Abul Ash bin Rabi' adalah seorang pemuda Mekah yang terkenal dengan kepribadiannya yang santun, cakap dalam berdagang, dan kaya-raya. Ia mempersunting Zainab, putri Muhammad dari Khadijah, untuk menjadi istrinya.
Saat itu Muhammad belum diangkat menjadi rasul. Muhammad dan Khadijah sangat bangga memiliki menantu yang baik seperti Abul Ash.
Ketika Muhammad diangkat menjadi rasul, Zainab menjadi bagian dari orang-orang yang pertama masuk Islam.
Akan tetapi, Abul Ash tetap teguh memegang keyakinannya yang lama. Ia tidak mau orang lain berpendapat bahwa keislamannya dikarenakan mengikuti jejak sang istri.
Mereka berdua adalah dua insan yang saling mencintai. Kaum musyrikin Quraisy berkali-kali menyuruh Abul Ash untuk menceraikan Zainab r.a. Dengan tegas, ia menolak permintaan itu mentah-mentah, "Demi Tuhan, aku tidak akan menceraikan istriku. Tidak ada wanita lain dari kaum Quraisy yang kucintai melebihi dia!"
Rasulullah saw menghargai ketegasan menantunya untuk senantiasa melindungi putri kesayangannya. Lagi pula pada saat itu Islam belum memerintahkan seorang istri muslim dipisahkan dari suaminya yang musyrik.
Awal mula Islam datang, berbagai cobaan dan intimidasi selalu dilancarkan orang-orang musyrikin Ouraisy kepada Muhammad. Hal ini membuat Zainab r.a, sebagai anak Muhammad, sangat sedih. Ditambah lagi keinginan yang kuat dari suaminya yang enggan masuk Islam.
Ketika sang ayah hijrah ke Medinah bersama mayoritas kaum muslimin lainnya, Zainab r.a. tetap bertahan di Mekah bersama umat muslim lainnya yang masih tersisa meskipun tinggal sedikit.
Ketika Perang Badar meletus, bertemulah dua kekuatan pasukan, yaitu pasukan musyrikin Quraisy dan pasukan muslim. Pasukan muslim dipimpin oleh ayah Zainab yang berjumlah lebih sedikit daripada pasukan musuh. Sedangkan, sang suami tercinta berada di pihak musuh yang melawan ayahnya.
Peperangan ini membuat Zainab r.a galau. Bagaimana tidak, sang suami berada di pihak musuh ayahnya. Padahal, keduanya adalah orang-orang yang ia cintai. Zainab r.a. hanya bisa berdoa, semoga Allah memenangkan kaum muslimin, menjaga suaminya dari bahaya, serta membimbingnya untuk memeluk Islam.
Akhir dari peperangan tersebut dimenangkan oleh kaum muslimin. Kaum musyrikin harus menanggung malu yang luar biasa karena berhasil dikalahkan oleh pasukan muslim yang jumlahnya lebih sedikit daripada mereka.
Abul Ash bin Rabi' menjadi tawanan kaum muslimin. Mengetahui hal itu, Zainab segera menebus suami tercintanya dengan kalung kesayangan miliknya, peninggalan sang bunda, Khadijah r.a Rasulullah saw sangat mengenali kalung itu.
Akhirnya, Abul Ash dibebaskan oleh para sahabat dan kalung tebusan dikembalikan kepada Zainab. Sebagai ucapan terima kasih, Abul Ash berjanji akan membiarkan Zainab hijrah ke Medinah untuk berkumpul bersama kaum muslimin lainnya. Rasulullah saw memuji Abul Ash dengan berkata, "Ia berbicara jujur dan akan menepati janjinya kepadaku."
Abul Ash kembali pulang menemui istrinya tercinta. Zainab r.a menyambut suaminya dengan suka cita. Terlihat pancaran kesetiaan dan kemuliaan dari wajah sang istri. Abul Ash tak kuasa mengatakan salam perpisahan kepada istri belahan jiwanya, tetapi janji harus ditepati. Sambil terisak, Abul Ash berkata, "Istriku, kembalilah kepada ayahmu."
Tangis Abul Ash makin menjadi-jadi. Ia tidak sanggup jika harus mengawal istrinya di pintu perpisahan. Pintu pembatas akibat perbedaan keyakinan karena masing-masing memegang teguh agamanya. Pintu yang menghalangi dua insan yang diliputi cinta sejati untuk bersatu.
Akhirnya, Abul Ash meminta saudara kandungnya yang bernama Kinanah bin Rabi' untuk mengantar istrinya kembali kepada ayahnya tercinta, "Saudaraku, engkau tahu bagaimana kedudukan Zainab di dalam hatiku, hingga aku tidak menginginkan ada wanita Quraisy berjalan bersamanya. Dan, engkau pun tahu bahwa aku tidak kuasa untuk berpisah dengannya. Oleh karena itu, temanilah ia sampai ke ujung perkampungan. Di sana dua orang utusan Muhammad telah menunggu. Temani ia dalam perjalanan. Jagalah dirinya dengan sungguh-sungguh dan jangan diperkenankan seorang pun mengganggunya hingga sampai ke tempat tujuan," pinta Abul Ash kepada Kinanah.
Kinanah mempersiapkan seekor unta dengan sekedup (tenda kecil yang berada di atas punggung unta) untuk kendaraan dan persenjataan berupa anak panah dan busurnya. Zainab r.a pun berkemas dan mempersiapkan perbekalan.
Zainab r.a. naik ke dalam sekedup, lalu Kinanah mengantarnya ke luar kota Mekah tempat dua orang utusan Rasulullah saw menunggu, yaitu Zaid bin Haritsah r.a. dan seorang sahabat dari kalangan Anshar.
Sikap Abul Ash yang membiarkan istrinya ikut hijrah ke Medinah menjadi sebuah penghinaan sendiri bagi kaum musyrikin Quraisy. Mereka menganggap bahwa Abul Ash telah mencoreng martabat mereka karena setelah mengalami kekalahan di Perang Badar, ditambah lagi mereka harus membiarkan Zainab mengikuti jejak ayahnya yang hijrah ke Medinah.
Tentu saja hal ini ditentang oleh kaum Quraisy. Jika mereka membiarkan putri Muhammad dibiarkan begitu saja meninggalkan Mekah tanpa berbuat apa pun, menurut mereka hal itu akan membuat kaum muslimin makin berada di atas angin dan merendahkan kehormatan musyrikin Ouraisy.
Akhirnya, sekelompok musyrikin Ouraisy segera menyusul Zainab r.a. dan mencegatnya di daerah Dzi Thuwa. Dua orang dari mereka yang bernama Hubar bin Aswad dan Nafi' bin Abdul Qais menakut-nakuti unta yang ditunggangi Zainab r.a dengan memutar-mutarkan lembing.
Salah satu dari mereka mendorong Zainab r.a yang masih berada di atas sekedup sehingga putri Rasulullah saw itu terlempar dan jatuh ke tanah yang keras. Padahal, saat itu ia sedang hamil, akibatnya darah mengalir deras dari tubuhnya.
Kinanah segera memasang anak panah dan merentangkan busurnya untuk melawan mereka yang mendekat. Namun, Abu Sufyan mencegahnya sambil berkata, "Turunkanlah panahmu agar kita bisa berbicara baik-baik."
Kinanah menuruti perintah itu. Abu Sufyan kembali berkata, "Kamu melakukan hal yang salah. Kamu keluar bersama wanita ini secara terang-terangan. Padahal, kamu tahu bahwa kami baru mengalami kekalahan dari Muhammad. Orang-orang akan mengatakan kami terlalu lemah jika membiarkan putri Muhammad meninggalkan Mekah. Kami melakukannya bukan karena ingin tebusan dari ayahnya atau upaya balas dendam. Bukan. Kembalilah bersama wanita itu. Ketika situasi sudah kembali tenang, kamu boleh mengantarkan Zainab kepada ayahnya secara sembunyi-sembunyi."
Kinanah mengikuti saran Abu Sufyan, ditambah lagi ketika melihat kondisi Zainab yang makin melemah dan terus merintih akibat keguguran. Mereka pun bertolak kembali menuju Mekah.
Begitu pengecutnya orang-orang musyrik tersebut yang mengerahkan beberapa orang lelaki hanya untuk mengejar satu orang wanita hamil dan tidak berdaya. Bahkan, Hindun, istri Abu Sufyan pun mencibir orang-orang yang mengejar Zainab r.a. Ia menyindirnya dalam syair yang mengingatkan mereka akan kekalahan di Perang Badar:
Begitu gagah berani kalian ketika tidak berperang
Tetapi kalian bersikap seperti wanita di kala perang
Kondisi Zainab r.a. makin membaik meskipun tidak sembuh total. Ketika malam mulai sepi, Kinanah pun mengantar Zainab keluar meninggalkan Mekah, lalu menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah r.a dan seorang sahabat Anshar.
Dengan pengawalan ketat, Zainab r.a menyongsong Medinah menuju kehidupannya yang baru bersama ayahanda tercinta dalam naungan Islam yang mulia. Sementara itu, suaminya, Abul Ash, tetap tinggal di Mekah.
Empat tahun kemudian, sebuah kafilah dagang Quraisy melakukan perjalanan ke Syam. Abul Ash ikut di dalamnya. Kaum musyrikin Quraisy memercayakan barang dagangannya kepada Abul Ash.
Namun, di tengah perjalanan pulang, mereka bertemu dengan pasukan muslim yang dipimpin oleh Zaid bin Haritsah r.a. Bentrokan pun tak terhindarkan. Pasukan muslim berhasil menawan beberapa orang dari mereka dan merampas barang dagangannya.
Abul Ash berhasil bersembunyi, lalu menyusup ke Medinah. Di sana ia menemui Zainab r.a, wanita yang begitu ia cintai. Ia menceritakan bentrokan yang terjadi antara kafilah dagangnya dan pasukan muslim.
Harta dan barang titipan orang-orang kepadanya telah ikut terampas. la menginginkan harta titipan milik orang-orang yang dipercayakan kepadanya dikembalikan. Ia pun meminta agar Zainab r.a. bersedia melindunginya.
Azan Subuh berkumandang. Seluruh kaum muslimin berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat berjemaah. Ketika Rasulullah saw. takbir dan diikuti oleh kaum muslimin lainnya, tiba-tiba dari barisan jemaah wanita, Zainab r.a. berseru, "Wahai orang-orang! Aku memberikan perlindunganku atas Abul Ash bin Rabi'!"
Rasulullah saw meneruskan shalatnya hingga selesai. Setelah itu, dia berbalik dan berkata, "Apakah kalian mendengar apa yang kudengar?"
"Ya," jawab kaum muslimin.
"Aku bersumpah demi Dia yang diriku berada di tangan-Nya, aku sama sekali tidak mengetahui hal ini hingga aku mendengar seperti apa yang kalian dengar tadi. Setiap muslim berhak memberikan perlindungannya. Dan, kita akan melindungi siapa pun yang dilindunginya!" ujar Rasulullah saw.
Rasulullah saw. keluar dari masjid dan menemui Zainab r.a. Dengan penuh kasih sayang, Rasulullah saw. mengingatkan putrinya akan status pernikahan dia dengan Abul Ash, "Wahai putriku, hormatilah kedudukan Abul Ash. Ia tidak boleh mendekatimu karena kamu tidak halal baginya."
Dengan malu-malu Zainab menimpali, "Dia hanya ingin hartanya dikembalikan, Ayah."
Sebelum Abul Ash mendatangi istrinya, Allah SWT memang telah memutuskan hubungan suami istri antara Abul Ash dan Zainab r.a dikarenakan sang istri telah berhijrah menetapi keimanan dalam Islam, sedangkan suaminya tetap dalam kemusyrikan.
Firman Allah, "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perem-puan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu teiah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka ...." (QS Al-Mumtahanah [60]: 10)
Rasulullah saw segera mengumpulkan anggota pasukan yang telah merampas harta kafilah Quraisy. Beliau berkata, "Kalian kenal orang ini? la datang untuk meminta kembali hartanya yang telah kalian rampas. Jika kalian memutuskan untuk berbuat baik dan mengembalikan harta itu, aku sungguh gembira. Namun, jika kalian enggan mengembalikannya, harta itu adalah harta rampasan yang diberikan Allah kepada kalian dan kalian berhak memilikinya."
Mereka menjawab, "Wahai Rasulullah. Kami memilih untuk mengembalikannya."
Abul Ash terkesima dengan keikhlasan kaum muslimin untuk mengembalikan seluruh hartanya tanpa kurang sedikit pun. Tidak ada rasa penyesalan di wajah kaum muslimin. Mereka rela berbuat apa saja untuk menyenangkan hati Rasulullah saw.
Ketertarikan pada Islam mulai tumbuh dari dalam diri Abul Ash. Cahaya iman mulai memancar meneranginya. Hal ini dirasakan oleh kaum muslimin yang berada di dekatnya saat itu. Seseorang dari mereka bertanya, "Apakah kamu ingin masuk Islam dan mengambil semua harta milik kaum musyrikin ini?"
Abul Ash menjawab, "Alangkah jahatnya jika aku mengkhianati kepercayaan orang di hari pertama aku masuk Islam."
Abul Ash segera memacu kudanya sambil membawa harta titipan yang telah dikembalikan kaum muslimin menuju Mekah. Di sana ia mengembalikan harta dan barang-barang yang dititipkan kepada pemiliknya yang berhak. Setelah menunaikan amanatnya, ia berkata, "Wahai orang-orang Quraisy. Masih adakah harta milik kalian yang belum kalian ambil dariku?"
"Tidak," jawab mereka, "semoga Tuhan membalas kebaikanmu. Engkau benar-benar telah menunaikan tanggung jawabmu!"
Abul Ash melanjutkan, "Jika begitu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Demi Allah, satu-satunya hal yang menghalangiku memeluk Islam adalah kekhawatiran bahwa kalian akan menyangka aku melakukannya untuk mendapatkan harta-hartayang kalian titipkan kepadaku. Setelah semuanya kuserahkan dan diriku telah terbebas dari tanggung jawab, aku pun menyatakan masuk Islam!"
Betapa kagetnya kaum musyrikin Quraisy mendengar pengakuan Abul Ash tersebut. Mereka pun tidak bisa berbuat apa-apa ketika Abul Ash memacu kudanya menuju Medinah.
Di Medinah, Abul Ash menemui Rasulullah saw dan membaca kalimat syahadatain. Rasulullah pun mengizinkan Abul Ash kembali kepada Zainab.
loading...
Blog Archive
-
▼
2010
(195)
-
▼
Maret
(66)
- Pengorbanan Seorang Nabiyullah
- Ketaatan Anak Saleh
- Sebuah Penantian yang Panjang
- Penjaga Malam
- Kehormatan Menunaikan Amanah
- Mewakafkan Kebun karena Lalai
- Mendahulukan Allah SWT
- Majikan Zubair r.a.
- Menjaga Kepercayaan Orang Lain
- Allah SWT sebagai Saksi
- Ketampanan Seorang Pemuda
- Membela Hak Orang Lain
- Membela Hak Makhluk Allah
- Hak Berbicara untuk Menuntut Hak Miliknya
- Jangan Memaksakan Kehendakmu, Amirul Mukminin!
- Suami Zainab r.a, Abul Ash bin Rabi' r.a
- Keteguhan Menjaga Rahasia
- Wanita yang Menolak Pinangan Rasulullah
- Bersabarlah Putriku
- Mencintai karena Allah
- Keturunan Bersahaja
- Penuhilah Hak Dirimu, Dia, dan Mereka
- Aku Hanya Ingin Berhias, Ayah
- Kesaksian Penduduk Mekah
- Kaum Muslimin yang Tertindas
- Larangan Ikut Perang karena Perjanjian
- Bagian untuk Muallaf
- Keluarga Pemegang Kunci Ka'bah
- Amanah Bendaharawan Pribadi Rasulullah saw
- Mengembalikan Pajak Nonmuslim
- Melebihkan Pembayaran
- Pidato Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.
- Khalifah yang Tetap Merakyat
- Kehati-hatian Menggunakan Uang Gaji
- Uang Tunjangan Umar bin Khaththab r.a
- Jangan Kamu yang Menimbang
- Khalifah Membantu Proses Persalinan
- Aku adalah Pelayanmu
- Milikku, Urusanku
- Lebih Baik Meminjam Darimu
- Teladan Pemimpin
- Mengambil Uang Baitul Mal Secara Paksa adalah Pera...
- Emas dan Perak adalah Api Neraka bagi Kami
- Memangkas Uang Gaji
- Segala Puji Hanya untuk Allah SWT
- Uang Panas Milik Negara
- Milik Negara untuk Kepentingan Negara
- Sa'ad bin Amir r.a, Pejabat Amanah
- Lembu Emas Anak yang Taat
- Abdurrahman bin Auf r.a, Sahabat Terpercaya
- Besar Zakat yang Kurang
- Abdullah bin Mas'ud, Seorang Anak Gembala yang Jujur
- Sehidup Semati
- Amanah untuk Ali r.a
- Tepat dalam Menunaikan Janji
- Mencuri Harta Rampasan
- Larangan Mengkhianati Amanah
- Mengungkap Pengkhianat
- Meminta Jabatan
- Nabi Yusuf a.s dan Jabatan
- Menolak Jabatan Hakim
- Panglima Perang Termuda
- Reputasi Seseorang Dilihat dari Teman Bergaulnya
- Ilmu adalah Amanah
- Tidak Ada Bagian untuk Kerabat
- Keteladanan Umair bin Sa'ad r.a.
-
▼
Maret
(66)
loading...