rasulullah saw. Misi Utbah adalah membujuk Rasulullah agar berhenti berdakwah.<br />
<br />
Rasulullah saw menyambut kedatangan Utbah dengan sangat baik. Utbah membuka percakapan dengan bertanya kepada Rasulullah saw., "Siapakah yang lebih baik, wahai Muhammad? Kau atau ayahmu?"<br />
<br />
Rasulullah diam. Mungkin beliau merasa tidak perlu menjawab <a title="pertanyaan yang mendorong orang tua berbicara" href="http://carahidupkita.blogspot.com/2010/01/pertanyaan-yang-mendorong-orang-tua.html" target="_blank">pertanyaan </a>seperti itu.<br />
<br />
Utbah tidak menyerah dan melanjutkan, "Putra saudaraku, engkau adalah bagian dari diri kami sebab kami tahu persis silsilah keluargamu. Akan tetapi, engkau membawa kepada kaummu sesuatu yang sangat besar dan mencerai-beraikan mereka. Oleh karena itu, aku datang kepadamu untuk menawarkan beberapa hal yang bisa kau pertimbangkan untuk kau terima. Jika kau melakukan semua itu untuk <a title="Diantara Ujian Manusia pada Harta dan Jabatan" href="http://mimbarjumat.com/archives/32" target="_blank">harta</a>, kami bersedia mengumpulkan seluruh harta kami untuk diberikan kepadamu agar kamu menjadi orang terkaya di antara kami. Jika engkau menginginkan kedudukan, kami siap mengangkatmu menjadi penguasa kami, dan kami tidak akan memutuskan perkara sebelum kamu memutuskannya. Seandainya engkau ingin menjadi <a title="nabi daud meredakan amarah raja" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/nabi-daud-as-meredakan-amarah-raja.html" target="_blank">raja</a>, kami akan menobatkanmu menjadi raja. Jika kamu melakukan hal itu karena keyakinanmu dan tidak mudah kau hilangkan dari dirimu, kami akan memanggil seorang tabib berapa pun biayanya untuk menghilangkan keyakinanmu itu sampai kau terbebas darinya."<br />
<br />
<a name='more'></a>Rasulullah tetap diam. Utbah mulai kehabisan kata-kata karena tawarannya tidak ditanggapi Rasulullah. Akhirnya, Utbah pun ikut terdiam. Melihat Utbah yang tampak kebingungan, Rasulullah bertanya kepadanya, "Ada lagi yang hendak kau katakan?"<br />
<br />
Utbah menjawab, "Tidak ada."<br />
<br />
Kemudian Rasulullah saw membacakan <a title="QS. Fushshilat" href="http://mimbarjumat.com/al-quran-online/41" target="_blank">Surat Fushshilat [41]</a>: 13, "Jika mereka berpaling maka katakanlah, "Aku telah memperingatkan kamu akan (bencana) petir seperti petir yang menimpa kaum Ad dan kaum Tsamud."<br />
<br />
Ayat tersebut seolah menyambar Utbah bagai petir yang sangat dahsyat. Seluruh tubuh Utbah gemetar karena ketakutan yang luar biasa. Ia tahu Rasulullah tidak pernah berbohong sehingga ia khawatir ayat tersebut akan menjadi kenyataan. Secepat kilat ia berbalik arah meninggalkan Rasulullah saw dan kembali ke rumahnya.<br />
<br />
Sementara itu, para pemimpin Quraisy menanti dengan gelisah. Mereka memperoleh laporan bahwa Muhammad menyambut kedatangan Utbah dengan baik. Mereka khawatir Utbah tidak berhasil menghentikan <a title="konsisten dalam berdakwah" href="http://mimbarjumat.com/archives/50" target="_blank">dakwah </a>Rasulullah, tetapi tertarik untuk menerima Islam.<br />
<br />
Melihat kedatangan Utbah, Abu Jahal langsung menuduhnya dengan penuh kecurigaan, "Aku dengar Muhammad memperlakukanmu dengan baik dan menjamumu. Sebagai imbalannya kau percaya kepadanya. Orang-orang berkata demikian!"<br />
<br />
Tidak suka diperlakukan seperti itu, Utbah menjawab pula dengan emosi, "Kautahu aku tidak butuh apa pun darinya. Aku lebih kaya daripada kalian semua. Namun, apa yang ia katakan mengejutkanku! Kata-kata tersebut bukanlah syair, sihir, atau mantra. Dia orang yang <a title="dipercaya karena jujur" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/dipercaya-karena-jujur.html" target="_blank">jujur</a>. Saat aku dengar ia membacanya, aku takut apa yang terjadi pada kaum Ad dan Tsamud akan menimpa kita juga!"<br />
<br />
Utbah menyadari bahwa peringatan azab dari Rasulullah bukanlah main-main. Tidak pernah sekalipun Rasulullah saw berdusta. Kalimat-kalimat yang meluncur dari bibirnya adalah kalam Allah SWT yang tidak diragukan lagi kebenarannya.<br />
<br />
Tidak hanya sampai di situ, ketakutan Utbah terbawa hingga menjelang dimulainya <a title="taktik persiapan perang badar" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/taktik-persiapan-perang-badar.html" target="_blank">Perang Badar</a>. Utbah bin Rabi'ah membujuk kaumnya untuk meninggalkan peperangan dengan mengingatkan mereka akibat dan bahaya yang akan mereka hadapi.<br />
<br />
Ia berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya kaum muslimin itu akan berjuang mati-matian hingga titik darah penghabisan!" Akan tetapi, Abu Jahal menanggapinya dengan sinis.<br />
<br />
Utbah melanjutkan alasannya, "Sesama saudara akan membunuh satu sama lain. Sungguh hal itu akan meninggalkan kepahitan yang tak pernah hilang selamanya!"<br />
<br />
Abu Jahal langsung menuduhnya sebagai penakut. Tidak terima dengan tuduhan tersebut, ia langsung menantang saudara laki-laki dan putranya untuk bermain anggar melawan dirinya, satu lawan dua.<br />
<br />
Ketika Utbah mengendarai unta merah, Rasulullah saw bersabda, "Jika ingin selamat, seharusnya mereka mengikuti perkataan si penunggang unta merah itu. Jika mereka mendengar perkataannya, niscaya mereka akan selamat."<br />
<br />
Ahmad dalam Al-Fath Ar-Rabani menuturkan bahwa Allah SWT menciptakan perselisihan di antara pasukan musuh untuk melemahkan semangat mereka. Allah SWT juga menghendaki mereka tidak terpengaruh oleh bujukan Utbah. Mereka lebih mendukung Abu Jahal yang memiliki dendam kesumat kepada Rasulullah saw dan kaum muslimin.<br />
<br />
Akhirnya, Utbah tewas di peperangan Badar. Mayatnya dilempar ke dalam sumur tua bersama mayat-mayat orang musyrik lainnya. Putra Utbah, Abu Hudzaifah, yang telah menjadi seorang muslim terlihat sedih ketika melihat ayahnya tewas dalam peperangan melawan kebenaran. Menyadari hal itu, Rasulullah saw yang sejak awal memerhatikan Abu Hudzaifah berkata, "Sepertinya, keadaan ayahmu telah mengusik hatimu."<br />
<br />
Abu Hudzaifah mengelak, "Demi Allah, tidak, wahai Rasulullah! Aku tidak ragu dengan keadaan ayahku dan kematiannya. Akan tetapi, aku tahu betul bahwa ayahku sebenarnya mempunyai pandangan, cita-cita, dan keutamaan yang sangat kuharapkan dapat ia persembahkan kepada Islam. Melihat apa yang menimpa ayahku, mati dalam keadaan kafir, sementara harapanku padanya masih menggebu, tentu saja aku bersedih karenanya," tutur Abu Hudzaifah.<br />
<br />
Kemudian Rasulullah saw mendoakan yang baik-baik untuk Utbah dan menasihatkan kebaikan kepada putra Utbah tersebut.Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-20599792024920415052010-04-08T01:03:00.002-07:002010-04-08T01:03:52.330-07:00Pengakuan Abu Sufyan bin Harb kepada Sang IstriSuatu hari Abu Sufyan bin Harb dan Hindun binti Utbah, istrinya, berjalan menuju tanah lapang. Anak Abu Sufyan yang masih bocah bernama Muawiyah berjalan di depan mereka sambil menunggang keledainya.<br />
<br />
Tiba-tiba mereka mendengar kedatangan Rasulullah saw, kemudian Abu Sufyan segera menyuruh anaknya untuk turun dari keledai tunggangannya sambil berkata, "Turunlah, hai Muawiyah, supaya Muhammad bisa menaiki kendaraanmu!"<br />
<br />
Kemudian Rasulullah saw menaiki keledai yang ditawarkan Abu Sufyan. Beliau pun berjalan di depan mereka.<br />
<br />
Hanya selang beberapa waktu, Rasulullah saw menoleh ke belakang dan berkata kepada keluarga Abu Sufyan, "Wahai Abu Sufyan bin Harab dan Hindun binti 'Utbah! Demi Allah, kalian pasti akan mati dan akan dibangkitkan. Yang berbuat kebajikan pasti akan <a title="orang-orang yang dijamin masuk surga" href="http://mimbarjumat.com/archives/779" target="_blank">masuk surga</a> dan yang berbuat keburukan pasti masuk <a title="hakikat neraka" href="http://mimbarjumat.com/archives/734" target="_blank">neraka</a>. Aku berkata kepada kalian dengan benar dan kalian adalah orang pertama yang aku beri peringatan!" Dibacakanlah Surat <a title="QS. Fushshilat" href="http://mimbarjumat.com/al-quran-online/41" target="_blank">Fushshilat [41]</a>: 1-11 kepada keduanya.<br />
<br />
<a name='more'></a>Selesai mendengarkan perkataan Rasulullah, Abu Sufyan berkata, "Apakah engkau sudah selesai, wahai Muhammad?"<br />
<br />
Rasulullah menjawab, "Ya!"<br />
<br />
Kemudian beliau turun dari keledai tunggangannya. Muawiyah pun naik kembali ke keledainya dan dibantu ibunya, Hindun. Sambil menaikkan Muawiyah ke atas keledainya, Hindun bertanya kepada Abu Sufyan, "Apakah karena tukang sihir ini kau turunkan anakku dari atas keledainya?"<br />
<br />
Abu Sufyan menukasnya, "Tidak! Demi Allah, dia bukan tukang sihir dan bukan pembohong!"Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5548565436591663887.post-44174728655040375582010-04-08T01:03:00.000-07:002010-04-08T01:03:01.160-07:00Pengakuan Raja HeracliusPada masa <a title="Kecemerlangan Rasulullah saw dalam Perjanjian Hudaibiyah" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/kecemerlangan-rasulullah-saw-dalam.html" target="_blank">Perjanjian Hudaibiyah</a> atau gencatan senjata antara kaum muslimin dan musyrikin Quraisy, Rasulullah saw mengutus beberapa sahabat. Mereka dikirim kepada raja-raja bangsa Arab dan non-Arab untuk menyeru Al-Islam. Salah satu sahabat yang diutus adalah Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi. Ia ditugaskan untuk menyampaikan surat dakwah kepada Heraclius, Kaisar Romawi.<br />
<br />
Dihyah pun diterima oleh Heraclius dengan sangat baik. Kemudian ia menyampaikan surat dakwah dari Rasulullah saw kepada sang Kaisar Romawi.<br />
<br />
Setelah Heraclius membaca pesan Rasulullah saw, ia segera menyuruh pengawalnya untuk mencari orang-orang yang mengenal Muhammad. Saat itu Abu Sufyan berada di sana bersama serombongan kafilah dagang Quraisy.<br />
<br />
Para pengawal kerajaan pun melaporkan keberadaan Abu Sufyan dan teman-temannya kepada sang kaisar. Kemudian dipanggillah Abu Sufyan yang masih membenci Islam bersama teman-temannya ke hadapan Kaisar Romawi tersebut.<br />
<br />
<a name='more'></a>Abu Sufyan dan teman-temannya datang menghadap Heraclius. Dengan didampingi seorang penerjemah, sang Kaisar mengawali pembicaraan dengan pertanyaan, "Siapa di antara kalian yang paling dekat garis keturunannya dengan orang yang mengaku sebagai nabi ini?"<br />
<br />
Abu Sufyan menjawab, "Saya, Tuan!"<br />
<br />
Kemudian terjadilah dialog di antara keduanya di hadapan para petinggi istana kekaisaran Romawi. Berikut ini dialog yang diceritakan langsung oleh Abu Sufyan dan diriwayatkan kembali oleh <a title="kecerdasan imam bukhari" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/kecerdasan-imam-bukhari.html" target="_blank">Bukhari</a>.<br />
<br />
Heraclius : "Bagaimana kedudukan keluarganya di antara kalian?"<br />
<br />
Abu Sufyan : "Ia berasal dari keturunan bangsawan."<br />
<br />
Heraclius : "Adakah di antara keluarganya mengaku Nabi?"<br />
<br />
Abu Sufyan : "Tidak."<br />
<br />
Heraclius : "Adakah di antara nenek moyangnya yang menjadi raja atau kaisar?"<br />
<br />
Abu Sufyan : "Tidak ada."<br />
<br />
Heraclius : "Apakah pengikut agamanya itu orang kaya ataukah orang kebanyakan?"<br />
<br />
Abu Sufyan : "Pengikutnya adatah orang lemah, miskin, budak, dan wanita muda."<br />
<br />
Heraclius : "Jumlah pengikutnya bertambah atau berkurang?"<br />
<br />
Abu Sufyan : "Terus bertambah dari waktu ke waktu."<br />
<br />
Heraclius : "Setelah menerima agamanya, apakah pengikutnya itu tetap setia kepadanya ataukah merasa kecewa, lalu meninggalkannya?"<br />
<br />
Abu Sufyan : "Tidak ada yang meninggalkannya."<br />
<br />
Heraclius : "Sebelum dia menjadi nabi, apakah dia suka berdusta?"<br />
<br />
Abu Sufyan : "Tidak pernah."<br />
<br />
Heraclius : "Pernahkah orang itu ingkar janji atau mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepadanya?"<br />
<br />
Abu Sufyan : "Tidak pernah. Kami baru saja melakukan perjanjian gencatan senjata dengannya dan menunggu apa yang akan diperbuatnya."<br />
<br />
Heraclius : "Pernahkah engkau berperang dengannya?"<br />
<br />
Abu Sufyan : "Pernah."<br />
<br />
Heraclius : "Basaimana hasilnya?"<br />
<br />
Abu Sufyan : "Kadang-kadang kami yang menang, kadang-kadang dia yang lebih baik daripada kami."<br />
<br />
Heraclius : "Apa yang dia perintahkan kepadamu?"<br />
<br />
Abu Sufyan : "Dia memerintahkan kami untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun, meninggalkan takhayul dan kepercayaan leluhur kami, mengerjakan shalat, membayar <a title="antara riba dan zakat" href="http://mimbarjumat.com/archives/981" target="_blank">zakat</a> dan berbuat baik kepada fakir miskin, bersikap jujur dan dapat dipercaya, memelihara apa yang dititipkan kepada kita dan mengembalikan dengan utuh, memelihara silaturrahim dengan semua orang, dan yang paling penting dengan keluarga sendiri."<br />
<br />
Lalu, seperti dikisahkan oleh Abu Sufyan r.a, Heraclius memberikan tanggapan sebagai berikut melalui penerjemahnya.<br />
<br />
Heraclius : "Aku bertanya kepadamu tentang silsilah keluarganya dan kau menjawab dia adalah keturunan bangsawan terhormat. Nabi-nabi terdahulu pun berasai dari keluarga terhormat di antara kaumnya.<br />
<br />
Aku bertanya kepadamu apakah ada di antara keluarganya yang menjadi nabi, jawabannya tidak ada. Dari sini aku menyimpulkan bahwa orang ini memong tidak dipengaruhi oleh siapa pun dalam hal kenabian yang diikrarkannya, dan tidak meniru siapa pun dalam keluarganya.<br />
<br />
Aku bertanya kepadamu apakah ada keluarganya yang menjadi raja atau kaisar. Jawabannya tidak ada. Jika ada leluhurnya yang menjadi penguasa, aku beranggapan dia sedang berusaha mendapatkan kembali kekuasaan leluhurnya.<br />
<br />
Aku bertanya kepadamu apakah dia pernah berdusta dan ternyata menurutmu tidak pernah. Orang yang tidak pernah berdusta kepada sesamanya tentu tidak akan berdusta kepada Allah.<br />
<br />
Aku bertanya kepadamu mengenai golongan orang-orang yang menjadi pengikutnya dan menurutmu pengikutnya adalah orang miskin dan hina. Demikian pula halnya dengan orang-orang terdahulu yang mendapat panggitan kenabian.<br />
<br />
Aku bertanya kepadamu apakah jumlah pengikutnya bertambah atau berkurang. Jawabanmu, terus bertambah. Hal ini juga terjadi pada iman sampai <a title="empat tanda keimanan" href="http://mimbarjumat.com/archives/197" target="_blank">keimanan</a> itu lengkap.<br />
<br />
Aku bertanya kepadamu apakah ada pengikutnya yang meninggalkannya setelah menerima agamanya dan menurutmu tidak ada. Itulah yang terjadi jika keimanan sejati telah mengisi hati seseorang.<br />
<br />
Aku bertanya kepadamu apakah dia pernah ingkar janji dan menurutmu tidak pernah. Sifat dapat dipercaya adalah ciri kerasulan sejati.<br />
<br />
Aku bertanya kepadamu apakah engkau pernah berperang dengannya dan bagaimana hasilnya. Menurutmu engkau berperang dengannya, kadang engkau yang menang dan kadang dia yang menang dalam urusan duniawi.<br />
<br />
Para nabi tidak pernah selalu menang, tetapi mereka mampu mengatasi masa-masa sulit perjuangan, pengorbanan, dan kerugiannya sampai akhirnya mereka memperoleh kemenangan.<br />
<br />
Aku bertanya kepadamu apa yang diperintahkannya, engkau menjawab dia memerintahkanmu untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya, serta melarangmu untuk menyembah berhala, dan dia menyuruhmu shalat, bicara <a title="bebas hukuman berkat orang tua yang jujur" href="http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/04/bebas-dari-hukuman-berkat-orang-tua.html" target="_blank">jujur</a>, serta penuh perhatian. Jika apa yang kaukatakan itu benar, dia akan segera berkuasa di tempat aku memijakkan kakiku saat ini.<br />
<br />
Aku tahu bahwa orang ini akan lahir, tetapi aku tidak tahu bahwa dia akan lahir dari kaummu (orang Arab). Jika aku tahu aku bisa mendekatinya, aku akan pergi menemuinya. Jika dia ada di sini, aku akan membasuh kedua kakinya dan agamanya akan menguasa tempat dua telapak kakiku!"<br />
<br />
Selanjutnya, Heraclius berkata kepada Dihyah Al-Kalbi, "Sungguh, aku tahu bahwa sahabatmu itu seorang nabi yang akan diutus, yang kami tunggu-tunggu dan kami ketahui berita kedatangannya dalam kitab kami. Namun, aku takut orang-orang Romawi akan melakukan sesuatu kepadaku. Kalau bukan karena itu, aku akan mengikutinya!"<br />
<br />
Untuk membuktikan perkataannya tersebut, Heraclius memerintahkan orang-orangnya untuk mengumumkan, "Sesungguhnya kaisar telah mengikuti Muhammad dan meninggalkan agama Nasrani!" Seluruh pasukannya dengan persenjataan lengkap serentak menyerbu ke dalam ruangan tempat Kaisar berada, lalu mengepungnya.<br />
<br />
Kemudian Kaisar Romawi itu berkata, "Engkau telah melihat sendiri bagaimana bangsaku. Sungguh, aku takut kepada rakyatku!"<br />
<br />
Heraclius membubarkan pasukannyadengan menyuruh pengawalnya mengumumkan berita, "Sesungguhnya kaisar lebih senang bersama kalian. Tadi ia sedang menguji kalian untuk mengetahui kesabaran kalian dalam agama kalian. Sekarang pergilah!"<br />
<br />
Mendengar pengumuman tersebut, bubarlah pasukan yang hendak menyerang Kaisar tadi. Sang Kaisar pun menulis surat untuk Rasulullah saw yang berisi, "Sesungguhnya aku telah masuk Islam." Kaisar juga menitipkan hadiah beberapa dinar kepada Rasulullah saw.<br />
<br />
Ketika Dihyah menyampaikan pesan Raja Heraclius kepada Rasulullah saw, beliau berkata, "Musuh Allah itu dusta! Dia masih beragama Nasrani."<br />
Rasulullah saw pun membagi-bagikan hadiah berupa uang dinar itu kepada kaum muslimin.Subejo Paijohttp://www.blogger.com/profile/13266455909943298528noreply@blogger.com